Turis Asing Keluhkan Bali Belly, Apa Itu?

Wisatawan bisa mencegah keluhan serupa saat pelesiran ke daerah baru.

www.pixahive.com
Sakit perut (ilustrasi). Pada pekan pertama liburan di luar negeri, tubuh umumnya masih berusaha beradaptasi dengan lingkungan dan makanan yang baru.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bali belly merupakan istilah yang merujuk pada gangguan pencernaan yang dialami oleh wisatawan ketika berkunjung Bali. Mencegah terjadinya Bali belly merupakan hal yang penting agar rencana liburan wisatawan di Pulau Dewata tidak terganggu.
Secara umum, gangguan pencernaan yang muncul ketika liburan dikenal pula dengan sebutan travelers' diarrhea atau diare pelancong. Gangguan pencernaan ini biasanya muncul pada pekan pertama saat berlibur di luar negeri.
Pada pekan pertama liburan di luar negeri, tubuh umumnya masih berusaha beradaptasi dengan lingkungan dan makanan yang baru. Pada momen ini juga, tubuh masih beradaptasi dengan bakteri-bakteri yang berbeda dari biasanya.
Bali belly atau diare pelancong sering kali disebabkan oleh bakteri yang mencemari makanan atau minuman. Beberapa bakteri yang paling sering menyebabkan diare pelancong adalah E.coli, Salmonella, dan Campylobacter. Namun, terkadang, diare pelancong juga bisa disebabkan oleh beberapa virus yang dapat memunculkan gejala-gejala masalah pencernaan, seperti Rotavirus atau Norovirus.
Wisatawan yang tidak memiliki imunitas seperti warga lokal bisa lebih mudah untuk jatuh sakit ketika terpapar oleh bakteri atau virus yang ada di destinasi wisata mereka. Bila sudah terkena diare pelancong, wisatawan bisa mengalami diare hingga berhari-hari.
Lily Chugg dari Australia merupakan salah satu wisatawan mancanegara yang pernah mengalami Bali belly saat bertandang ke Bali. Chugg mengungkapkan bahwa dia sudah melakukan beragam upaya agar tak terkena Bali belly selama berwisata.
Namun, suatu malam, Chugg pergi makan di sebuah restoran dan menyambangi sebuah tempat lain di Bali. Pada saat itulah, Chugg mulai sakit dan mengalami diare. Chugg bahkan menahan dorongan untuk buang air besar dan harus langsung pergi ke toilet setiap kali rasa mulas muncul.
Saat pulang ke tempat penginapan, Chugg mengungkapkan bahwa dia mulai merasa sakit lagi. Akan tetapi, dia hanya muntah-muntah dan tidak mengalami gejala lainnya.
Selama berlibur, Chugg mengatakan dia dan teman-temannya mengonsumsi makanan yang sama. Namun, dia juga sempat meminum es teh Long Island yang dia dan teman-temannya yakini merupakan penyebab Chugg terkena Bali belly.
"Saya sudah merasa lebih baik sekarang, tapi saya belum makan. Saya merasa paranoid untuk makan apa pun, saya pikir saya hanya akan mengonsumsi roti dan sejenisnya saja," kata Chugg.
Pengalaman serupa juga pernah dirasakan oleh seorang wisatawan asal AS saat berkunjung ke Bali. Sang wisatawan mengungkapkan bahwa dia sering mendengar soal Bali belly, namun tak pernah menyangka bahwa gejala yang muncul akan terasa sangat berat.
"Rasanya sangat sakit," ujar sang wisatawan.

Baca Juga

Mencegah Bali belly
Seseorang bisa dikatakan terkena diare pelancong bila buang air besar sebanyak minimal tiga kali dalam waktu 24 jam dengan konsistensi feses yang cair. Gejala yang muncul umumnya relatif ringan, namun pada sebagian orang, gejala diare pelancong bisa terasa berat.
"Gejalanya rata-rata berlangsung selama tiga sampai lima hari, dan biasanya membaik tanpa Anda memerlukan terapi khusus," tutur dr Hana Patel dari National Health Service, seperti dilansir Mail Online pada Senin (15/1/24).
Gejala umum dari diare pelancong adalah diare dengan feses yang cair, muntah, kembung, kram perut, serta demam. Sebagian penderita diare pelancong juga bisa merasa pening dan lelah karena sering muntah dan dehidrasi. Tak jarang pula nafsu makan penderita diare pelancong akan menurun.
Diare pelancong tak hanya bisa terjadi di Bali, tetapi di berbagai destinasi wisata. Oleh karena itu, semua wisatawan perlu mewaspadai diare pelancong.
Menurut dr Patel, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh wisatawan untuk mencegah diare pelancong. Berikut ini adalah beberapa upaya pencegahan di antaranya:
1. Pastikan semua daging dan makanan laut yang dikonsumsi sudah matang sempurna, bukan mentah atau setengah matang.
2. Hindari sushi dan produk olahan susu yang tak dipasteurisasi.
3. Jangan minum air keran dan pilih air minum kemasan.
4. Rajin cuci tangan, terutama setelah keluar dari toilet serta sebelum dan setelah makan. Bawa hand sanitizer sebagai alternatif bila tidak ada akses terhadap air dan sabun.
5. Pilih hidangan yang panas karena suhu panas akan membantu membunuh bakteri.
6. Hati-hati dalam memilih jajanan kaki lima. Pilih penjual yang tampak bersih dan ramai oleh pelanggan.
7. Konsumsi probiotik sebelum dan selama berwisata untuk menunjang kesehatan usus dan menekan risiko masalah pencernaan.
Bila terkena diare pelancong, dokter pribadi dr Suhail Hussain menyatakan ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh wisatawan. Hal yang paling penting adalah menjaga kecukupan hidrasi dan pergi ke dokter bila gejala menetap atau memburuk.
Menjaga hidrasi merupakan hal yang penting karena diare bisa membuat orang-orang kekurangan cairan. Mengonsumsi oralit atau larutan rehidrasi oral juga sangat dianjurkan selama mengalami diare.
"Obat bebas bisa membantu menurunkan frekuensi dan dorongan untuk ke kamar mandi, seperti loperamide. Antibiotik hanya boleh diberikan pada kasus yang berat dengan resep dari dokter," jelas ahli gizi Reema Patel.

 
Berita Terpopuler