Lestarikan Budaya, Jepang Ciptakan Sajadah Tatami untuk Umat Muslim

Sajadah tatami memberikan pengalaman beribadah yang unik di Jepang.

Mainichi/Aya Kimura
Direktur Pusat Dakwah Jepang Zulkarnain Bin Hasan Basri sholat dengan sajadah tatami atau tikar inori di Jepang.
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, KYOTO -- Sebuah perusahaan di Kyoto mengembangkan sajadah tatami untuk umat Islam seiring memudarnya budaya lantai tradisional Jepang. Jepang tak ingin budaya mereka tergerus oleh budaya barat.

Dilansir di The Mainichi, Ahad (31/12/2023), sebuah perusahaan perdagangan tikar tatami yang berbasis di Kyoto telah meluncurkan produk yang dirancang untuk digunakan dalam sholat sehari-hari bagi umat Islam. Pengembangan produk sajadah tatami ini dilakukan bahkan ketika masyarakat Jepang sudah beralih dari gaya lantai tradisional.

Pada akhir Oktober, tepat setelah pukul 15.00 waktu Jepang, enam pria Malaysia berkumpul di mushola Pusat Dakwah Jepang yang menjadi sebuah fasilitas bagi umat Islam untuk berinteraksi satu sama lain di Sumiyoshi, Osaka. Mereka berbaris serempak dalam shaf sholat menghadap ke arah kota suci umat Islam, Makkah, guna bersimpuh sambil berdoa. Adapun lantai mushola tempat mereka bersimpuh dilapisi tikar tatami yang tidak biasa, bukan tikar kain yang umum dipakai umat Islam.

Adalah Kambe Co., sebuah perusahaan yang memiliki sejarah 106 tahun dalam mengembangkan matras mulai memproduksi sajadah tatami ini. Yusuke Hori (38 tahun), merupakan perwakilan penjualan untuk perusahaan yang berbasis di Daerah Minami Kyoto. Dia mengatakan konsep produk itu adalah memberikan pengalaman beribadah yang unik di Jepang.

Sajadah tatami yang diberi nama "inori" ini juga telah dipilih untuk digunakan sebagai perlengkapan di ruang sholat pada Pameran Dunia 2025 di Osaka. Kekhawatiran terhadap kemunduran budaya tatami. Menurut rangkuman Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, pasokan tikar tatami dalam negeri, termasuk impor, masih berjumlah sekitar 30 juta lembar hingga sekitar tahun 2005. Namun, angka tersebut terus menurun hingga merosot menjadi 8,16 juta lembar pada 2022.

Baca Juga

Dari jumlah tersebut, sekitar 20 persen...

Dari jumlah tersebut, sekitar 20 persen diproduksi di dalam negeri. Di tengah kekhawatiran atas penurunan budaya tatami akibat westernisasi, Hori merasakan krisis dan dorongan untuk mencari pasar lain. Perusahaan ini mulai mengerjakan tikar inori sekitar 2019, sebelum pandemi Covid-19 terjadi.

Beberapa hotel di Jepang mengubah kamar bergaya Barat menjadi kamar bergaya Jepang untuk wisatawan yang datang ke luar negeri. Hori merasa tatami mungkin lebih populer di kalangan orang asing daripada di Jepang. Lalu suatu hari, ketika Hori sedang menonton TV, ada adegan umat Islam yang sedang sholat muncul di layar.

Yang menarik perhatiannya adalah tikar yang panjangnya kira-kira satu meter kala itu. Ia kemudian berpikir untuk membuat ini dari tatami yang kemudian ia konsultasikan dengan dewan Halal Hyogi-kai Kyoto, yang terlibat dalam sertifikasi halal sesuai dengan ajaran Islam.

Respons dari dewan sangat positif sehingga ia segera mulai mengembangkan produknya. Mendengar bahwa pola geometris disukai untuk dekorasi dalam Islam, pola "shippo" berupa lingkaran yang tumpang tindih digunakan untuk tepi tikar dan pola kotak-kotak diterapkan pada permukaannya. Bahan permukaannya adalah tenunan kertas "washi" Jepang, jadi tidak seperti rumput rush pada umumnya. Rumput ini tidak memerlukan pemeriksaan fitosanitasi dan dapat dengan bebas dibawa ke luar negeri.

Sajadah juga diberi lapisan anti air...

Sajadah juga diberi lapisan anti air dengan mempertimbangkan perlunya membersihkan wajah, tangan dan kaki dengan air sebelum sholat. Ketika produk tersebut selesai dibuat pada 2021, negara tersebut sedang berada di tengah pandemi. Namun, para karyawan telah mengunjungi masjid dan tempat lain untuk mempromosikan penggunaan matras di kalangan umat Islam yang tinggal di Jepang.

tikar inori kini populer sebagai oleh-oleh. "Saya menyukai budaya Jepang, jadi saya senang mendapatkan pengalaman unik ini. Fasilitas ini juga menjual tikar, yang rupanya populer di kalangan pengunjung Jepang sebagai oleh-oleh," kata Direktur Pusat Dakwah Jepang Zulkarnain Bin Hasan Basri (49 tahun) dari Malaysia.

Populasi Muslim dunia berjumlah sekitar dua miliar dan terus bertambah, sehingga tidak dapat dihindari bahwa pertukaran budaya antara Muslim dan Jepang akan terus berkembang. Hori berharap tikar inori dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menciptakan lingkungan yang menyambut umat Islam.

Hori juga menantikan masa depan industri tatami yang terkepung budaya barat kini dapat mulai digegapgempitakan kembali melalui budaya Islam.  "Saya pikir ini adalah salah satu cara budaya tradisional dapat bertahan," ujar dia.

Adapun harga tikar inori adalah 17.600 yen atau sekitar 120 dolar AS (Rp 1,8 juta).

 
Berita Terpopuler