Presiden Iran Raisi Tewas dalam Kecelakaan, Kenapa Intelijen Israel Mossad Jadi Trending?

Pejabat Israel secara tidak resmi membantah terlibat dalam kematian Presiden Raisi.

EPA-EFE/AZIN HAGHIGHI/MOJ NEWS
Tim evakuasi kecelakaan helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi.
Rep: Teguh/Lintar Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, TEHEREN -- Presiden Iran Ibrahim Raisi dipastikan meninggal dunia setelah helikopter yang ditumpanginya jatuh dan menabrak tebing di hutan Dizmar, Provinsi Azerbaizan Timur, Iran. Menteri Luar Negeri Iran Amirabdollahian juga dilaporkan ikut tewas dalam kecelakaan tersebut. Begitu pun dengan sejumlah kru pejabat lainnya. 

Baca Juga

Dalam pencarian tampak bagaiman helikopter jatuh hancur dan terbakar. Sejumlah analisis mengaitkan kecelakaan dengan dengan cuaca buruk. Kabut tebal membuat jarak pandang helikopter menjadi kabur. 

Namun, kendati kecelakaan ditengarai disebabkan oleh cuaca buruk atau kesalahan mekanis, di media sosial ramai tagar Mossad atau badan intelijen Israel yang kerap melakukan operasi khusus di luar negeri. Tagar Mossad diposting hingga 117 ribu dan masuk dalam popular dunia. 

Seperti diketahui otoritas Zionis merupakan musuh berat Iran. Beberapa kali mereka terlibat perseteruan.  Apalagi beberapa waktu lalu, Teheran yang digawangi oleh Raisi dan Khamenei sempat meluncurkan rudal ke arah Israel sebagai balasan terhadap serangan ke kedubes Iran di Suriah.  

Salah satu desas-desus yang beredar di jaring media sosial adalah pilot yang membawa helikopter Presiden Iran adalah agen Mossad bernama Eli Koptar. Tentu laporan ini belum dapat terkonfirmasi.  Sejumlah pejabat Israel secara tidak resmi membantah negaranya terlibat dalam insiden kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian.

"Sumber tidak resmi telah mengklarifikasi bahwa Israel tidak memiliki hubungan atau keterlibatan dalam kecelakaan helikopter yang dilaporkan terjadi karena kondisi cuaca buruk,’’ sebut laporan media Israel ynetnews.com.

Para pejabat senior Israel juga mengatakan bahwa kematian Raisi dan Amir-Abdollahian diperkirakan tidak akan berdampak pada Israel atau kebijakannya terhadap Republik Islam. Satu-satunya konsekuensi potensial bergantung pada siapa yang akan menggantikan Ebrahim Raisi. 

Seorang netizen lain mengatakan, orang-orang terlalu banyak memberikan 'kredit' ke Mossad pada kejadian ini. Penghargaaan yang dengan senang hati mereka terima.  Padahal jika mau lihat lebih jauh, helikopter Raisi terbang di tengah pegunungan dalam kabut yang sangat tebal. Kondisi itu ditambah dengan sanksi komponen pesawat yang sudah dijatuhkan selama 45 tahun. Jadi ini kesalahan mekanis atau pilot. 

Dikutip dari CNN, pengamat militer Cedric Leighton mengatakan Bell 212 merupakan helikopter yang mulai beroperasi pada tahun 1960-an. Menurutnya sulitnya mendapatkan suku cadang turut menjadi penyebab kecelakaan.

 

 

Leighton yang merupakan pensiunan kolonel Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) mengatakan Bell 212 awalnya diproduksi di AS kemudian diproduksi di Kanada.

"Helikopter itu pertama kali diperkenal di akhir masa kekuasaan Shah pada tahun 1976 dalam bentuk komersial dan sudah beroperasi sebelum beroperasi di militer AS," kata Leighton, Senin (20/5/2024).

"Jadi sebenarnya awal dari jenis helikopter khusus ini mungkin paling awal pada akhir tahun 1960-an," tambahnya.

 "Jadi kemungkinan suku cadang jelas menjadi masalah bagi Iran."

Menurut Leighton dalam kasus ini masalah khusus cadang, sanksi-sanksi Barat terhadap program nuklir Iran dan cuaca yang sangat buruk beberapa hari terakhir di wilayah barat laut Iran berperan dalam kecelakaan helikopter Raisi dan rombongan.

 "Semua itu, menurut saya, berkontribusi pada serangkaian insiden dan serangkaian keputusan yang dibuat oleh pilot dan bahkan mungkin presiden sendiri ketika harus menerbangkan pesawat ini… Dan sayangnya bagi mereka, akibatnya adalah kecelakaan ini,” kata Leighton.

 “Presiden Raisi, menteri luar negeri dan semua penumpang di dalam helikopter tewas dalam kecelakaan itu,” kata seorang pejabat senior Iran yang tidak bersedia tidak disebutkan namanya pada kantor berita Reuters.

 

 

 
Berita Terpopuler