Maruarar Keluar dari PDIP dan Memori Kemeja Putih Saat Batal Jadi Menteri Jokowi

Keluarnya Maruarar Sirait dinilai sebagai akumulasi kekecewaan terhadap PDIP.

Republika/Iman Firmansyah
Maruarar Sirait
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrian Fachri, Nawir Arsyad Akbar

Baca Juga

Maruarar Sirait pada Senin (15/1/2024) datang ke Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Kedatangannya dalam rangka menyamapaikan keputusannya untuk pamit dari partai berlambang kepala banteng itu.

Di sana, ia bertemu dengan Ketua Fraksi PDIP DPR Utut Adianto dan Rudianto Tjen. Tak lupa ia berterima kasih kepada Megawati Soekarnoputri yang mengizinkannya berbakti untuk negara lewat PDIP.

"Saya mohon maaf, saya mengajarkan kalian untuk loyal tetap bersama PDI Perjuangan, tetapi izinkanlah dengan keterbatasan, saya pamit," ujar Ara, sapaan Maruarar, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (15/1/2024).

Selanjutnya, ia mengaku akan mengikuti langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, Jokowi adalah sosok pemimpin yang sangat dipercaya oleh rakyat Indonesia.

"Jadi saya memilih bersama dengan Bapak Jokowi dalam pilihan politik saya berikutnya ke depan. Mohon doa restunya," ujar Ara.

 

 

Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat mengatakan, bahwa pihaknya menghormati keputusan Maruarar Sirait atau biasa disapa Ara yang pamit dari partainya. Menurutnya, pamitnya Ara secara resmi dipandangnya lebih baik, ketimbang tiba-tiba loncat ke pihak lain.

"Lebih baik gentle termasuk seperti itu, kalau berbeda pilihan politik dengan kita silakan, karena ini sukarela (mengundurkan diri). Justru ini bikin kita solid, kompak," ujar Djarot di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/1/2024).

Menurutnya, pamitnya Ara karena adanya perbedaan pandangan politik juga dihormati oleh DPP PDIP. Jelasnya, partai berlambang kepala banteng itu masih memiliki banyak kader yang loyal.

"Inilah bagian dari kristalisasi kader, ada kader yang tetap setia dan loyal dalam menghadapi pertarungan-pertarungan politik. Dengan prinsip, dengan nilai bahwa kebenaran pasti akan menang," ujar Djarot.

Elektabilitas Parpol Berdasarkan Survei Desember 2023 - (infografis Republika)

Maruarar Sirait merupakan salah satu kader PDIP yang cukup menonjol. Sejak 2004 sampai 2019, Ara selalu menjadi langganan menjadi anggota DPR RI dan selalu duduk di Komisi XI. Komisi yang menjadi partner pemerintah mengurusi keuangan dan perbankan. 

Selain memiliki darah keturunan PDIP dari ayahnya, Sabam Sirait yang merupakan salah satu pendiri PDIP, Ara memang dinilai memiliki kapasitas mumpuni sebagai politikus muda. Selama duduk di DPR, Ara cukup vokal. Terutama ketika PDIP beroposisi terhadap pemerintahan Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Salah satu panggung yang membuat Ara bersinar adalah saat ia menjadi salah satu Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century tahun 2009 lalu.

Maruarar menjadi langganan Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat (Jabar) IX. Yakni meliputi Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Majalengka. Sayangnya ia gagal mempertahankan kursinya di DPR ketika PDIP memidahkan Dapil Ara dari Jabar IX ke Jabar III yakni Kabupaten Cianjur dan Kota Bogor. 

Pada 2014, Ara bersama sejumlah politikus muda PDIP memiliki andil besar dalam memperjuangkan Presiden Jokowi memenangkan Pilpres 2014. Ara bersama Rieke Diah Pitaloka, Budiman Sudjatmiko, Eva Sundari dan Ribka Tjiptaning, begitu gigih menghimpun relawan pemenangan Jokowi. 

Tetapi sayangnya para tokoh muda PDIP ini termasuk Ara tidak ada satupun yang ditunjuk menjadi menteri di Kabinat Kerja. Ironi dirasakan oleh Ara waktu itu. Mengutip pemberitaan Republika pada Ahad (26/10/2014), ketika itu Ara sudah berada di Istana Merdeka untuk bersiap dilantik menjadi salah satu Menteri Kabinet Kerja.

Ara waktu itu digadang-gadang akan menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Ara bahkan sudah mengenakan kemeja putih lengan panjang. Pada hari itu, semua menteri yang diumumkan Jokowi mengenakan kemeja putih.

Tetapi setelah Jokowi selesai mengumumumkan nama-nama menteri kabinetnya, nama Ara tidak kunjung disebut. Bahkan Menkominfo sudah diumumkan dijabat oleh Rudiantara. 

Informasinya, sebelum hari pelantikan kabinet, Ara lebih dulu dipanggil menghadap Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri ke kediamannya di Teuku Umar, Menteng. Tidak diketahui secara pasti apa yang dibicarakan Ara dengan Megawati ketika itu. 

 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, mengatakan kegagalan Ara menjadi menteri Jokowi menjadi momen pertama kali Ara merasa dikecewakan oleh partainya sendiri. 

 

"Ini akumulasi kekecewaan Ara di internal PDIP.  Kita sudah tahu Ara sudah lama tersingkir, tidak punya peran, sudah lama tidak punya masa depan di PDIP. Kita tahu ketika 2014, Ara akan dilantik oleh Pak Jokowi sebagai menteri sudah pakai baju putih tapi gagal," kata Ujang, Selasa (16/1/2024).

 

Sejak kejadian itu, peran Ara di PDIP mulai tidak kelihatan. Nama Ara bahkan tidak lagi ke dalam struktural pengurus DPP PDIP periode 2015-2020. Padahal dua periode sebelumnya Ara selalu menjadi pengurus inti PDIP.

Periode 2005-2010, Ara menjabat sebagai Ketua DPP PDIP bidang Pemuda, Mahasiswa dan Olahraga. Posisi yang sama diemban Ara pada periode kepengurusan PDIP 2010-2015. Puncaknya adalah pada Pemilu 2019 lalu, di mana Ara selain tidak lagi punya jabatan di DPP PDIP, partai juga memindahkan Dapilnya dari Jabar IX ke Jabar III. Di mana pemindahan Dapil membuat Ara gagal lolos menjadi anggota DPR RI untuk pertama kalinya sejak terjun kedunia politik. 

Pada Pemilu 2024 ini, suara Ara nyaris tidak terdengar. Ara sama sekali tidak dilibatkan dalam pemenangan pasangan capres-cawapres yang diusung PDIP, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

 

Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam, mengatakan setelah keluar dari PDIP, Ara diyakini akan merapatkan barisan lagi kepada Presiden Jokowi. Di mana Ara akan bergabung dengan rekannya yang dulu bersama di PDIP, Budiman Sudjatmiko dan Effendi Simbolon yang sudah lebih dahulu mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, yang disebut-sebut sebagai pasangan yang direstui Jokowi.

"Mereka yang kritis seolah terpinggirkan. Bahkan, hengkangnya Maruarar yang mengikuti langkah politik Budiman Sujatmiko, seolah mengonfirmasi bahwa hal itu dikonfirmasi oleh resistensi yang cukup kuat dari elite PDIP pada Budiman dan Maruarar," kata Khoirul.

Khoirul menilai, keputusan mundur dari Maruarar Sirait merupakan sebuah pukulan telak bagi PDIP. Khoirul menyebut selama ini, Maruarar tidak hanya menjadi simbol politisi muda PDIP yang cerdas, tetapi juga simbol regenerasi ideologis. Karena selain kader, politikus yang akrab disapa Ara itu juga putra politisi senior PDIP Sabam Sirait yang notabene loyalis Megawati dan ideolog partai. 

"Mundurnya Maruarar Sirait menjadi pukulan telak bagi PDIP.  Mundurnya Maruarar menegaskan terjadinya faksionalisme di internal kekuatan politik PDIP," kata Khoirul. 

Pakar politik dari Universitas Paramadina itu menyarankan agar migrasi simpul-simpul kekuatan politik tidak berlanjut, PDIP harus segera mengonsolidasikan kembali kekuatan kader-kadernya, agar tidak mencair karena alasan pragmatisme dan oportunisme. 

 

"Jika migrasi politisi muda PDIP ke gerbong Prabowo-Gibran semakin tidak terbendung, ini akan semakin memantik 'perang bubat' antara Jokowi dan PDIP ke depan," kata Khoirul menambahkan.

 

Komik Si Calus : Nazar - (Republika/Daan Yahya)

 
Berita Terpopuler