Sindir Aliran Uang dari SYL ke Nasdem, Hakim: Kalau Nggak Jadi Kasus, Nggak Dikembalikan

Bendahara Nasdem Ahmad Sahroni hari ini menjadi saksi di sidang SYL.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian, Syahrul Yasin Limpo berjalan usai mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/6/2024). Jaksa penuntut umum menghadirkan sejumlah saksi diantaranya advokat Febri Diansyah dengan kapasitasnya sebagai mantan pengacara terdakwa SYL. Dalam sidang tersebut, Advokat Febri Diansyah mengaku menerima honorarium saat mendampingi terdakwa SYL dalam proses penyelidikan di KPK sejumlah Rp800 juta sesuai dengan kesepakatan.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh menyindir Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem Ahmad Sahroni soal pengembalian dana yang pernah digunakan Nasdem dari mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Rianto menduga Sahroni tak akan mengembalikan uang itu kalau tak berujung kasus dugaan korupsi. 

Baca Juga

Hal itu disampaikan oleh Rianto dalam sidang lanjutan dengan terdakwa SYL di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (4/6/2024). Sahroni hadir dalam persidangan ini sebagai saksi. 

"Harusnya saudara itu kembalikan sejak awal. Saudara di Komisi III...Saudara berpikir jauh, kalau ini tidak terungkap apakah dikembalikan? Kan nggak mungkin," kata Rianto dalam sidang tersebut. 

Rianto mempermasalahkan uang yang sudah digunakan untuk kegiatan Partai Nasdem. Apalagi penerima bantuan yang dibeli dari uang itu menggunakan atribut Nasdem. 

"Dan sudah digunakan untuk kepentingan partai. Harus sadar itu. Itulah ceritanya," ujar Rianto. 

Rianto sebenarnya tak mempermasalahkan kalau uang itu berasal dari kocek pribadi SYL. "Kalau dari uang pribadi menteri nggak apa-apa karena dia anggota partai, pasti penyidik KPK nggak akan suruh kembalikan, dan saudara nggak kembalikan karena itu uang pribadi," ujar Rianto. 

Namun, Rianto menduga Sahroni pada akhirnya mengembalikan uang itu karena menyadari adanya kesalahan. Hanya saja, Rianto menyebut tindakan Sahroni sudah terlambat. 

"Orang kembalikan sudah tahu itu salah. Begitu cara berpikir. Sehingga setelah saya salah dikembalikan, tapi terlambat karena kasus ini sudah bergulir. Kalau nggak bergulir ya mandeg nggak mungkin dikembalikan," ucap Rianto. 

"Saudara turut menikmati, ada manfaat. Itu urusan penyidik. Saya hanya menyampaikan saja secara moral," ujar Rianto. 

 

Sahroni mengakui uang itu didapat dari cara yang tidak tepat. Sehingga, Sahroni mengembalikannya ke KPK belakangan pasca kasus SYL diusut KPK. 

"Uang tersebut dari hasil tidak tepat makanya secara moral sebagai Bendahara Umum saya hari itu juga kembalikan uang tersebut," ujar Sahroni dalam kesaksiannya di persidangan.

Sebelumnya, KPK mengungkapkan Ahmad Sahroni telah mengembalikan uang Rp 800 juta yang diberikan SYL ke Nasdem. Sahroni juga mengakui Partai Nasdem sudah mengembalikan uang Rp 800 juta yang merupakan sumbangan dari SYL. Sahroni mengklaim uang tersebut belum digunakan oleh Nasdem. 

"Informasi yang kami peroleh betul, sudah ada pengembalian Rp 800 juta tersebut," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada awak media pada Selasa (26/3/2024).

Sebelumnya, JPU KPK mendakwa SYL melakukan pemerasan hingga Rp 44,5 miliar. Sejak menjabat Mentan RI pada awal 2020, SYL disebut mengumpulkan Staf Khusus Mentan RI Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta dan ajudannya, Panji Harjanto. 

Mereka lantas diminta melakukan pengumpulan uang "patungan" dari semua pejabat eselon I di Kementan untuk keperluan SYL. Perkara ini menjerat Syahrul Yasin Limpo, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta. Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e, atau Pasal 12 Huruf F, atau Pasal 12 huruf B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

 

 
Berita Terpopuler