KPAI: Keluarga Anak yang Jadi Korban Kekerasan Seksual tidak Boleh Sendirian

Perlindungan anak korban kekerasan seksual hingga usia 18 tahun harus diperkuat.

Boldsky
Anak korban kekerasan seksual (ilustrasi). KPAI menyebut keluarga anak yang menjadi korban kekerasan seksual tidak boleh sendirian menghadapi musibah tersebut.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengungkapkan keprihatinannya terhadap stigma yang dialami oleh keluarga korban kekerasan seksual dalam mencari akses keadilan. Kasus terbaru dialami oleh orang tua anak laki-laki korban pencabulan teman sekolahnya di taman kanak-kanak (TK) di Pekanbaru, Riau.

Jasra menyoroti pentingnya layanan pascaperistiwa untuk anak-anak yang memerlukan dukungan setelah mengalami trauma. Jasra menyampaikan bahwa meskipun beberapa kasus dapat diselesaikan melalui mediasi, orang tua korban sering kali merasa cemas dan bertanya-tanya siapa yang akan menjamin perubahan perilaku anak setelah proses mediasi.

Jasra menekankan bahwa ini harus menjadi perhatian nasional. Penanganan kekerasan seksual di Indonesia perlu melibatkan kesiapan petugas, sekolah, dan lingkungan terdekat.

Baca Juga

"Ini yang harus dijawab, karena jangan sampai setelah kasusnya tidak menjadi perhatian publik, keluarga korban kemudian sendirian. Karena ini yang biasanya terjadi karena kita tahu program penangan pemerintah berbatas waktu," kata Jasra kepada Republika.co.id, Kamis (18/1/2024).

Menanggapi kasus di mana orang tua pelaku menyadari terpapar pornografi saat di-assessment PPA (Pusat Pelayanan Adopsi), Jasra menyoroti kurangnya pemahaman bahwa anak-anak dalam masa tumbuh kembangnya sering meniru perilaku orang dewasa meskipun mungkin mereka tidak sepenuhnya mengerti. Dia menyatakan keprihatinannya terhadap ketidaklayakan pengasuhan di beberapa keluarga.

Menurut Jasra, itulah pentingnya RUU Pengasuhan Anak sebagai upaya pencegahan. Dalam konteks hukum, Jasra menekankan pentingnya keadilan dan proses hukum yang tidak hanya mengembalikan anak di bawah usia 12 tahun kepada orang tua mereka, tetapi juga melibatkan persyaratan yang harus dipenuhi.

Jasra menyoroti bahwa kepastian hukum dalam keadilan harus diterima oleh keluarga korban, termasuk hak akses keadilan dan rehabilitasi jangka panjang. Dia juga menekankan perlunya skema perlindungan anak korban kekerasan seksual hingga usia 18 tahun.

Akses pendampingan yang memadai dianggap sangat penting untuk memastikan tumbuh kembang anak ke depannya. Jasra menekankan kewajiban berkelanjutan untuk memperbaiki perspektif dan memperkuat upaya perlindungan anak dalam kerangka UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) melibatkan peran semua pihak, termasuk petugas, sekolah, lembaga layanan, orang tua, dan lingkungan sekitar.

 
Berita Terpopuler