Pernyataan Sikap Akademisi UGM Jelang Putusan MK Terkait Sengketa Hasil Pilpres 2024

Pernyataan sikap dibacakan oleh Guru Besar Fakultas Biologi UGM Prof Endang Semiarti.

Republika/Febrianto Adi Saputro
Sejumlah sivitas akademika UGM menyampaikan pernyataan sikap jelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024 di Balairung UGM, Ahad (21/4/2024).
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Bertepata di Hari Kartini, sejumlah civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) menyampaikan pernyataan sikap menjelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilu 2024. Pernyataan sikap dibacakan oleh Guru Besar Fakultas Biologi UGM Prof Endang Semiarti. 

Baca Juga

"Hari ini, bertempat di Balairung UGM, kami memperingati Hari Kartini dalam suasana keprihatinan. Perjuangan emansipasi yang merupakan pilar penting kehidupan berdemokrasi yang diupayakan RA Kartini telah terkoyak sangat dalam di saat bangsa Indonesia sedang berbenah menuju indonesia Emas," kata Endang di Balairung UGM, Ahad (21/4/2024).

Endang menuturkan, pada masanya RA Kartini memperjuangkan kesetaraan hak masyarakat dan mengikis kebodohan. Dalam konteks kekinian, para akademisi mengemban dua amanah konstitusi, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, dan membangun peradaban.

Sivitas akademika UGM menyoroti pelanggaran terhadap konstitusi, undang-undang, etika dan norma bernegara yang marak terjadi selama lima tahun terakhir akibat ambisi segelintir elit politik. Mereka mempertanyakan kemampuan Indonesia dalam mewujudkan Indonesia Emas melalui pembangunan kelembagaan, menegakkan etika dan norma bernegara serta menghapus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

"Ataukan kita akan terjerumus semakin kelam ke arah pelemahan kelembagaan yang justru menciptakan Indonesia Cemas? Ke mana arah pembangunan bangsa ini sangat ditentukan oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang akan dibacakan besok, Senin 22 April 2024," ucapnya. 

Sivitas akademika UGM berharap Mahkamah Konstitusi sebagai benteng berakhir keadilan agar menggunakan nurani, akal sehat dan kewenangan yang dimilikinya untuk mengambil keputusan berkeadilan demi menjaga demokrasi dan amanah konstitusi untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang. Pernyataan sikap yang disampaikan hari ini diharapkan menjadi bola salju keadilan dan kebenaran agar serumit apa pun jalurnya, keadilan dan kebenaran itu dapat melewatinya. 

"Berbagai upaya telah dilakukan, acara telah dihelat, perjuangan telah dikobarkan, semoga hasil akhir tidak mengingkari proses yang telah ditempuh. Dengan semangat Kartini, kami para akademisi bertekad menjaga integritas dan kebebasan akademik untuk mengokohkan demokrasi menuju negeri adil makmur sentosa dan sejahtera, seperti yang diamanatkan para pendiri NKRI," ungkapnya. 

Pernyataan sikap diawali pandangan dan harapan para akademisi jelang putusan MK besok. Orasi disampaikan sejumlah akademisi diantaranya Prof Wiendu Nuryanti, Suci Lestar Yuana, Nur Azizah, Sri Widyanti Eddyono, Wuri Handayani. Selain itu orasi juga disampaikan Okky Madasari sebagai perwakilan alumni, dan Antonella sebagai perwakilan mahasiswa. Orasi ditutup dengan pernyataan sikap yang dibacakan Prof Endang Semiarti. 

 

Prabowo-Gibran menang di semua provinsi di Pulau Jawa. - (Republika)

Sejumlah civitas akademika perempuan UGM juga menyampaikan sikapnya jelang putusan MK. Pernyataan sikap diawali dengan orasi Guru Besar UGM Prof Wiendu Nuryanti.

"Saya ingin memohon kepada seluruh bangsa Indonesia yang masih memiliki hati nurani yang jernih, yang bersih, untuk kita semua bersama-sama menyalakan lilin kecil di sudut-sudut nurani kita. termasuk yang ada di Mahkamah Konstitusi," kata Prof Wiendu di Balairung, Ahad. 

"Penting untuk menyalakan lentera-lentera hati nurani kita untuk mendengarkan bisikan nurani yang paling murni yang paling bersih yang paling jernih, maka kalau itu kita lakukan serentak di seluruh nusantara saya yakin seyakin-yakinnya bahwa habis gelap terbitlah terang," imbuhnya.

Dosen Fisipol UGM, Nur Azizah mengingatkan para pemimpin negeri untuk mengembalikan tujuan berdemokrasi, yaitu terwujudnya keadilan dan kesetaraan bagi semua warga negara. Ia pun mengajak seluruh pihak untuk menjaga nalar kritis dalam mengawal proses penyelenggaraan negara agar tercipta dan terlaksana kebijakan-kebijakan yang bermanfaat bagi seluruh warga negara Indonesia.

"Mari kita doakan, semoga para elite politik dan para Hakim di Mahkamah Konstitusi, dapat mengambil keputusan yang memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan yang besar bagi seluruh warga negara Indonesia," ucapnya.

Akademisi UGM lainnya, Suci Lestari Yuana menyoroti kemunduran demokrasi yang tidak hanya dirasakan di Indonesia tetapi juga secara global. Namun menurutnya MK memiliki peran yang sangat penting dalam menyelamatkan demokrasi. 

"Keputusan yang akan diambil oleh MK pada hari Senin, 22 April, akan menjadi momentum kritis dalam menentukan arah demokrasi di Indonesia," ungkapnya.

Menurutnya, perjuangan Kartini mengajarkan untuk tidak putus asa. Kartini juga dianggap bukan sosok yang mudah menyerah dalam menghadapi rintangan yang begitu besar. Begitu pula masyarakat yang tidak boleh menyerah dalam memperjuangkan demokrasi yang lebih baik untuk Indonesia. 

"Kita perlu memperjuangkan reformasi yang menguatkan lembaga-lembaga demokrasi kita dan memastikan bahwa suara setiap warga negara didengar dan dihargai. Marilah kita bersama-sama berjuang untuk mewujudkan impian Kartini tentang Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan adil bagi sesama warganya," tuturnya. 

 

Adapun, Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Koentjoro mengomentari soal maraknya pengajuan amicus curiae oleh sejumlah kelompok masyarakat terhadap perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Ia berharap agar hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mempertimbangkan pengajuan amicus curiae tersebut.

"Hakim itu punya kemerdekaan, kami sangat menghargai kemerdekaan hakim. Tapi  semoga hakim juga membaca amicus curiae itu," kata Prof Koentjoro di Balairung UGM, Ahad (21/4/2024). 

Kendati demikian ia khawatir maraknya pengajuan amicus curiae di MK oleh sejumlah pihak justru hanya dianggap sebagai hak demokrasi warga negara. Hal tersebut sebagaimana sikap Presiden Jokowi menyikapi respons perguruan tinggi yang menyoroti langkah politiknya pada Pemilu 2024.

"Tadi saya katakan bahwa guru besar itu tidak kompak, karena kita punya kebebasan akademik. Tapi nyatanya ada 215 perguruan tinggi yang menyatakan pendapat, tidak ada di antara mereka yang diperintah disuruh begini, tapi mereka kompak satu suara, tapi apa? Oleh Pak jokowi dianggap bahwa itu adalah hak demokrasi saja. Tidak didengarkan. Nahyang saya khawatirkan ini juga begitu," ucapnya. 

Guru Besar UGM Prof Koentjoro di Balairung UGM, Sleman, Ahad (21/4/2024). - (Republika/Febrianto Adi Saputro)

Ia pun tak berharap banyak dengan putusan hakim MK besok. Keempat menteri yang dihadirkan di MK justru dinilai tidak membantu banyak.

"Makanya itu kita harus menjaga asa, kita harus berhati-hati dengan seperti itu, tetapi semoga MK ini dari saya yang perbuat, maka saya yang memperbaiki sekarang," ungkapnya. 

Selain itu ia juga menegaskan bahwa perguruan tinggi tidak berhenti dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan jika hasil putusan MK besok tidak sesuai dengan harapan. Menurutnya kampus memiliki tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Tugas kita itu kan mencerdaskan kehidupan bangsa, ketika ada keputusan-keputusan itu dan masih saja itu menafik, menunjukkan, membodohkan rakyat ya kita di perguruan tinggi masih tetap bergerak," tegasnya. 

Untuk diketahui pengajuan amicus curiae terus bergulir di MK. Dikutip dari laman resmi MK, Hingga Jumat (19/4/2024), MK telah menerima 48 pengajuan amicus curiae terhadap perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, baik disampaikan langsung kepada perwakilan MK, surat elektronik atau email, maupun pos.

 
Berita Terpopuler