Anies Baswedan Ikut Komentari Biaya UKT di Kampus Negeri Meroket

Menurut Anies, UKT tinggi adalah persoalan sederhana yang bisa diatasi negara.

Antara
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) periode 2014-2016, Anies Rasyid Baswedan.
Rep: Eva Rianti Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) periode 2014-2016, Anies Rasyid Baswedan ikut mengomentari soal uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah universitas negeri yang melonjak tinggi. Menurut dia, negara harusnya lebih banyak mengalokasi anggaran untuk mengatasi masalah tersebut.

"Ini pernah saya sampaikan pada saat kampanye kemarin (Pilpres 2024), biaya pendidikan tinggi itu memang mahal. Dan negara harus memutuskan kepada siapa biaya ini dibebankan," kata Anies kepada wartawan di Jakarta, Ahad (19/5/2024).

Baca: Prof Dewi Fortuna Anwar Terima Penghargaan dari Timor Leste

 

Capres nomor urut 1 pada Pilpres 2024 tersebut menilai, jika biaya tersebut dibebankan kepada keluarga, dampaknya adalah pendidikan tinggi hanya dirasakan oleh mereka yang sudah makmur atau mampu. Sebaliknya, keluarga yang tidak mampu akan kesulitan mengantarkan anak-anaknya ke perguruan tinggi.

 

Sehingga, menurut Anies, peran negara sangat dinantikan dalam masalah itu. Dia menyebut, semestinya biaya pendidikan lebih dibebankan kepada negara, bukan kepada keluarga melalui UKT tinggi.

Baca: Pangkolinlamil dan Pangkoarmada I Sambut Delegasi AL Turki

 

"Negara harus alokasikan anggaran lebih banyak. Menanggung biaya lebih besar, supaya rakyat, keluarga-keluarga kebanyakan bisa kuliah," ucap eks rektor Universitas Paramadina tersebut.

Anies menyebut, permasalahan yang terjadi di lapangan bukan sekadar di hadapai kalangan keluarga yang tidak mampu saja, tetapi juga dari mereka yang masuk kelompok tengah. Maksudnya adalah keluarga yang tidak makmur, tetapi juga tidak mendapatkan program bantuan selayaknya yang diprogramkan kepada kalangan keluarga yang tidak mampu.

Sehingga hal itu menjadi masalah yang mesti dicarikan solusi bersama. Dia pun memberi solusi dengan cara anggaran dari negara lebih banyak untuk dialirkan ke pos pendidikan agar UKT terjangkau.  "Nah yang tengah ini enggak ada programnya. Bagaimana caranya? Caranya dengan alokasi anggaran yang lebih banyak," ucap Anies.

Baca: Prabowo dan Gubernur Jenderal Australia Saling Bertukar Buku

Dia pun menekankan, pendidikan tinggi adalah hal yang utama karena di Indonesia pendidikan tinggi menjadi eskalator sosial ekonomi. Masyarakat yang mendapatkan akses pendidikan tinggi akan mendapatkan kesempatan pekerjaan yang lebih tinggi serta kesempatan untuk sejahtera yang lebih tinggi pula.

 

"Karena itulah mengapa pendidikan tinggi itu harus dapat alokasi yang lebih banyak, sehingga tidak mengalami situasi seperti sekarang. Kalau seperti ini diteruskan, maka mereka yang bisa kuliah adalah dari orangtua yang sudah kuliah dan makmur, yang keluarganya belum kuliah belum makmur engga pernah bisa kuliah nantinya," ucap Anies.

Masalah fundamental UKT...

Menurut Anies pemerintah dan anggota dewan di Senayan sebaiknya membahas masalah fundamental atas perkara UKT tinggi. Dengan begitu, eksekutif dan legislatif tidak hanya membahas persoalan persentase kenaikan UKT saja, melainkan anggaran pendidikan secara keseluruhan.

"Persoalannya sederhana sekali. Biaya pendidikan tinggi mahal, kepada siapa itu dibebankan, kepada keluarga atau negara. Itu hal mendasarnya. Selama itu tidak dibereskan, kita hanya mendiskusikan persentase enggak akan pernah selesai," ucap Anies.

Sebelumnya, sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) mengeluhkan biaya UKT yang naik berlipat di kampusnya. Sejumlah BEM universitas negeri pun mengadukan hal itu ke Komisi X DPR pada pekan lalu, untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi para calon mahasiswa.

 

 
Berita Terpopuler