Masyarakat Diajak Awasi Jalannya Pemerintahan Usai Pemilu

Perlu dilakukan edukasi agar masyarakat memiliki demand besar terhadap krisis iklim.

Republika/Fernan Rahadi
acara Diskusi & Pemutaran Film bertema Malam Mingguan - #pilahpilih untuk Masa Depan di Sleman Creative Space, Yogyakarta, Sabtu (10/2/2024).
Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menjelang hari pemilihan umum pada Rabu (14/2/2024) mendatang masyarakat kembali diingatkan agar memilih pemimpin yang bisa mewakili aspirasi rakyat. Akan tetapi lebih dari itu, yang terpenting adalah mengawasi jalannya pemerintahan usai berlangsungnya Pemilu 2024.

"Pemilu itu sejatinya bukan peristiwa luar biasa. Itu hanyalah hari di mana politisi meminta mandat dari rakyat. Yang terpenting usai pemilu kerja-kerja kita mengawasi pemerintahan harus tetap dilakukan," ujar akademisi Fisipol UGM, Abdul Gaffar Karim, pada acara Diskusi & Pemutaran Film bertema ‘Malam Mingguan - #pilahpilih untuk Masa Depan’ di Sleman Creative Space, Yogyakarta, Sabtu (10/2/2024).

Abdul Gaffar juga meminta masyarakat tak lagi sibuk memberikan pembelaan terhadap penguasa seperti yang terjadi 10 tahun terakhir ini. Ia mengungkapkan masyarakat belakangan ini sering membela presiden, kepala-kepala daerah, dan penguasa-penguasa lain namun melupakan bahwasanya tugas kita adalah mengawasi mereka.

"Padahal mereka yang sudah diberi mandat itu sudah diberi gaji, diberi fasilitas, dan lain-lain. Tidak perlu kita tambah lagi dengan memberikan mereka pembelaan," kata Abdul Gaffar.

Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih, Sana Ullaili, yang mengatakan bahwa masyarakat tidak boleh berhenti pada peristiwa 14 Februari 2024 mendatang. Karena siapa pun yang menang tugas masyarakat adalah mengawal program-program yang dijanjikan.

"Sudah cukup sembilan tahun kita terlena dengan pemerintahan Jokowi. Sudah saatnya kita menjadi warga yang kritis, sudah waktunya kita hapus segala macam gimmick-gimmick politik,” katanya. 

Co-inisiator pilahpilih.id, Michelle Winowatan, juga sepakat bahwa masyarakat tidak boleh berhenti pada Pemilu 2024. Karena menurut dia jika masyarakat berhenti pada pemilu maka Indonesia bisa kehilangan demokrasi.

"Saya paham bahwa pemilu kali ini melelahkan, dan memang tujuan mereka agar kita menjadi lelah. Oleh karena itu teman-teman jangan lupa istirahat. Setelah kita kita lanjutkan kerja-kerja kita untuk mengawasi kekuasaan karena bagaimanapun kita yang memberi mereka mandat," tutur Michelle.

Isu Krisis Iklim...

 

Michelle pun kembali memaparkan hasil survei pilahpilih.id yang mengungkapkan sebanyak sembilan dari 10 pemilih muda khawatir dengan isu lingkungan.  Survei yang sama pun juga menunjukkan bahwa isu lingkungan menjadi faktor kunci pemilih muda di pemilu tahun ini. 

"Anak muda nantinya 20-30 tahun ke depan akan berhadapan dengan berbagai bencana dan akibat lainnya kalau krisis iklim ini tidak ditangani, itu mengapa isu iklim dan lingkungan harus menjadi isu prioritas pemilih muda di antara agenda-agenda politik yang berkompetisi satu dengan yang lain," ujar Michelle.

Sementara itu, Abdul Gaffar, menyayangkan karena tidak ada satu pun calon presiden dan wakil presiden yang memiliki perhatian serius pada krisis iklim. Hal ini, kata dia, tak lepas dari hakikat politik Indonesia hari ini yang ibarat barang dagangan.

"Kenapa mereka (paslon capres dan cawapres-Red) tidak bicara krisis iklim? Karena demand-nya tidak ada. Masyarakat kita cenderung mengabaikan isu iklim," kata Abdul Gaffar menegaskan.

Abdul Gaffar memaparkan hanya 15 persen pemilih memandang isu iklim penting. Sedangkan hanya 12 persen yang sudah sadar bahwa krisis iklim itu berbahaya. Ia mengungkapkan bahwa yang isu yang paling banyak diinginkan pemilih adalah lowongan kerja dan pemenuhan kebutuhan primer.

"Memang menyedihkan sekali negeri kita. Oleh karena itu mari kita perkuat edukasi publik tentang krisis iklim agar masyarakat kita memiliki demand yang besar terhadap krisis iklim," kata pengajar Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM itu.

Sana Ullaili pun menambahkan setelah ditelaah ia menyimpulkan bahwa para paslon capres dan cawapres berbicara isu lingkungan yang tak jauh-jauh dari aspek ekonomi.  Oleh karena itu, anak muda perlu memastikan sistem yang ada di belakang masing-masing calon. Sehingga tidak terjebak hanya pada gimmick dan pada satu sosok tertentu. 

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya untuk tetap fokus dan konsisten menyuarakan isu-isu lingkungan ini setelah pemilu. "Kalau menempatkan isu lingkungan sebagai collective demand sangat mungkin dalam 2-5 tahun yang akan datang kita bisa membatalkan semua regulasi yang mengeksploitasi alam, tapi kita butuh kekuatan masyarakat atau people power. Sama-sama kita kritisi, lihat rekam jejak mereka, dan siapa pun yang menang kita harus kawal dengan menjadi warga yang kritis," ujarnya.  

Film Pendek...

 

Pilihpilih.id juga bekerja sama dengan sineas muda untuk membuat iklan layanan masyarakat yang bertujuan mendorong pemilih muda menggunakan hak pilihnya dengan bijak. Termasuk dengan memilih pemimpin yang memprioritaskan isu iklim dalam visi misi dan rencana kerja mereka. 

Direktur Eksekutif KDM Cinema dan inisiator Youth Screen, Suluh Pamuji mengatakan event ini merupakan yang kelima kalinya digelar. Program ini dimaksudkan untuk mendekatkan film pendek dengan pemilih muda khususnya setingkat SMA/SMK dan sederajat. Sehingga mereka bisa mendapatkan akses tontonan yang muatannya mengandung pendidikan, hiburan, dan memantik daya kritis mereka.  

"Ini secara kebetulan di awal-awal karena konteksnya tahun 2024 adalah pemilu, maka program ini bisa dipertajam agar lebih kontekstual. Di volume lima ini isu lingkungan menjadi penting karena di setiap daerah itu punya masalahnya sendiri-sendiri,”"katanya.  

 

Sebanyak dua film pendek yang diputar pada sesi ini adalah Laut Masih Memakan Daratan dan Bersama Membangun Negeri. Film pertama bercerita tentang perjalanan seorang anak muda ke kampung halamannya di Demak, Jawa Tengah yang sudah tenggelam ditelan banjir rob.  Sementara film kedua bercerita tentang aksi kampanye seorang calon legislatif dengan memanfaatkan seorang janda di sebuah daerah terpinggirkan di tengah ibu kota. 

 
Berita Terpopuler