Menlu Rusia: Solusi Dua Negara untuk Konflik Israel-Palestina tak Bisa Diganggu Gugat

Rusia juga Tegaskan kedaulatan Palestina harus didukung rekonsiliasi nasional.

AP Photo/Mohammed Dahman
Warga Palestina mengungsi ke Gaza utara ketika tank-tank Israel memblokir jalan Salah al-Din di Jalur Gaza tengah pada hari Jumat, (24/11/2023).
Rep: Kamran Dikarma Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyoroti sikap kepemimpinan Israel yang mempertanyakan solusi dua negara sebagai cara mengakhiri konflik dengan Palestina. Lavrov menegaskan  Moskow mendukung solusi dua negara Israel-Palestina.

Baca Juga

“Faktor kunci lainnya adalah solusi dua negara yang tidak dapat diganggu gugat dalam konflik Palestina-Israel dan pentingnya implementasi secepatnya. Kami sangat prihatin atas pernyataan kepemimpinan Israel yang menyerukan untuk mempertanyakan formula ini,” kata Lavrov saat berbicara dalam debat terbuka Dewan Keamanan PBB membahas situasi di Jalur Gaza, Selasa (23/1/2024), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Kendati demikian, Lavrov memberi catatan, yaitu syarat berdirinya negara Palestina adalah adanya persatuan nasional Palestina.

“Syarat pertama dan kunci untuk ini (penyelesaian konflik dan pembentukan negara Palestina) adalah persatuan bangsa Palestina itu sendiri. Kami percaya bahwa saudara-saudara Palestina kami akan menunjukkan tanda-tanda kebijaksanaan strategis yang tulus dan melepaskan semua pertimbangan saat ini, pertikaian yang menghambat pembangunan nasional,” ucapnya.

Saat ini memang masih terdapat dua pihak yang memimpin di Palestina. Otoritas Palestina yang dipimpin Fatah memerintah di Tepi Barat. Sementara Hamas mengelola pemerintahan di Jalur Gaza.

Sejak 2007, Fatah dan Hamas terlibat perselisihan. Upaya rekonsiliasi antara kedua belah pihak sudah beberapa kali dilakukan, tapi belum membuahkan hasil positif.

Dalam pernyataan di Dewan Keamanan PBB, Sergey Lavrov turut menegaskan bahwa rakyat Palestina harus menentukan sendiri masa depan negaranya dan bagaimana mereka harus mengelolanya.

“Saya pikir rekan-rekan Barat kita menyebutnya demokrasi. Keputusan yang dipaksakan dari luar dan rekayasa sosial yang sangat disukai Barat, sangat tidak bisa diterima,” katanya.

Terkait solusi dua negara, sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Uni Eropa, telah menyuarakan penentangan atas pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menolak kemerdekaan Palestina sebagai solusi untuk mengakhiri pertempuran di Gaza.

Mereka menilai, solusi dua negara adalah jalan bagi terciptanya perdamaian bagi kedua belah pihak.

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak telah menyesalkan pernyataan Netanyahu yang menolak penerapan solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik dengan Palestina.

“Sangat mengecewakan mendengar hal ini dari perdana menteri Israel,” kata seorang juru bicara (jubir) Rishi Sunak, Senin (22/1/2024).

“Posisi Inggris tetap (bahwa) solusi dua negara, dengan negara Palestina yang hidup dan berdaulat berdampingan dengan Israel yang aman dan terjamin, adalah jalan terbaik menuju perdamaian abadi,” tambah jubir tersebut.

Dia mengatakan, jelas akan ada jalan panjang menuju pemulihan dan keamanan di wilayah Palestina serta Israel jika perang di Jalur Gaza sudah berakhir.

“Tapi kami akan terus melanjutkan dukungan jangka panjang kami terhadap solusi dua negara selama diperlukan,” ujarnya.

Pada Senin lalu, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, juga mengkritik keras Netanyahu yang menolak penerapan solusi dua negara guna menyelesaikan konflik dengan Palestina.

“Perdamaian dan stabilitas tidak dapat dibangun hanya dengan cara militer,” kata Borrell menyinggung Israel, dikutip laman Al Arabiya.

“Solusi apa lagi yang ada dalam pikiran mereka (Israel)? Untuk membuat semua warga Palestina pergi? Untuk membunuh mereka?” kata Borrell.

Borrell menegaskan satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian langgeng di kawasan Timur Tengah adalah dengan menerapkan solusi dua negara Israel-Palestina yang “dipaksakan dari luar”. “Yang ingin kami lakukan adalah membangun solusi dua negara. Jadi mari kita membicarakannya,” ucapnya.

 

 

Dalam konferensi pers yang disiarkan secara nasional pada 18 Januari 2024 lalu, Netanyahu secara terbuka menolak solusi dua negara.

“Dalam pengaturan apa pun di masa depan, Israel memerlukan kontrol keamanan atas seluruh wilayah, di sebelah barat Sungai Yordan. Ini bertentangan dengan gagasan kedaulatan (untuk Palestina). Apa yang bisa Anda lakukan?” ucap Netanyahu.

“Perdana menteri harus mampu untuk mengatakan tidak kepada teman-teman kita,” kata Netanyahu seraya menambahkan bahwa dia sudah menyampaikan penolakannya terkait solusi dua negara kepada para pejabat Amerika Serikat.

Setelah Netanyahu menyampaikan pernyataannya, AS selaku sekutu utama Israel, segera merespons dan memberikan penentangan.

“Tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka panjang mereka (Israel) untuk memberikan keamanan abadi, serta tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka pendek dalam membangun kembali Gaza dan membangun pemerintahan di Gaza serta memberikan keamanan bagi Gaza tanpa pembentukan negara Palestina,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Matthew Miller dalam pengarahan pers, 18 Januari 2024 lalu.

Baca juga: 5 Pilihan Doa Ini Bisa Jadi Munajat kepada Allah SWT Perlancar Rezeki

Lewat pernyataan Miller, tampak bahwa Amerika Serikat dan Israel sudah berseberangan pandangan tentang nasib Palestina pasca berakhirnya perang di Gaza.

Sejak konflik di Gaza pecah pada Oktober tahun lalu, Amerika Serikat diketahui kerap membela posisi Israel. Washington bahkan mendukung agresi Israel ke Gaza dengan menyebutnya sebagai “hak membela diri”.

Saat ini perang Israel-Hamas masih berlangsung di Gaza. Lebih dari 25 ribu warga Gaza sudah terbunuh sejak Israel meluncurkan agresinya pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar dari korban meninggal adalah perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka melampaui 62 ribu orang.  

 

BUKTI GENOSIDA ISRAEL - (Republika)

 
Berita Terpopuler