Kapolri Pernah Janji Basmi Judi Setahun Lalu

Tak sedikit aparat Polri dan TNI yang terjerumus dalam candu perjudian online

Republika
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Rep: Bambang Noroyono Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Judi online semakin ‘menggila’ di masyarakat. Bahkan menyentuh kalangan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), pun anggota Polri. Penggandrungan terhadap qimar daring itu sampai-sampai berujung pada hilangnya nyawa akibat depresi lantaran terlilit utang-utang.

Baca Juga

Pencegahan dan penindakan hukum, dibarengi dengan introspeksi atas budaya, dinilai menjadi cara-cara paling efektif dalam meminimalkan masifnya permainan candu haram tersebut. Mantan dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Komisaris Besar (Kombes) Purn Slamet Pribadi mengatakan, perjudian online merupakan salah satu perkembangan zaman dari dampak kemajuan sarana teknologi atas praktik judi konvensional yang turun-temurun.

Kata dia, dari jaman ‘nenek moyang’, perjudian memang melekat dengan aktivitas sosial bagi sejumlah kalangan masyarakat. Bukan cuma masyarakat di Indonesia, tetapi juga di beberapa suku bangsa di negara-negara belahan bumi lainnya.

“Karena judi ini memang harus diakui di sebagian masyarakat kita, bahkan pada etnis-etnis tertentu di kita (Indonesia), sudah menjadi budaya. Saya tidak menyebutkan etnis-etnisnya, ya. Tetapi, harus kita menyadari bahwa memang perjudian ini, bagi sebagian etnis-etnis tertentu sudah menjadi kegiatan yang biasa dan sudah sangat membudaya,” kata dia saat berbincang dengan Republika via telepon, Jumat (14/6/2024).

Adanya anggota Polri, pun juga TNI yang terjerumus dalam candu perjudian online, menurut Slamet, karena aparat-aparat tersebut juga bagian dari masyarakat. “Anggota Polri ataupun personel aparat lainnya (seperti TNI) itu kan juga bagian dari masyarakat yang juga dalam hal ini (perjudian online) secara individu bisa terkena imbasnya dari budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat,” kata Slamet.

Akan tetapi, setiap anggota Polri ataupun prajurit TNI, tentunya paham dengan konsekuensi sumpah profesinya sebagai aparat. Seperti di Polri, kata Slamet, yang menegaskan setiap anggota kepolisian mengambil sumpah untuk setia dan tunduk terhadap norma hukum maupun norma sosial di masyarakat.

“Ketika kegiatan perjudian itu dilarang oleh hukum dan itu berlaku sampai saat ini, artinya setiap anggota Polri itu mau tidak mau, suka atau tidak suka, harus tunduk pada pelarangan tersebut. Kalau ada anggota Polri yang berjudi, apalagi melindungi perjudiannya, artinya dia berkhianat terhadap profesinya, berkhianat terhadap institusinya, berkhianat terhadap sumpahnya. Dan hal tersebut tentu sangat memalukan bagi setiap anggota (Polri),” kata dia.

Ketundukan anggota Polri terhadap norma hukum tersebut yang membuat setiap personel kepolisian dididik untuk menjadi cerminan bagi masyarakat. “Apapun yang terjadi setiap anggota Polri itu sudah disumpah, dia harus menjadi warga negara yang tauladan, warga negara yang menjadi tauladan, dan selama hidupnya dia harus menjaga reputasinya sebagai tauladan di masyarakat,” kata Slamet.

“Itu sebabnya, menurut saya, kalau ada anggota kepolisian yang meskipun itu terkena dampak budaya perjudian online ini, tetap saja secara individu itu dia dikatakan sebagai pelanggar hukum kalau dia mengikuti aktivitas perjudian online tersebut. Bahkan hukumannya seharusnya lebih berat, terkena pasal-pasal perjudian secara umum, dan juga terkena pelanggaran kode etik profesinya sebagai anggota kepolisian,” katanya.

Jejak Digital Wulan Guritno Diduga Promosikan Judi Online - (Infografis Republika)

Janji kapolri setahun lalu... Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...

Hampir genap setahun lalu, persisnya pada Agustus 2023, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pernah menegaskan akan membasmi perjudian. Jenderal Sigit mengancam akan mencopot para bawahan maupun anggota Polri yang ikut-ikutan, apalagi sampai membekingi perjudian. Hal tersebut ditegaskan Kapolri waktu itu ketika muncul dugaan tentang ‘Konsorsium 303’ yang menjadikan para perwira-perwira berbintang di Polri yang melindungi dan melakukan pembekingan terhadap bandar-bandar judi online.

“Beberapa waktu lalu, saya sudah perintahkan yang namanya perjudian, saya ulangi, yang namanya perjudian, apapun bentuknya, apakah itu darat (konvensional), apakah itu online, semua itu harus ditindak. Saya ulangi, yang namanya perjudian, apakah itu judi darat, judi online, dan berbagai macam bentuk pelanggaran tindak pidana lainnya harus ditindak. Saya tidak memberikan toleransi kalau masih ada kedapatan, pejabatnya saya copot, saya tidak peduli apakah itu kapolres, apakah itu direktur,  apakah itu kapolda, saya copot. Demikian juga di Mabes, tolong untuk diperhatikan, akan saya copot juga," tegas Kapolri, Kamis (18/8/2023).

Menengok catatan pemberitaan, lebih dari tiga kali peringatan keras tentang perjudian online itu Kapolri sampaikan ke seluruh bawahannya. Akan tetapi, aktivitas perjudian online masih terus marak. Bahkan belakangan ini, kasus judi online berujung pada maut kerap terjadi.

Di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur (Jatim), seorang personel kepolisian Bripda RDW tewas dibakar oleh istrinya yang sesama anggota kepolisian, Briptu FN. Polwan beranak tiga itu nekat lantaran gaji Bripda RDW kerap habis dipakai untuk judi online. Di lingkungan TNI, bulan lalu seorang anggota TNI-Angkatan Laut (AL) Lettu ED, di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan nekat bunuh diri lantaran terlilit utang hingga Rp 819 juta karena judi online.

Di Bogor, Jawa Barat (Jabar), seorang prajurit dari satuan Batalyon Kesehatan Divisi-1 Kostrad inisial PSG, juga nekat gantung diri lantaran diketahui terlilit utang lantaran judi online. Di Sulawesi Selatan (Sulsel) seorang perwira Kostrad, Letda R anggota Brigif-3/Tri Budi Sakti (TBS) menilap uang anggota satuannya sampai Rp 876 juta lantaran kecanduan judi online. Dan pada Februai 2023 lalu, seorang anggota Densus-88 Antiteror Bripda HS melakukan perampokan dan pembunuhan terhadap sopir taksi untuk membayar utang-utang senilai Rp 900 juta lantaran judi online.

Dosen hukum pidana di Universitas Kristen Indonesia (UKI) Slamet Pribadi mengatakan, pertanyaan tentang apakah perjudian, baik konvensional, maupun online bisa dibasmi, merupakan pertanyaan yang muluk. “Kalau dibasmi menurut saya, tidak bisa. Saya tidak bisa optimistis kalau perjudian itu dapat dibasmi. Apalagi yang perjudian online. Judi online itu dimatikan satu, tumbuhnya seribu. Dibunuh satu, muncul banyak lagi,” kata dia. Apalagi kata Slamet, dari beberapa kasus pengungkapan oleh kepolisian selama ini, perjudian online itu basis operasionalnya lintas negara.

Slamet menilai, paling masuk akal dan efektif dalam merespons perjudian online yang semakin meluas ke semua kalangan masyarakat tersebut adalah dengan melakukan pencegahan, dilanjutkan penindakan hukum terhadap para pelaku serta bandar, sampai dengan introspeksi atas budaya di masyarakatnya. “Treatmeant hukum itu, harus dibangun dengan tiga hal. Pertama adalah peraturan hukumnya, kedua adalah membangun institusi penegak hukumnya, dan ketiga membangun budaya hukumnya,” begitu kata Slamet.

Menurut dia, perjudian, dalam hukum yang berlaku di Indonesia saat ini, masih disebut sebagai tindak pidana. Sementara Polri, sudah memiliki satuan-satuan yang memiliki kewenangan dalam penindakan segala aktivitas perjudian.

“Di kepolisian itu kan ada unsur-unsur reserse, dan unsur-unsur penegakan hukum lainnya, baik di tingkat pusat, dari Mabes Polri, sampai polda, dan juga tingkat polres-polres. Kalau dihitung secara kuantitatif, kita melihat banyak kasus-kasus perjudian itu, apakah memang diproses secara hukum. Dan juga masalahnya, judi itu sulit hilang karena budayanya yang masih melekat di masyarakat,” ujar Slamet.

Masalah budaya tersebut, kata Slamet, sebenarnya bisa dilunturkan paksa jika penegakan hukum atas aturan pengharaman judi online tersebut konsisten pelaksanaannya.

“Kasus di Mojokerto itu harus menjadi titik balik bagi Polri, introspeksi bagi penegakan hukum, apakah selama ini sudah intensif melakukan pencegahan, dan penindakan. Masyarakat juga harus bekerjasama dengan kepolisian untuk sama-sama menjadi masyarakat yang berbudaya hukum. Artinya masyarakatnya juga harus berpartisipasi turut serta membantu kepolisian melaporkan, dan menyadarkan dampak negatif dari perjudian online ini,” kata Slamet.

 
Berita Terpopuler