Tiap Orang Punya Masalah, Psikolog: Usahakan Punya Satu Sosok Tepercaya Buat Tukar Pikiran

Tidak semua orang punya sahabat untuk diajak bertukar pikiran.

Pixabay
Perempuan depresi (Ilustrasi). Setiap orang memerlukan orang lain untuk bertukar pikiran, terutama ketika ada masalah pelik yang tak bisa diselesaikan sendiri.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap orang perlu setidaknya mempunyai satu sosok tepercaya untuk bisa diajak berbicara. Sosok itu penting untuk bertukar pikiran ketika orang dirundung masalah.

"Keberadaan orang itu membantu kita untuk bertukar pikiran. Tak usah banyak, bahkan kalau punya satu, juga tak apa," kata psikolog klinis dari RS Pluit, Jakarta, Nirmala Ika, saat dihubungi, di Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Pernyataan itu untuk menanggapi gejala di masyarakat akhir-akhir ini tentang mudahnya seseorang mengambil keputusan bunuh diri, bahkan bersama keluarga seperti yang terjadi di Penjaringan, Jakarta Utara. Seseorang ini, lanjutnya, tak mesti teman dekat, bisa juga psikolog, terapis, atau bahkan tokoh agama yang bisa menjadi pendengar.

"Tapi pastikan orang-orang itu bisa dipercaya dan dia tahu akan membawanya ke jalan yang benar. Dia tahu orang ini yang akan mengarahkan saya, bukan makin menjerumuskan," ujar psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.

Bagaimana jika kita tak mudah berteman, tak punya sahabat? Ika mengakui untuk menemukan sosok ini, orang yang bahkan mengaku tak bisa berteman, pun mau tak mau harus berusaha keras.

Baca Juga

Bagaimana jika orang tua atau keluarga tak bisa masuk kriteria? Ika merekomendasikan untuk menghubungi rekan kerja, semisal dari divisi sumber daya manusia (SDM) atau HRD di kantor.

"Bahkan, kalau di kantor HRD misalnya. Usahakan, minimal ada (tempat bicara) walaupun mungkin tidak harus dekat karena tidak semua orang bisa punya bestie (sahabat)," kata Ika.

Orang juga perlu menyadari sejumlah tanda bahwa dirinya tak mampu menyelesaikan masalahnya seorang diri, sehingga membutuhkan bantuan orang lain. Tanda ini, yakni saat dia mulai menyakiti orang lain atau diri sendiri.

Menurut Ika, menyakiti diri tidak harus sampai membuat sayatan di tangan. Bentuknya bisa dimulai dari hilangnya keinginan merawat diri dan marah kala bertemu orang lain.

"Atau orang-orang sekitar sudah berkomentar, 'Lo kok sekarang pemarah ya', karena kita tidak sadar. 'Kok kamu berubah sekarang jadi lebih tidak sabaran'. Ketika itu terjadi, lebih baik, kita mencari bantuan (profesional)," kata Ika.

 
Berita Terpopuler