Pengamat Nilai Sulit Buktikan Dugaan Kecurangan Pemilu Lewat Bansos di Sidang MK

Tudingan politisasi bansos di Pilpres 2024 dinilai pengamat baru sebatas argumentasi.

Republika/Prayogi
Suasana sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dengan pemohon pasangan no urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (2/4/2024). Agenda sidang lanjutan tersebut yaitu Pembuktian Pemohon (Mendengarkan keterangan ahli dan saksi Pemohon serta Pengesahan alat bukti tambahan Pemohon). Tim Hukum Ganjar-Mahfud menghadirkan 9 ahli dan 10 saksi dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tersebut.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Antara

Baca Juga

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai sulit untuk membuktikan dugaan kecurangan pemilu melalui bantuan sosial (bansos) pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi. Opini yang sama diutarakan oleh tim hukum pasangan calon nomor 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

"Bisa jadi memang sulit untuk bisa membuktikan tuduhan kecurangan melalui bansos. Oleh karena itu, patut kita cermati secara objektif dalam konteks mengamati dan menilai persidangan yang sedang berjalan," kata Ujang dihubungi di Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Menurutnya, tim hukum pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan kewalahan saat persidangan di MK. Tuduhan politisasi bansos sebagai salah satu alasan kemenangan Prabowo-Gibran, tambah Ujang, sejauh ini belum ada bukti yang cukup sehingga tudingan tersebut hanya bersifat argumentasi.

Argumentasi itu mudah dipatahkan sebagaimana telah disampaikan tim hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, bahwa masih banyak daerah atau wilayah yang tidak tersentuh bansos, tetapi hasilnya Prabowo-Gibran tetap menang telak. Bahkan, kata Ujang, tidak hanya di pelosok daerah yang tidak terjangkau bansos, sama halnya dengan daerah pemilihan luar negeri yang jelas tidak ada bansos, namun Prabowo-Gibran tetap unggul.

"Di luar negeri 02 menang banyak suaranya dari 01 dan 03, tidak diberi bansos. Jadi, itu juga menjadi dalil kedua untuk membantah tuduhan-tuduhan soal bansos, baik dari capres 01 maupun 03," ujarnya.

Ujang menyebut posisi Prabowo-Gibran masih di atas angin karena posisinya di MK lebih kuat dibandingkan pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Secara hukum, Ujang berpendapat alasan bansos sebagai dasar untuk menuntut diskualifikasi Prabowo-Gibran dan meminta pemilu ulang memiliki argumentasi yang sangat lemah.

"Bansos disalurkan oleh pemerintah untuk membantu masyarakat yang membutuhkan, bukan untuk memenangkan pasangan calon tertentu," katanya.

Ujang menegaskan ada atau tidak adanya pemilu, bansos memang sejatinya dibutuhkan oleh masyarakat karena masih banyak yang harus dibantu oleh pemerintah.

Raihan Suara Parpol di Pemilu 2024 - (Infografis Republika)

 

Menurut Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, tudingan bahwa Prabowo-Gibran menang Pilpres 2024 karena ada kecurangan bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) tidak terbukti. Sebab, saksi fakta yang dihadirkan oleh pasangan Ganjar-Mahfud tidak bisa membuktikan tudingan tersebut.

Yusril membuat kesimpulan tersebut setelah menyimak penjelasan dari 10 saksi yang dihadirkan kuasa hukum Ganjar-Mahfud dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Selasa (2/4/2024). Yusril menjelaskan, para saksi memang menyampaikan terjadi pelanggaran tertentu di tempat tinggalnya masing-masing.

Namun, hampir semua saksi mengakui pula bahwa pelanggaran itu sudah dilaporkan ke Bawaslu. "Artinya, persoalan itu sudah selesai. Jadi tidak bisa lagi dibawa ke MK," ujarnya usai sidang.

Dari sisi substansi, Yusril menyebut keterangan dari semua saksi itu tidak cukup membuktikan telah terjadi pelanggaran TSM. Dua saksi di antaranya memang menyebutkan ada pembagian beras berstiker Prabowo-Gibran di Pandeglang, Banten dan Medan, Sumatera Utara, tapi mereka tidak bisa menjelaskan asal usul beras tersebut.

Dalam kasus di Pandeglang, kata Yusril, saksi atas nama Dadan Aulia Rahman hanya mengatakan bahwa beras dibagikan oleh pensiunan TNI bernama Yosep. "Apakah dia (Yosep) terafiliasi oleh partai tertentu ataukah dia bagian dari tim kampanye nasional paslon tertentu, oleh saksi mengatakan kami juga tidak tahu," ujar Yusril.

Dalam kasus di Medan, lanjut dia, saksi atas nama Suprapto sampai membawa karung beras berstiker Prabowo-Gibran ke dalam ruang sidang MK. Hanya saja, dia menyatakan tidak ada keharusan untuk memilih pasangan capres-cawapres tertentu dari si pemberi beras.

Karena itu, Yusril berpendapat bahwa pembagian sembako dalam dua kasus tersebut belum cukup untuk membuktikan bahwa telah terjadi pelanggaran TSM. Pasalnya, bukti pelanggaran TSM itu sifatnya kuantitatif, bukan kualitatif.

"Dua karung beras dibawa ke sidang MK, ini mau digeneralisasi menjadi pelanggaran masif di seluruh Indonesia, saya kira sangat jauh dari kenyataan," kata pakar hukum tata negara itu.

Menurut dia, kecurangan bisa disebut TSM apabila di 50 persen kecamatan terjadi pelanggaran dalam gelaran pilkada di suatu kabupaten. Dalam konteks Pilpres 2024 di mana terdapat 38 provinsi, tentu pelanggaran di beberapa desa seperti Pandeglang, Medan, dan Gunungkidul bukan kecurangan TSM.

"Kami tetap berkeyakinan bahwa tidak cukup bukti adanya pelanggaran TSM dalam Pilpres 2024," kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu.

Saksi atas nama Suprapto diketahui membawa satu karung beras berlogo Bulog yang ditempeli stiker pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran ke ruang sidang MK. Dia bercerita, beras tersebut ia dapatkan dari kepala lingkungan bernama Supriyadi pada masa kampanye Pilpres 2024. 

Supriyadi memberikan beras itu kepada istri Suprapto. Suprapto dari dalam kamar mendengar Supriyadi menyebut bahwa, "Ini ada beras bansos, tapi nanti untuk 02 ya jangan lupa".

Suprapto langsung keluar kamar karena amarahnya memuncak dengan alasan dirinya mantan pengurus anak cabang PDIP. Suprapto mengaku langsung menegur Supriyadi, sehingga Supriyadi pergi tanpa membawa beras itu kembali.

Karikatur Opini Republika : Nasehat Presiden - (Republika/Daan Yahya)

 
Berita Terpopuler