Tanggapi Polemik UKT, Pengamat Ingatkan Kampus Fokus Riset, Bukan Tempat Cari Duit

Pengamat sebut fundamental sistem pendidikan sudah salah kelola

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Dua mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menggelar aksi unjuk rasa terkait UKT dengan membawa baju dansa di depan Gedung Kemendikbudristek, Jakarta.
Rep: Eva Rianti Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengkritisi soal polemik biaya uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri yang melambung tinggi. Dia menegaskan bahwa fokus kampus seharusnya adalah menjadi tempat riset, bukan tempat untuk mencari uang.

“Secara fundamental sistem pendidikan kita sudah salah kelola. Sistem pendidikan kita dikelola dengan mekanisme pasar jadi, kalau bicara mindset landasan filosofis dari pemerintah itu memang enggak ada upaya bagaimana cara mencerdaskan kehidupan bangsa, tapi lebih ke bagaimana berdagang dengan rakyat sendiri,” kata Indra saat dihubungi Republika, Selasa (21/5/2024).

Indra lantas menggunakan istilah neoliberalisme pada kondisi sistem pendidikan di Indonesia. Menurutnya, pemerintah harus melakukan evaluasi besar-besaran terutama kinerja Kemendikbudristek. Dia mengatakan agar Mendikbudristek Nadiem Makarim jangan bersembunyi dengan dalih uang yang dikelola pada 2024 hanya sebesar Rp 98 triliun dari total alokasi dana pendidikan Rp 665,02 triliun.

Indra pun menyinggung soal perguruan tinggi negeri berbahan hukum (PTN BH). Menurutnya, PTN BH merupakan bentuk nyata dari neoliberalisme pendidikan. Dia mengkritik bahwa sistem PTN BH justru menjadikan kampus menjadi seperti perusahaan terbatas (PT) atau bahkan badan usaha milik negara (BUMN) yang orientasinya adalah menjadi keuntungan.

“Kampus di Indonesia dibikin kayak PT, kayak BUMN, suruh nyari duit, padahal harusnya kampus itu tempat bakar duit karena untuk riset, untuk mendidik anak, bukan cari duit. Kan secara filosofis sudah beda akhirnya semua kebijakan menyimpang,” ungkapnya.

Indra mengatakan, dengan berkembangnya polemik biaya UKT yang tinggi, dia menyebut inilah saatnya atau momentum untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia yang sudah menyimpang dan keliru. Menurutnya, bukan perkara Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 semata yang menjadi dasar hukum yang dipermasalahkan dalam polemik UKT, tetapi lebih jauh dari itu bersifat fundamental.  

Dia menekankan agar pemerintah mestinya kembali melandaskan pendidikan pada UUD 1945 dan Pancasila, alih-alih mempraktekkan konsep neoliberalisme.

“Jadi harusnya kalau mau mengelola perguruan tinggi yang benar, yang enggak salah kelola seperti sekarang, fokus kampus adalah riset. Hasil riset baru kalau mau dijual, kalau mau dikomersialkan silahkan, tapi fokusnya di risetnya, bukan di jualannya, ini yang salah kelola,” tuturnya.

 
Berita Terpopuler