Israel Sudah Bunuh 34 Ribu Warga Palestina, AS Masih Mau Kasih Bantuan Senjata Lagi?

Serangan Israel telah membunuh 34 ribu lebih warga Palestina sejak 7 Oktober 2024.

EPA-EFE/MIRIAM ALSTER
Presiden AS Joe Biden bertemu dengan PM Israel Benjamin Netanyahu di Tel Aviv, 18 Oktober 2023. AS tengah mempertimbangkan paket bantuan persenjataan terbesar untuk Israel.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah laporan pada Jumat (19/4/2024) menyebutkan bahwa Amerika Serikat sedang mempertimbangkan kesepakatan pasokan senjata baru dengan Israel di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Nilainya 1 miliar dolar AS (sekitar Rp16,25 triliun).

Paket kesepakatan yang diusulkan pemerintah Presiden AS Joe Biden tersebut, yang dilaporkan sebagai paket terbesar untuk Israel sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Paket bantuan militer senilai 1 miliar dolar AS itu mencakup amunisi tank 120mm senilai 700 juta dolar AS, 500 juta dolar AS untuk kendaraan taktis, dan kurang dari 100 juta dolar AS untuk peluru mortir 120 mm, menurut Wall Street Journal, yang mengutip para pejabat AS.

Penjualan paket senjata tersebut memerlukan persetujuan Kongres AS yang bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk diselesaikan. Paket itu menjadi tambahan kesepakatan bantuan militer dari yang sebelumnya telah masuk Kongres.

Namun, laporan tersebut belum dikonfirmasi oleh Departemen Luar Negeri AS kepada Anadolu. Saat ini, AS menghadapi serangkaian kritik karena memberikan bantuan militer kepada Israel di tengah laporan bahwa negara itu menargetkan warga sipil.

Baca Juga

Sejak 7 Oktober 2023, lebih dari 34 ribu warga Palestina menjadi korban jiwa, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, ada laporan kredibel mengenai pelanggaran hukum internasional dan hukum AS, termasuk pemblokiran bantuan Amerika.

Laporan tersebut disiarkan di tengah ketegangan yang meningkat antara Iran dan Israel setelah Teheran meluncurkan pesawat nirawak (drone) dan menembakkan rudal sebagai balasan atas serangan Israel di gedung konsulat mereka di Damaskus, Suriah pada 1 April. Serangan Israel itu menewaskan tujuh anggota militer Iran, termasuk dua komandan tinggi.

Pada Maret, enam senator Demokrat mengirimkan surat kepada Biden guna mendesaknya untuk menghentikan penjualan senjata ke Israel. Bantuan militer untuk Israel diyakini melanggar Undang-Undang 1961 yang melarang penjualan senjata kepada negara yang mengganggu pengiriman bantuan kemanusiaan Amerika.

"AS tidak boleh memberikan bantuan militer kepada negara mana pun yang mengganggu bantuan kemanusiaan AS," tulis para senator itu.

"Hukum federal sangat jelas, dan mengingat urgensi krisis di Gaza dan berulang kali penolakan Perdana Menteri (Benjamin) Netanyahu untuk mengatasi kekhawatiran AS mengenai masalah ini, perlu adanya tindakan segera untuk menjamin perubahan kebijakan oleh pemerintahannya."

Sebelumnya pada 8 Februari, memorandum yang ditandatangani Biden meminta negara-negara yang menerima bantuan militer AS untuk memberikan "jaminan tertulis yang kredibel dan dapat diandalkan" kepada pemerintahnya bahwa senjata-senjata tersebut akan digunakan sesuai dengan "hukum hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional."

Untuk itu, Israel telah menyerahkan surat jaminan kepada Kementerian Luar Negeri AS pada Maret. Di lain sisi, kelompok hak asasi manusia mengatakan jaminan tersebut tidak kredibel dan mendesak pemerintah AS untuk menghentikan pengiriman senjata ke Israel.

Sementara itu, juru bicara Kemenlu AS Matthew Miller bulan lalu mengatakan bahwa mereka "belum menemukan bahwa (Israel) melakukan pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan internasional, baik dalam hal pelaksanaan perang maupun dalam hal penyediaan bantuan kemanusiaan".

 
Berita Terpopuler