Ini Alasan Mengapa Republik Islam Iran Kerja Keras Unggul di Bidang Sains dan Teknologi

Iran menyadari betul betapa pentingnya sains dan teknologi

Reuters/ISNA/Hamid Forootan/Files
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran. Iran menyadari betul betapa pentingnya sains dan teknologi
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Seperti diungkapkan Alvin Toffler bahwa kekuatan dunia dibagi menjadi tiga. Pertama, kekuatan otot sebagai kekuatan paling rendah dan tidak berharga. Kedua, kekuatan ekonomi sebagai kekuatan kelas menengah. Ketiga, kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kekuatan paling tinggi yang menentukan peradaban dunia mutakhir.

Baca Juga

Negara yang rendah kualitas ilmu pengetahuan dan teknologinya akan menjadi bangsa kuli, tidak disegani, dan tidak dihormati bangsa-bangsa lain. 

Posisinya pun selalu menjadi objek eksploitasi negara-negara maju. Dalam persaingan ekonomi tingkat dunia, negara-negara yang miskin inovasi teknologi hanya berpotensi sebagai pasar subur negara-negara maju yang tidak mampu bersaing di pasar global. 

Dalam hal kebudayaan, negara-negara yang rendah kualitas teknologinya menjadi inferior dan underestimate. Dalam aspek politik global, mereka tidak diperhitungkan.

Lihat saja, suara dari Liga Arab dan OKI (Organisasi Konferensi Islam) tidak mendapat respons serius dari negara-negara maju. Tapi, coba saja, kalau Rusia, Prancis, Inggris, dan China yang bersuara lantang, Israel dan Amerika akan meresponsnya. Kritik pedas bahkan demonstrasi anti-zionis di seluruh dunia tidak menyulutkan semangat Israel memborbardir Jalur Gaza yang baginya adalah penghalang utama menguasai daerah pendudukan tersebut.

Umat Islam di Jalur Gaza hanya bermodal tekad, semangat, dan pantang mundur menegakkan agama Allah dari serangan musuh. Dari kalkulasi matematis, Israel akan menang melawan Hamas walaupun di lapangan semuanya bisa terjadi, semua tergantung strategi dan taktik yang digunakan. Namun, harus diakui, agresi Israel ke Palestina ini membuat umat Islam hanya menjadi penonton dan objek pembantaian biadab.

Revolusi sains dan teknologi

Kalau negara-negara Islam ingin bersuara lantang menghadapi hegemoni Israel-Amerika, tidak ada cara lain, kecuali meningkatkan pengembangan sains dan teknologi mutakhir untuk mengimbangi kecanggihan teknologi negara-negara maju dari Amerika dan sekutunya.

Menurut Amich Alhumami (2008), sejarah kemajuan bangsa-bangsa di dunia merupakan sejarah tentang keunggulan sebuah peradaban yang unsur paling elementernya adalah sains teknologi. 

Pencapaian sains teknologi sangat tergantung pada daya dukung kelembagaan, terutama perguruan tinggi dan lembaga riset yang berfungsi sebagai pusat keunggulan. 

Perguruan tinggi dan lembaga riset merupakan bagian dari infrastruktur paling penting dalam proses pengembangan sains teknologi di negara-negara maju di Eropa dan Amerika.

 

Kedua institusi tersebut menempati posisi strategis karena memiliki dampak sangat luas dan berjangka panjang terhadap kemajuan bangsa. Bahkan, kemajuan ekonomi suatu negara dalam banyak hal bergantung pada perguruan tinggi dan lembaga riset sebagai pelopor pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi, yang memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi di negara bersangkutan.

Menyadari aspek ini, sejak beberapa dekade yang lalu, negara-negara Asia mencoba mengadaptasi tradisi pengembangan ilmu pengetahuan di negara-negara Barat dengan cara memperkuat perguruan tinggi dan lembaga research and development (R&D).

Di sinilah pentingnya sains dan teknologi. Dari sains teknologi inilah, akan ada inovasi teknologi persenjataan dan modernisasi industri dan lembaga pendidikan menuju satu era global yang sangat menantang dan kompetitif. Dalam konteks ini, dunia Islam mengalami awan hitam yang gelap.

Di tengah suram dan gelapnya potret umat Islam ini, Iran muncul sebagai kekuatan Islam yang menunjukkan kepada dunia bahwa umat Islam tidak akan pernah menyerah terhadap penjajahan Barat dalam segala aspek kehidupan. 

Umat Islam akan terus merumuskan langkah ke depan, mempercepat proses konsolidasi, dan melakukan aksi maksimal dalam memperjuangkan keadilan universal yang telah lama dirampas Barat. Barat tidak ingin disaingi dalam hal apa pun. Karena itu, akan mengancam eksistensi dan dominasinya terhadap dunia internasional.

Namun, Iran tidak peduli dengan ancaman itu. Negara yang terkenal dengan revolusi Islam 1979 dan tokoh kharismatiknya Ayatullah Khomeini yang menjungkirkan kekuasaan Raja Pahlevi yang didukung penuh AS itu ingin membangkitkan semangat juang umat Islam, membangunkan kesadaran dari tidur panjang umat ini, serta mengobarkan spirit kejayaan, keemasan, dan kemenangan umat Islam.

Iran ingin memberikan pelajaran kepada negara-negara Islam bahwa kita punya kekuatan dahsyat yang akan menandingi dan melampaui negara-negara maju jika mampu mengelola dan mengembangkannya secara progresif, produktif, dan kompetitif. Namun, jika umat ini pasif, stagnan, dan tidak kreatif dinamis, masa depan akan semakin suram dan penjajahan Barat tidak akan berkesudahan.

Barat akan terus melakukan eksperimentasi, riset, dan pengembangan bidang-bidang strategisnya, seperti persenjataan, ekonomi, teknologi, dan pendidikannya, tanpa henti. Hal ini tidak mungkin dikejar, kecuali umat ini bangkit mencurahkan semua kemampuan terbaiknya, baik secara individu maupun kelompok, membangkitkan potensi besar yang selama ini dilalaikan, dan menggapai prestasi eksponsional.

Di era modernisasi dan globalisasi sekarang ini, perang sesungguhnya bukanlah perang militer, perang yang sesungguhnya adalah perang teknologi, budaya, pendidikan, politik, dan ekonomi. Umat Islam harus secara masif dan eskalatif memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan, teknologi, ekonomi, dan budayanya.

Jangan sampai umat ini terbelenggu oleh problem dikotomi umum dan agama yang sudah usang. Juga, jangan sampai umat ini tertipu oleh terminologi fardlu ain (kewajiban personal) dan fardlu kifayah (kewajiban kolektif).

Karena menguasai sains teknologi, kedokteran, kedirgantaraan, otomotif, bahasa asing, dan peradaban global adalah umum dan fardlu kifayah, maka spirit mempelajari, mengkaji, mengembang kan, dan meningkatkannya secara masif eskalatif sangat rendah. Akhirnya, umat ini tidak maju. Malah terus di bawah ketiak Amerika dan sekutunya yang selalu menjadi tumbal keganasan dan ketamakannya.

 

*Jamal Ma'mur Asmani,  peneliti Cepdes (Center for Pesantren and Democracy Studies) Jakarta, naskah terbit 2009 di Harian Republika

 
Berita Terpopuler