Indonesia Bisa Miliki 61 Persen Saham Freeport, Begini Caranya

Pemerintah melakukan penyesuaian guna mewujudkan kepastian investasi berkelanjutan.

ANTARA/Dian Kandipi
Pekerja melintasi areal tambang bawah tanah Grasberg Blok Cave (GBC) yang mengolah konsentrat tembaga di areal PT Freeport Indonesia, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, Rabu (17/8/2022).
Rep: Iit Septyaningsih Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, Pemerintah Indonesia bisa menjadi pemilik saham terbesar PT Freeport Indonesia. Tepatnya hingga 61 persen.

Baca Juga

Dia menjelaskan, peningkatan perolehan saham tersebut dapat terwujud jika Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara diselesaikan. Dalam revisi itu, kata dia, pemerintah melakukan penyesuaian guna mewujudkan kepastian investasi berkelanjutan.

Pemerintah, sambungnya, sudah melakukan rapat terbatas, maka proses keputusannya bakal dipercepat. "Jadi, PP 96 ini kita melakukan penyesuaian-penyesuaian, percepatan-percepatan dalam rangka memberikan kepastian investasi yang berkelanjutan," tutur dia.

Lebih lanjut, dirinya mengatakan, penyesuaian yang dilakukan pemerintah dalam PP 96 untuk mengakuisisi Freeport yakni mengubah syarat perpanjangan kontrak perusahaan guna memaksimalkan keuntungan yang didapat bagi Indonesia. Terkait syarat perpanjangan yang sebelumnya paling cepat lima tahun diubah karena ini terintegrasi dengan smelter.

"Kedua, karena itu lima tahun, kita punya produksi Freeport tahun 2035 tersebut sudah mulai menurun. Sementara eksplorasi underground minimal 10 tahun," jelasnya.

Nantinya, kata dia, aturan tersebut tidak hanya diberlakukan spesifik kepada suatu perusahaan saja. Melainkan, Kementerian Investasi akan menerapkan asas perlakuan sama rata guna mewujudkan ekosistem investasi berkelanjutan di Tanah Air. 

 
Berita Terpopuler