Wacana Pemakzulan Jokowi, Puan: Apa Urgensinya?

Menurut Puan, untuk memakzulkan presiden dibutuhkan bukti-bukti pelanggaran hukum.

Tangkapan Layar
Ketua DPR Puan Maharani membuka Masa Persidangan III Tahun Sidang 2023-2024, Selasa (16/1/2024).
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR Puan Maharani menanggapi adanya isu pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia mengatakan, aspirasi boleh saja disampaikan, tetapi ia menilai tak ada urgensinya untuk memakzulkan presiden.

Baca Juga

"Untuk melaksanakan hal tersebut harus terbukti bahwa presiden itu melakukan pelanggaran hukum dan lain-lain sebagainya. Aspirasi itu boleh saja diberikan atau disampaikan, namun apa urgensinya," ujar Puan di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/1/2024).

"Jadi kita lihat apa urgensinya? Namun namanya aspirasi ya harus kita terima," sambungnya.

Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 mengajukan pemakzulan terhadap Jokowi. Diketahui, Petisi 100 sudah menyampaikan usulan pemakzulan Jokowi kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan MPR.

Tokoh yang terlibat dalam Petisi 100, antara lain mantan KSAD Jenderal TNI (purn) Tyasno Sudarto, mantan Ketua MPR Amien Rais, dan Guru Besar UGM Zainal Arifin Mochtar. Selain itu, ada Faizal Assegaf, pengajar UNS M. Taufiq, Ketua FUI DIY Syukri Fadholi, Ketua BEM KM UGM Gielbran M. Noor, dan Marwan Batubara.

"Petisi 100 datang ke DPR menggaungkan solusi terbaik menghentikan politik cawe-cawe adalah pemakzulan," ujar Faizal Assegaf lewat keterangannya, Ahad (14/1/2024).

"Bahwa tidak ada cara lain karena semua lembaga pengawas rubuh, Mahkamah Konstitusi, DPR tidak berperan, partai politik hanya mondar-mandir. Jadi perlu pemakzulan," sambungnya menegaskan.

 

Putusan MK Berubah Setelah Adik Ipar Jokowi Ikut Rapat - (infografis Republika)

 
Berita Terpopuler