Ramai Hujat dalam Debat, Ini Ayat Alquran tentang Prinsip Berdebat

Alquran meletakkan prinsip utama dalam berdebat.

Republika/Putra M. Akbar
Capres nomor urut 1 Anies Baswedan (kanan) beradu gagasan dengan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri) dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo (tengah) saat debat capres di Istora Senayan, Jakarta, Ahad (7/1/2024).
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Agama Islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada umat manusia telah mengajarkan prinsip berdebat yang baik dan benar. 

Baca Juga

Prinsip berdebat menurut ajaran Islam diabadikan dalam Surat An-Nahl Ayat 125, berikut ini arti dan tafsir ayat tersebut yang menjelaskan prinsip berdebat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ 

“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl Ayat 125)

Dalam ayat ini, tafsir Kementerian Agama menjelaskan bahwa Allah SWT memberikan pedoman kepada Rasul-Nya tentang cara mengajak manusia (dakwah) ke jalan Allah SWT. Jalan Allah SWT di sini maksudnya adalah agama Allah SWT, yakni syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. 

Allah SWT meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah. 

Pertama, Allah SWT menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa sesungguhnya dakwah ini adalah dakwah untuk agama Allah SWT sebagai jalan menuju ridha-Nya, bukan dakwah untuk pribadi dai (yang berdakwah) ataupun untuk golongan dan kaumnya. Rasulullah SAW diperintahkan untuk membawa manusia ke jalan Allah dan untuk agama Allah semata. 

Kedua, Allah SWT menjelaskan kepada Rasulullah SAW agar berdakwah dengan hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti. Yakni, (pertama) pengetahuan tentang rahasia dan faedah segala sesuatu, dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keberadaannya.

(Kedua) perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil atau syubhat (meragukan). (Ketiga) mengetahui hukum-hukum Alquran, paham Alquran, paham agama, takut kepada Allah SWT, serta benar perkataan dan perbuatan.  

Arti hikmah yang paling mendekati kebenaran adalah arti pertama yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yakni pengetahuan itu memberi manfaat. Dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan rahasia, faedah, dan maksud dari wahyu Ilahi, dengan cara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, agar mudah dipahami umat. 

Ketiga, Allah SWT menjelaskan kepada Rasulullah SAW agar dakwah itu dijalankan dengan pengajaran yang baik, lemah lembut, dan menyejukkan, sehingga dapat diterima dengan baik. 

Tidak patut jika pengajaran dan pengajian selalu menimbulkan rasa gelisah, cemas, dan ketakutan dalam jiwa manusia. 

Orang yang melakukan perbuatan dosa karena kebodohan atau ketidaktahuan, tidak wajar jika kesalahannya itu dipaparkan secara terbuka di hadapan orang lain sehingga menyakitkan hati. 

 

Khutbah atau pengajian yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut, sangat baik untuk melembutkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan ketenteraman, daripada khutbah dan pengajian yang isinya ancaman dan kutukan-kutukan yang mengerikan. Namun demikian, menyampaikan peringatan dan ancaman dibolehkan jika kondisinya memungkinkan dan memerlukan. 

Untuk menghindari kebosanan dalam pengajiannya, Rasulullah SAW menyisipkan dan mengolah bahan pengajian yang menyenangkan dengan bahan yang menimbulkan rasa takut. 

Dengan demikian, tidak terjadi kebosanan yang disebabkan uraian pengajian yang berisi perintah dan larangan tanpa memberikan bahan pengajian yang melapangkan dada atau yang merangsang hati untuk melakukan ketaatan dan menjauhi larangan. 

Keempat, Allah SWT menjelaskan bahwa jika terjadi perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun ahli kitab, hendaknya Rasulullah membantah mereka dengan cara yang baik. 

Suatu contoh perdebatan yang baik adalah perdebatan Nabi Ibrahim dengan kaumnya yang mengajak mereka berpikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sehingga menemukan kebenaran. 

Tidak baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata yang tajam, karena hal demikian menimbulkan suasana yang panas. Sebaiknya diciptakan suasana nyaman dan santai sehingga tujuan dalam perdebatan untuk mencari kebenaran itu dapat tercapai dengan memuaskan. 

Perdebatan yang baik ialah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya sifat manusia yang negatif seperti sombong, tinggi hati, dan berusaha mempertahankan harga diri karena sifat-sifat tersebut sangat tercela. 

Lawan berdebat supaya dihadapi sedemikian rupa sehingga dia merasa bahwa harga dirinya dihormati, dan dai menunjukkan bahwa tujuan yang utama adalah menemukan kebenaran kepada agama Allah SWT. 

Baca juga: 5 Pilihan Doa Ini Bisa Jadi Munajat kepada Allah SWT Perlancar Rezeki

Kelima, akhir dari segala usaha dan perjuangan itu adalah iman kepada Allah SWT, karena hanya Dialah yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia, bukan orang lain ataupun dai itu sendiri. 

 

Dialah Tuhan Yang Mahamengetahui siapa di antara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah insaniahnya (iman kepada Allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, hingga dia menjadi sesat, dan siapa juga di antara hamba yang fitrah insaniahnya tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah SWT.

 
Berita Terpopuler