Mabes TNI AD: 13 Tersangka Penganiayaan Warga Papua Ditahan di Instalasi Militer Maksimum

Sebanyak 13 prajurit tersangka itu dilakukan penahanan di tahanan militer di Jabar.

Republika/Bambang Noroyono
Pangdam XVII Cenderawasih Mayor Jenderal (Mayjen) Izak Pangemanan menyampaikan permintaan maaf atas peristiwa penyiksaan orang asli Papua (OAP) yang dilakukan Batalyon Yonif 300 Raider Braja Wijaya
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) turut meminta maaf atas peristiwa penyiksaan yang dilakukan para prajurit Yonif 300 Raider/Braja Wijaya terhadap orang asli Papua (OAP).

Baca Juga

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Angkatan Darat (AD) Brigadir Jenderal (Brigjen) Kristomei Sianturi memastikan proses hukum di internal kemiliteran sudah menetapkan 13 prajurit dari Kodam III Siliwangi, Jawa Barat (Jabar) itu sebagai tersangka.

“Berkaitan dengan video kekerasan berupa penyiksaan yang dilakukan oleh prajurit TNI di Pos Gome, Bapak Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan, atas kejadian tindak kekerasan yang dilakukan oleh prajurit TNI dari Yonif 300 Raider ini,” kata Brigjen Kristomei saat konfrensi pers di Markas Subden Denma Mabes TNI di Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024).
 
TNI AD, kata Brigjen Kristomei, memastikan akan menindak tegas para prajurit yang melakukan penyiksaan itu. Dari pemeriksaan internal yang dilakukan oleh POMDAM Siliwangi terhadap 42 prajurit Yonif 300 Raider/Braja Wijaya terungkap 13 personel di antaranya yang terbukti terlibat, dan pelaku penganiayaan tersebut.
 
“Dari 42 prajurit yang sudah dilakukan pemeriksaan, sudah ditemukan 13 prajurit yang benar-benar terbukti melakukan tindakan kekerasan seperti dalam video yang beredar di masyarakat,” kata Brigjen Kristomei.
 
“Semuanya adalah prajurit dari Yonif 300. Dan saat ini sudah dilakukan penahanan di instalasi tahanan militer maksimum sekuriti di POMDAM III Siliwangi. Dan selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka,” ujar dia menambahkan.
 
Brigjen Kristomei menerangkan, 13 prajurit tersangka itu dilakukan penahanan di tahanan militer di Jabar, karena satuan asalnya berasal dari Kodam III Siliwangi. Batalyon Yonif 300 Raider Braja Wijaya, kata dia, sejak awal Maret 2024 lalu sudah ditarik kembali ke Cianjur, Jabar setelah bertugas sembilan bulan di wilayah Papua.

Adapun kejadian penyiksaan yang terekam video tersebut, terjadi pada 3 Februari 2024 di Pos Gome, Puncak, Papua Tengah. “Dan Bapak Pangdam (Cenderawasih, Mayor Jenderal Izak Pangemanan) sudah mengirimkan surat ke Kodam III Siliwangi untuk penanganan terhadap tersangka ini,” ujar dia.
 
Mabes TNI AD, lanjut Brigjen Kristomei bakal menjadikan peristiwa penyiksaan OAP tersebut sebagai bahan untuk evaluasi internal. Karena selama ini, kata Brigjen Kristomei, dalam setiap penugasan, maupun perbantuan personel militer ke Papua turut disertai dengan pemahaman hukum dan hak asasi manusia (HAM), termasuk humaniter yang menjadi acuan bagi militer dalam operasi-operasi.
 
“Peristiwa ini akan kami jadikan bahan evaluasi, dan introspeksi untuk terus melakukan pengawasan-pengawasan, dan pengendalian terhadap prajurit TNI Angkatan Darat yang bertugas di lapangan di Papua,” ujar dia.
 
Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen Izak Pangemanan selaku penguasa militer di Papua, pun menyampaikan maafnya. “Saya sebagai Pangdam XVII Cenderawasih meminta maaf kepada seluruh masyarakat di Papua atas perbuatan tersebut,” kata Mayjen Izak.
 
Permintaan maaf dari Mayjen Izak kali ini, merupakan perubahan sikapnya setelah beberapa hari lalu, dirinya yang keras membantah keaslian video penyiksaan oleh prajurit TNI tersebut. Bahkan Mayjen Izak sebelumnya menegaskan video tersebut adalah hasil editan hasil dari propaganda kelompok separatisme Papua Merdeka.
 
Akan tetapi, Mayjen Izak menerangkan, klaimnya beberapa hari lalu itu ketika belum ada penyelidikan dan investigasi internal. “Sekali lagi saya minta maaf kepada seluruh masyarakat, dan khususnya masyarakat di Papua. Dan saya berjanji ke depan, akan meningkatkan pengawasan sehingga kejadian-kejadian seperti ini terulang lagi,” begitu kata Mayjen Izak. Pangdam mengakui, penyiksaan tersebut sebagai perbuatan yang mencoreng nama institusi TNI. Pun dikatakan dia, peristiwa penyiksaan tersebut mengancam upaya TNI untuk memberikan rasa damai di Bumi Cenderawasih. 
 
“Saya sebagai Pangdam XVII Cenderawasih atas nama TNI, atas nama TNI Angkatan Darat, mengakui bahwa perbuatan (penyiksaan) ini tidak dibenarkan, perbuatan ini melanggar hukum, perbuatan ini sangat mencoreng nama baik TNI, perbuatan ini mencoreng upaya penanganan konflik di Papua,” begitu kata Mayjen Izak. 
 
Sebelumnya beredar video penyiksaan yang dilakukan oleh anggota TNI terhadap pemuda OAP. Dalam video pertama yang berdurasi 1 menit 1 detik memperlihatkan adegan seorang AOP dengan kondisi tangan terikat di bagian belakang, dan bertelanjang dada dimasukkan ke dalam sebuah drum berisi air jernih.
 
Lalu sekitar empat anggota TNI melakukan penyiksaan terhadap orang dalam drum tersebut dengan cara memukul bagian kepala, dan wajah OAP itu dengan kepalan dangan dan siku. Lalu anggota TNI lainnya melakukan tendangan keras ke bagian wajah orang dalam drum tersebut sampai berdarah-darah dan tak berdaya. 
 
Anggota TNI lainnya, pun ada yang menyiksa dengan cambuk. Lalu di antara anggota TNI tersebut ada yang memukul wajah AOP tersebut dengan memaki-maki menggunakan kata-kata binatang. Anggota penyiksa lainnya, ada juga yang menyuruh anggota penyiksa lainnya untuk bergantian. Dalam video kedua dengan durasi yang lebih pendek, memperlihatkan OAP yang berada dalam drum tersebut mendapatkan penyiksaan berupa punggungnya yang disayat-sayat menggunakan sangkur. Pelaku penyiksaan dengan pisau militer itu, pun menusuk-nusuk bahu bagian belakang OAP tersebut sampai mengeluarkan darah.
 

 
Berita Terpopuler