Iran Ancang-Ancang Serang Israel, Negara-Negara Arab Ikut 'Panik' dan Ingatkan AS

Negara Arab menolak wilayahnya digunakan sebagai lokasi operasi militer AS ke Iran.

Leon Neal/ via AP
Putra Mahkota Mohammed bin Salman dari Arab Saudi.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Negara-negara monarki konstitusional di Timur Tengah mengingatkan Amerika Serikat (AS) untuk tidak menggunakan wilayah mereka sebagai pangkalan militer saat melakukan respons terhadap Iran jika Iran jadi melaksanakan serangan balasan ke Israel. Seorang pejabat senior AS mengungkapkan informasi itu kepada Middle East Eye (MEE), Sabtu (13/10/2024).

Baca Juga

Di tengah ketegangan yang terus meningkat di kawasan, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Oman, dan Kuwait menimbang ulang detail perjanjian mereka dengan AS terkait izin puluhan ribu tentara AS yang ditempatkan di wilayah mereka. Negara-negara Arab itu saat ini juga mencegah pesawat-pesawat tempur AS terbang di atas udara mereka jika nantinya melakukan serangan balasan Iran.

Diketahui, AS telah puluhan tahun berinvestasi membangun pangakalan-pangkalan militer di kawasan Teluk. Mengingat pangkalan-pangkalan militer itu berlokasi dekat dengan Iran, menjadi strategis bagi militer AS untuk melancarkan serangan ke Iran dari titik-titik tersebut.

Penolakan negara-negara Arab mengakibatkan persiapan AS saat ini menjadi kompleks. Apalagi, berdasarkan sumber kepada MEE, momen serangan Iran ke Israel diperkirakan semakin dekat.

 

"(Penolakan) Itu adalah sebuah kekacauan," kata pejabat senior AS kepada MEE.

 

Sumber MEE itu mengungkapkan ada tiga skenario Gedung Putih menyongsong serangan Iran. Pertama, Iran bisa menyerang Israel secara langsung dari teritori mereka. Opsi kedua, adalah serangan lewat proxy mereka seperti Houthi di Yaman dan Hizbullah di Lebanon. Yang ketiga, adalah kombinasi dari dua opsi tadi.

Iran diperkirakan juga bisa menyerang langsung kedutaan-kedutaan Israel di Timur Tengah. Tentara-tentara IDF yang kini berada di Gaza dan Tepi Barat juga bisa jadi sasaran dari rencana serangan Iran.

Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden telah menginformasikan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas komitmen bantuan AS. Namun, menurut sumber tadi, pemerintahan Biden saat ini terbelah atas level bantuan keamanan yang akan diberikan kepada Israel. Pemerintahan Biden saat ini juga dilaporkan khawatir lantaran eskalasi perang yang berpotensi melebar di Timur Tengah bersamaan dengan proses pemilu presiden di AS. 

 

AS saat ini sedikitnya memiliki 40 ribu pasukan di Timur Tengah. Meyoritas di antara ditempatkan di kawasan Teluk, khususnya di titik-titik pangkalan strategis laut dan udara.

Pangkalan udara di Arab Saudi contohnya, menjadi pangkalan ekspedisi udara ke-378 AS yang mengoperasikan jet tempur F-16 dan F-35. Di Pangkalan udara Al Dhafra di UEA, AS mengoperasikan drone MQ-9 Reaper dan beberapa jenis jet tempur. Begitu juga di Kuwait, di mana pangkalan edisi 386 AS berada.

Pangkalan udara Al Udeid di Qatar selain menjadi markas Pusat Komando AS, juga menjadi tempat berkantornya beberapa pejabat militer Israel. Bahrain pun kini menjadi tempat sekitar 9.000 tentara AS bermarkas di bawah Pusat Kendali Angkatan Laut AS. Adapun, Oman memperbolehkan militer AS melintas di atas udaranya dan menggunakan pangkalan laut untuk operasi.

Kawasan Timur Tengah dalam tingkat kewaspadaan tinggi sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2024. Setelah enam bulan respons Israel ke Gaza, ketegangan semakin meningkat dan Timur Tengah dalam ancaman peperangan yang kian meluas menyusul pengeboman udara oleh Israel ke kantor konsulat Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April lalu yang ikut menewaskan kepada IRGC di Suriah dan Lebanon, Jenderal Mohammad Reza Zahedi.

Pemimpin spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei sebelumnya telah bersumpah akan membalas serangan ke konsulat Iran di Suriah. Pada Rabu (10/4/2024) bertepatan dengan perayaan Idulfitri, Khamenei dalam pidatonya menegaskan bahwa Israel, "Harus dihukum."

 

 
Berita Terpopuler