Brasil Lepas Nyamuk Rekayasa Genetika untuk Melawan Demam Berdarah

Nyamuk hasil rekayasa genetika dilepaskan di Brasil untuk mengurangi penyebaran infeksi virus demam berdarah.

network /Ilham Tirta
.
Rep: Ilham Tirta Red: Partner

Brasil menyebarkan nyamuk Aedes aegypti untuk melawan darurat penyakit demam berdarah (ilustrasi). Gambar: Republika

DIAGNOSA -- Para ilmuwan di Brasil melepaskan nyamuk hasil rekayasa genetika ke berbagai kota untuk memerangi lonjakan kasus demam berdarah di negara tersebut. Lebih dari 1 juta kasus infeksi virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti telah dilaporkan dalam dua bulan pertama tahun 2024 ini.

Jumlah itu 226 persen lebih banyak dibandingkan yang dilaporkan pada periode yang sama pada 2023. Berbagai kota berada dalam keadaan darurat. Misalnya, pada Februari, Rio de Janeiro menyatakan wabah demam berdarah dengue (DBD) sebagai darurat kesehatan masyarakat. Menurut Associated Press, kota tersebut mencatat lebih dari 42.000 kasus penyakit tersebut sejak awal tahun.

Hampir separuh penduduk dunia tinggal di daerah yang berisiko tertular demam berdarah. Di Brasil, penyakit itu bersifat endemik, artinya terus beredar.

Antara tahun 2003 dan 2019, lebih dari 11 juta kasus dilaporkan di negara tersebut, dengan puncak penularan terjadi selama musim hujan, Oktober hingga Mei. Namun, wabah yang luar biasa besarnya terjadi setiap tiga hingga empat tahun sekali .

Hanya 1 dari 4 orang yang terinfeksi virus dengue mengalami gejala penyakit, antara lain demam, sakit kepala, dan mual. Gejala-gejala itu umumnya hilang dalam dua hingga tujuh hari.

Namun, penyakit ini terkadang bisa berkembang dan menjadi parah, menyebabkan rawat inap dan kemungkinan kematian. Tidak ada pengobatan khusus untuk infeksi tersebut.

Sebaliknya, perawatan medis bertujuan meringankan rasa sakit pasien dan mempertahankan fungsi vital mereka. Penyakit ini tidak bisa menular secara langsung dari orang ke orang.

Merekayasa Gen Aedes aegypti

Otoritas kesehatan di Brasil sedang menguji pendekatan alternatif untuk mengendalikan penyebaran penyakit tersebut, selain meluncurkan vaksin. Strategi itu mencakup penggunaan nyamuk hasil rekayasa genetika, sebuah upaya yang dipelopori perusahaan bioteknologi Oxitec.

Perusahaan tersebut membiakkan nyamuk Aedes aegypti jantan. Nyamuk itu dimodifikasi secara genetik untuk membawa gen pembunuh keturunan betina yang mereka hasilkan sebelum usia dewasa.

Demam berdarah menyebar hanya melalui gigitan nyamuk A aegypti betina. Melepaskan nyamuk yang telah dimodifikasi bisa membantu mengurangi jumlah hama yang bisa menyebarkan virus ke manusia.


Telur nyamuk jantan modifikasi Oxitec ditempatkan di dalam kotak dan diinstruksikan untuk menetas dengan penambahan air. Nyamuk A aegypti biasanya bertelur di air yang tergenang, khususnya di dinding bagian dalam wadah yang menampung air, seperti mangkuk atau ban. Karena itu, kotak Oxitec meniru apa yang terjadi di alam liar.

"Nyamuk yang dimodifikasi menyelesaikan siklus di dalam kotak-kotak ini dalam waktu sekitar sepuluh hari dan nyamuk dewasa keluar untuk melakukan tugasnya," kata manajer umum Oxitec, Natalia Ferreira kepada Reuters di Brasil.

Pendekatan itu, kata Ferreira, bisa mengurangi jumlah populasi A aegypti hingga 90 persen di wilayah nyamuk rekayasa dilepaskan. Menurut laporan Reuters, Oxitec melepaskan mereka ke sejumlah kota di Brasil, termasuk Suzano di negara bagian Sao Paulo, yang mengumumkan keadaan darurat demam berdarah pada Februari.

Brasil bukanlah negara pertama yang menerima hama buatan Oxitec. Pada tahun 2021 misalnya, nyamuk A aegypti hasil rekayasa genetika dilepaskan di AS untuk mengurangi jumlah nyamuk liar penyebab penyakit di Florida Keys.

Secara terpisah, para ilmuwan dengan sengaja menginfeksi nyamuk di beberapa wilayah di dunia, termasuk Brasil dan AS, dengan sejenis bakteri yang disebut Wolbachia. Hal itu untuk mengurangi kemampuan nyamuk menyebarkan demam berdarah.

Efek Samping

Ada kekhawatiran nyamuk hasil rekayasa genetika itu bisa menghasilkan keturunan yang mampu bertahan hidup dan mewariskan gen mereka kepada nyamuk asli. Hal itu dikhawatirkan membawa konsekuensi logis yang belum diketahui. Namun sejauh ini, belum ada bukti yang menunjukkan hal itu membahayakan manusia. Sumber: Live Science

 
Berita Terpopuler