Begini Keterkaitan Harun Masiku dan Hasto yang Terekam dalam Dakwaan Suap Komisioner KPU

KPK kembali gencar memeriksa orang-orang yang diduga tahu persembunyian Harun Masiku.

Antara/Fianda Sjofjan Rassat
Pegiat antikorupsi mengenakan topeng Harun Masiku dalam unjuk rasa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).
Rep: Tim Republika Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perburuan terhadap bekas kader PDIP Harun Masiku kembali menyeruak di ruang publik. KPK dalam beberapa waktu terakhir kembali gencar memeriksa orang-orang yang diduga pernah mengetahui keberadaan tersangka kasus suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan tersebut. Untuk melanjutkan perburuan itu, hari ini (Senin, 10/6/2024) KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Baca Juga

Lantas, apa hubungan Harun Masiku dengan Hasto? Relasi keduanya terkuak dalam dakwaan perkara suap yang menjerat Wahyu dan mantan orang kepercayaan Hasto, Saeful Bahri. Komisioner KPU RI periode 2017-2022, Wahyu Setiawan didakwa menerima suap Rp 600 juta dari kader PDIP Harun Masiku agar mengupayakan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI.

"Terdakwa I, Wahyu Setiawan bersama-sama dengan terdakwa II, Agustiani Tio Fridelina menerima uang secara bertahap sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau seluruhnya setara Rp 600 juta dari Saeful Bahari bersama-sama dengan Harun Masiku," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Takdir Suhan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (28/5/2020).

Pengadilan berlangsung tanpa dihadiri kedua terdakwa. Hanya ada majelis hakim yang dipimpin Tuty Haryati, JPU KPK dan penasihat hukum, sedangkan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina mengikuti persidangan melalui video conference dari Gedung KPK.

"Uang tersebut diberikan agar terdakwa I, Wahyu Setiawan mengupayakan KPU menyetujui permohonan penggantian antarwaktu (PAW) PDI Perjuangan (PDIP) dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) 1 kepada Harun Masiku," ujar Takdir.

Awalnya, DPP PDIP memberitahukan kepada KPU pada 11 April 2019 bahwa calon anggota legislatif PDIP Dapil Sumsel I atas nama Nazarudin Kiemas meninggal dunia, namun nama yang bersangkutan masih tetap tercantum dalam surat suara pemilu. Pada 21 Mei 2019, KPU melakukan rekapitulasi perolehan suara PDIP Dapil Sumsel 1 dengan perolehan suara terbanyak oleh Riezky Aprilia sebanyak 44.402 suara. Di dapil yang sama, Harun Masiku mendapat suara 5.878.

Namun, pada Juli 2019, rapat pleno PDIP memutuskan Harun Masiku sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas dengan alasan meski namanya sudah dicoret, tapi Nazarudin masih mendapat suara sejumlah 34.276. "Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku penasihat hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI," kata jaksa Takdir.

Namun KPU menyatakan tidak dapat mengakomodasi permohonan DPP PDIP, karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Setelah KPU tidak mengabulkan permohonan PDIP tersebut, maka pada September 2019, kader PDIP lain yaitu Saeful Bahri menghubungi Agustiani Tio selaku kader PDIP yang pernah menjadi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sehingga mengenal Wahyu Setiawan.

"Pada intinya Saeful Bahri meminta tolong terdakwa II untuk menyampaikan kepada terdakwa I selaku anggota KPU RI yang memiliki kewenangan antara lain menerbitkan keputusan KPU terkait hasil pemilu, agar dapat mengupayakan persetujuan KPU terkait penggantian caleg DPR RI di Dapil Sumsel I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," ungkap jaksa Takdir.

Lalu Agustiani Tio pun menyampaikan hal tersebut kepada Wahyu termasuk meneruskan pesan WhatsApp 24 September 2019 dari Saeful berisi surat DPP PDIP Nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI soal permohonan pelaksanaan putusan MA. Setelah menerima pesan tersebut, Wahyu membalas dengan isi pesan "siap mainkan".

Meski demikian, pada 1 Oktober 2019 dilakukan pelantikan terhadap seluruh calon anggota DPR terpilih termasuk Riezky Aprilia. Pada 5 Desember 2019, Saeful meminta Agustiani menanyakan kepada Wahyu mengenai besaran uang operasional agar KPU dapat menyetujui permintaan Harun Masiku.

"Pada awalnya Saeful Bahri menawarkan janji Rp750 juta dengan kalimat kurang lebih 'Tanyain berapa biaya operasionalnya, kalau bisa 750'. Atas permintaan tersebut, terdakwa II menyampaikan kepada Wahyu Setiawan melalui pesan iMessage: 'Mas, ops-nya 750 cukup mas?' dan dibalas oleh Wahyu Setiawan dengan pesan iMessage: '1000', yang maksudnya uang sebesar Rp1 miliar. Terdakwa II lalu menyampaikan permintaan Wahyu tersebut kepada Saeful Bahri yang menyanggupi permintaan terdakwa I itu," ungkap jaksa Takdir.

Pada hari yang sama Agustiani mengirimkan surat DPP PDIP soal permohonan pelaksanaan fatwa MA kepada Wahyu dengan pesan "Bisa jd dasar utk menghitung kembali perolehan suara Sumsel 1 utk PDI Perjuangan? Atau KPU langsung memutuskan dgn dasar surat DPP saja?" atas pesan tersebut Wahyu membalas: "kita akan upayakan yang optimal".

Pemberian DP suap untuk Wahyu Setiawan. Baca di halaman selanjutnya.

Harun Masiku hingga kini masih buron. - (Republika)

 

Saeful bersama Donny Tri Istiqomah lalu menemui Harun Masiku di restoran di Hotel Grand Hyatt Jakarta pada 13 Desember 2019, dan disepakati biaya operasional untuk Wahyu adalah sebesar Rp1,5 miliar dengan harapan Harun dapat dilantik sebagai anggota DPR pada Januari.

Pada 17 Desember 2019, Saeful memberitahukan kepada Agustiani soal surat yang pernah dikirimkan ke Wahyu yang pada pokoknya memohon agar KPU melaksanakan penggantian anggota DPR-RI dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

"Saeful Bahri meminta bantuan agar surat tersebut dapat diawasi langsung prosesnya di KPU. Terdakwa II lalu meneruskan permintaan itu kepada terdakwa I, yang kemudian mengarahkan agar surat tersebut diantar Saeful ke stafnya di KPU RI yang bernama Retno Wahyudiarti," kata jaksa lagi.

Uang diserahkan pada hari yang sama dari Harun Masiku kepada Saeful sebesar Rp 400 juta. Selanjutnya ditukarkan menjadi 20 ribu dolar Singapura untuk diberikan kepada Wahyu sebagai down payment. Uang diberikan melalui Agustiani Tio di Plaza Indonesia, sedangkan sisa uang dari Harun dibagi rata Saeful dan Donny masing-masing Rp 100 juta.

Namun pada hari yang sama, Wahyu, Agustiani, dan Saeful juga bertemu di Mal Pejaten Village. Saeful kembali meminta Wahyu untuk membantunya dan dijawab "Iya saya upayakan".

"Setelah mendapat jawaban kepastian dari terdakwa I, selanjutnya Saeful Bahri pamit meninggalkan pertemuan, setelah sebelumnya mengambil kelebihan satu lembar uang 1.000 dolar Singapura dari terdakwa II, karena uang yang telah diserahkan ternyata kelebihan jumlahnya, sebab sesuai kurs saat itu seharusnya hanya 19 ribu dolar Singapura," ungkap jaksa Takdir.

Setelah Saeful pergi, Agustiani menyerahkan uang sejumlah 19 ribu dolar Singapura dengan mengatakan "Mas ini ada dana operasional". Wahyu hanya menerima 15 ribu dolar Singapura dan sisanya untuk Agustiani.

Pada 26 Desember 2019, Harun Masiku meminta Saeful mengambil uang Rp 850 juta. Dari jumlah tersebut, Rp 400 juta ditukarkan menjadi 38.500 dolar Singapura untuk diberikan sebagai DP II bagi Wahyu, sedangkan sisanya Rp 170 juta diberikan kepada Donny Tri dan sisanya untuk operasional Saeful.

Saeful menyerahkan 38.350 dolar Singapura kepada Agustiani pada hari yang sama di Mal Pejaten Village. Selain itu, Agustiani juga mendapat Rp 50 juta dari relasi Saeful bernama Donfri Jatmika. Agustiani melaporkan penerimaan uang kepada Wahyu, dan Wahyu meminta agar uang tetap disimpan Agustiani.

"Dalam upaya memenuhi permintaan Saeful Bahri, terdakwa I menyampaikan kepada anggota KPU RI lainnya yang sama-sama mempunyai kewenangan dalam menerbitkan keputusan terkait hasil pemilu, agar terhadap surat permohonan tersebut segera ditindaklanjuti dengan alasan karena 'di luar sudah ramai'," ujar jaksa Takdir.

Pada 6 Januari 2020, Wahyu Setiawan bersama dengan anggota KPU Hasyim Asyari bertemu dengan Agustiani Tio di Kantor KPU RI. Agustiani menayakan proses PAW untuk Riezky diganti Harun Masiku. Dan dijawab Hasyim Asyari karena posisi Riezky telah dilantik maka mekanisme penggantiannya harus melalui PAW yang diajukan pimpinan DPR kepada KPU, bukan diajukan DPP PDIP.

KPU lalu mengirim surat kepada DPP PDIP yang intinya menyatakan bahwa KPU tidak dapat memenuhi permohonan PAW atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku, karena tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada 8 Januari 2020, Wahyu Setiawan menghubungi Agustiani agar mentransfer sebagian uang yang diterima dari Saeful, yaitu sejumlah Rp 50 juta ke rekening BNI atas nama Wahyu. Namun, sebelum uang ditransfer, Agustiani dan Wahyu diamankan petugas KPK dengan menyita 38.350 dolar Singapura.

Kasus ini kemudian bergulir hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Majelis hakim memperberat putusan pidana penjara Wahyu dari semula 6 tahun di tingkat banding menjadi 7 tahun. Tak hanya pidana badan, majelis hakim juga memperberat denda yang dijatuhkan terhadap Wahyu menjadi Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan, dari semula Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan. Kini, Wahyu sudah menghirup udara bebas pascamenuntaskan masa hukuman penjaranya setelah dikurangi remisi.

Dalih KPK waktu itu. Baca di halaman selanjutnya.

KPK saat itu menolak disebut telah kecolongan karena kader PDIP Harun Masiku tidak ikut terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT). "Kami tidak melihatnya dari sisi itu karena tentu ada pertimbangan-pertimbangan strategis dari penyidik. Kami sudah mengantisipasinya," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/1/2020).

Ali hanya menjelaskan soal pelaksanaan kegiatan OTT yang tidak hanya mengandalkan dari penyadapan. "Sekali lagi perlu kami sampaikan bahwa pelaksanaan dari kegiatan OTT itu tidak hanya mengandalkan penyadapan tetapi ada cara-cara lain yang itu merupakan strategi-strategi operasi tertutup. Walaupun penyadapan merupakan hal yang penting juga untuk kemudian melakukan proses operasi tangkap tangan," jelasnya.

Sebelumnya, Ditjen Imigrasi Kemenkumham mencatat Harun telah keluar Indonesia menuju Singapura pada Senin (6/1/2020) melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang sekitar pukul 11.00 WIB.

Diketahui dalam kasus tersebut, KPK telah melakukan kegiatan tangkap tangan dengan total delapan orang pada Rabu (8/1/2020) hingga Kamis (9/1/2020) di Jakarta, Depok, dan Banyumas. Dari delapan orang tersebut Harun tidak ikut tertangkap.

KPK pun pada Kamis (9/1/2020) telah mengumumkan empat tersangka terkait tindak pidana korupsi suap penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024. Sebagai penerima, yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan (WSE) dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF). Sedangkan sebagai pemberi adalah Harun Masiku dan Saeful (SAE) dari unsur swasta atau staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

 
Berita Terpopuler