Suhu Bumi Cetak Rekor Tertinggi 

PBB mendesak penggunaan bahan bakar fosil global dipangkas 30 persen pada 2030.

www.freepik.com
Suhu panas bumi (ilustrasi)
Rep: Lintar Satria Red: Satria K Yudha

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Badan pemantau iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan setiap bulan selama satu tahun terakhir merupakan bulan terpanas. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan aksi darurat untuk mencegah "iklim neraka."

Badan Perubahan Iklim Copernicus mengatakan suhu rata-rata dunia selama 12 bulan lalu hingga bulan Mei adalah 1,63 derajat Celsius di atas rata-rata suhu pra-industri. Periode terpanas sejak pencatatan suhu udara dunia dilakukan pada tahun 1940.

Baca Juga

Suhu rata-rata dalam 12 bulan ini tidak berarti dunia sudah melampaui ambang batas pemanasan global sebesar 1,5 derajat Celsius yang menggambarkan rata-rata suhu selama beberapa dekade, dan jika melampauinya, para ilmuwan memperingatkan akan adanya dampak yang lebih ekstrem dan tidak dapat diubah.

Dalam laporan terpisah Organisasi Meteorologi Dunia PBB (WMO) mengatakan, terdapat 80 persen kemungkinan setidaknya satu kali dalam lima tahun ke depan untuk pertama kalinya suhu rata-rata melampaui 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Naik 66 persen dari tahun lalu. 

Berbicara tentang temuan tersebut, Antonio Guterres menekankan betapa cepatnya dunia mengarah ke arah yang salah dan menjauh dari upaya untuk menstabilkan iklim.

Pangkas penggunaan bahan bakar fosil...lanjut baca>>>

 

Mengingat keadaan yang semakin memburuk,  Guterres mendesak produksi dan penggunaan bahan bakar fosil global dipangkas 30 persen pada 2030. "Kami membutuhkan jalan keluar dan cepat untuk menghindari 'iklim neraka', menang atau kalah pertempuran 1,5 derajat Celsius akan ditentukan pada 2020-an," kata Guterres dalam pidato peringatan Hari Lingkungan Dunia, Rabu (5/6/2024).

Emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil yang merupakan penyebab utama perubahan iklim mencapai rekor tertingginya tahun lalu, meski negara-negara di seluruh dunia menyepakati rancangan untuk menahan pembebasan emisi dan mempercepat ekspansi pada energi terbarukan.

Batu bara, minyak dan gas masih menyumbang lebih dari tiga perempat energi dunia. Permintaan minyak masih kuat. Wakil Sekretaris Jenderal WMO, Ko Barrett mengatakan data iklim terbaru menunjukkan dunia semakin keluar jalur dari tujuannya untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celsius yang merupakan target utama dari Kesepakatan Paris 2015.

“Kita harus segera berbuat lebih banyak untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, atau kita akan membayar harga yang semakin mahal dalam bentuk triliunan dolar AS dalam hal biaya ekonomi, jutaan nyawa yang terkena dampak cuaca yang lebih ekstrem, dan kerusakan yang lebih parah pada lingkungan dan keanekaragaman hayati,” kata Barrett.

Barrett menggambarkan efek pendinginan dari kondisi cuaca La Nina, yang diperkirakan akan terjadi akhir tahun ini, hanya bisa menurunkan sedikit kurva dari suhu panas yang dirasakan di seluruh dunia.  “Kita semua perlu tahu kita perlu membalikkan kurva ini dan kita harus segera melakukannya,” katanya.

 

Data WMO menunjukkan, meskipun tahun lalu tercatat sebagai tahun kalender terpanas yang pernah ada, yaitu 1,45 derajat Celsius di atas suhu pra-industri, setidaknya satu dari lima tahun ke depan kemungkinan akan lebih panas dari tahun 2023. 

 
Berita Terpopuler