Mengapa Terjadi Anomali Teori Efek Ekor Jas, Ganjar-Mahfud Kalah di Bali?

Teori efek ekor jas tidak berlaku di Bali saat PDIP unggul, Ganjar-Mahfud kalah.

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Petugas melaksanakan rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 di tingkat kecamatan di Denpasar, Bali, Selasa (20/2/2024). Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali melanjutkan kembali tahapan rekapitulasi penghitungan suara pemilu presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota tingkat panitia pemilihan kecamatan (PPK) di seluruh wilayah Bali setelah sempat dihentikan sementara sejak Ahad (18/2) karena proses sinkronisasi data Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti

Baca Juga

Pengamat senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menanggapi ihwal perolehan suara PDIP yang unggul di Provinsi Bali, namun paslon yang diusung, Ganjar Pranowo-Mahfud MD justru kalah. Menurut Siti, ada anomali pada teori efek ekor jas (coattail effect) dalam fenomena tersebut. 

Siti mengaku juga mempertanyakan mengenai fenomena di Bali. Ia mengambil gambaran bahwa berdasarkan studi empirik Pilkada di ribuan provinsi, kabupaten, dan kota menunjukkan bahwa dalam Pilkada yang menentukan kemenangan adalah sosok calon kepala daerah. Artinya sosok calon sangat menentukan, sementara partai politik (parpol) hanya menyempurnakan kemenangan.

“Tapi kasus Pilpres dan Pileg serentak 2024 terkesan menunjukkan anomali. Asumsinya teorinya, dengan pemilu serentak itu partai-partai yang mendukung calon yang bisa memenangkan Pilpres akan mendapatkan efek ekor jas atau coattail effect,” kata Siti kepada Republika, Senin (11/3/2024).

Menurut analisisnya, fenomena PDIP menjadi parpol yang unggul sementara suara Ganjar-Mahfud kalah, menggambarkan tidak berjalannya konsep tersebut. Teori itu dinilai tidak berlaku di Provinsi Bali.

“Kejadian di Bali menunjukkan hal yang tidak seiring dengan teori atau asumsi tersebut. PDIP memenangkan suara di Bali, tapi paslon 03 Ganjar-Mahfud kalah, pertanyaannya apa yang salah dengan fenomena Bali tersebut?” ujar Siti.

Lebih lanjut, Siti menilai hal itu karena dinamika perpolitikan di Indonesia yang sangat kontekstual. Secara tegas, Siti menduga fenomena tersebut terjadi karena ada banyak pelanggaran hukum yang terjadi sepanjang Pemilu 2024.

“Sebagaimana yang disampaikan banyak kalangan saat ini sehingga kompetisinya tidak sehat dan politik menghalalkan semua cara,” tegasnya.

Saat ditegaskan kembali bahwa sebab terjadi anomali efek ekor jas di Provinsi Bali, Siti pun menegaskan soal kompetisi yang berjalan secara tidak sehat dalam Pemilu serentak 2024 diduga kuat menjadi faktornya

“Realitasnya seperti itu (kompetisi tidak sehat),” tuturnya.

 

 

Hsil hitung cepat atau quick count Pilpres 2024. - (Republika)

 

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin juga menyoroti kekuatan partai politik (parpol) di Provinsi di Bali dibandingkan sosok capres-cawapres yang dicalonkan dalam Pilpres 2024. “Soal identitas partai atau kekuatan PDIP jago di Bali karena Bali itu ‘merahnya’ sangat jelas. Karena trah Soekarno (Presiden RI ke-1 yang juga ayah pendiri PDIP Megawati Soekarnoputri) leluhurnya di Bali, jadi secara identitas kepartaian atau kekuatan partai, tidak bisa dikalahkan,” kata Ujang kepada Republika, Senin (11/3/2024).

Sementara itu, saat berbicara soal capres-cawapres yang diusung, hal itu menjadi pertimbangan tersendiri untuk masyarakat di Bali. Sehingga sekalipun para pemilih di Bali telah menjatuhkan pilihan pada PDIP di Pileg, belum tentu mereka memilih paslon Ganjar-Mahfud.  

“Kalau soal calonnya beda lagi. Dalam pemilihan yang sifatnya tertutup dan rahasia pemilih di Bali mencoblos partainya sebagai partai yang katakanlah pilihannya tapi pada saat yang sama tidak memilih capres dan cawapres, di situlah sebenarnya kekuatan identitas kepartaian lebih bagus dan lebih kental di Bali dibandingkan mereka harus mencoblos kandidat yang diusung PDIP,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ujang menyebut hal itu dipengaruhi pula oleh sosok figur capres-cawapres bagi masyarakat Bali. Menurutnya, kemungkinan mayoritas pemilih di Bali cenderung menyenangi figur paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, seiring dengan kemenangan mutlak paslon 02.

“Saya melihat figuritas Ganjar-Mahfud mungkin masih bisa dikalahkan oleh Prabowo-Gibran, ibaratnya ‘ya sudahlah kita coblos partainya, tapi untuk capres-cawapresnya 02’ bisa saja terjadi. Dan dalam konteks itu identitas partai di Bali lebih kuat dibandingkan figure capres-cawapres sehingga partai dicoblos, tapi capres-cawapres yang dipilih yang lain, yakni 02,” jelasnya.

 

Sebelumnya diketahui, PDIP menang telak dalam Pileg DPR di Provinsi Bali. Kendati begitu, pasangan capres-cawapres yang diusung PDIP, Ganjar-Mahfud, ternyata kalah di Pulau Dewata.

Raihan suara PDIP dan Ganjar-Mahfud itu diketahui setelah KPU menetapkan hasil Pemilu 2024 Provinsi Bali dalam rapat rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional yang digelar di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Ahad (10/3/2024).

PDIP dan sembilan calegnya total meraih 1.290.884 suara. Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu unggul telak hampir empat kali lipat dibandingkan peraih suara terbanyak kedua, yakni Partai Golkar yang mendulang 333.521 suara.

Dengan raihan suara sebesar itu, PDIP akan memenangkan lima kursi anggota DPR dari total sembilan kursi yang diperebutkan di Daerah Pemilihan (Dapil) Bali. Empat kursi lainnya didapatkan masing-masing satu oleh Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, dan Nasdem. Raihan kursi itu diketahui setelah Republika mengonversi total suara PDIP menjadi perolehan kursi menggunakan metode Sainte Lague, rumus resmi yang diatur dalam UU Pemilu.

Namun, saat PDIP mendominasi Pileg 2024 di Bali, Ganjar-Mahfud justru kalah. Pasangan nomor urut 3 itu tercatat meraih 1.127.134 suara atau 42,04 persen dari total suara sah. Pemenang Pilpres 2024 di Bali adalah pasangan Prabowo-Gibran yang mendulang 1.454.640 suara atau 54,25 persen. Sementara itu, pasangan Anies-Muhaimin hanya mendapatkan 99.233 suara atau 3,7 persen. 

Pada hari pencoblosan 14 Februari 2024 lalu, Ketua DPD PDI Perjuangan Bali Wayan Koster pernah mengakui perolehan suara sementara berdasarkan hasil hitung cepat untuk pasangan capres-cawapres nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud Md masih jauh dari target. Padahal, Koster sebelumnya menargetkan dengan kemenangan Jokowi yang diusung PDI Perjuangan hingga 92 persen pada Pemilu 2019, maka Ganjar-Mahfud dapat meraih  95 persen.

“Kalau melihat hitung cepat itu ya jauh. Harus semangat ini namanya ujian,” kata Koster dikutip Antara di Denpasar, Rabu malam.

Lonjakan suara PSI dan Partai Gelora. - (Republika)

 
Berita Terpopuler