Ekonomi Makin Jeblok, Israel Krisis Tenaga Kerja dan Dihantui Pengangguran

Ada hampir sejuta pengangguran baru di Israel sejak agresi berlangsung.

EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Riset menyebut, pasukan cadangan Israel diambil dari tenaga kerja aktif yang akhirnya harus ikut perang.
Rep: Fauziah Mursid Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kondisi ekonomi Israel makin jeblok karena perang melawan Hamas di Gaza, Palestina. Dilansir The New York Times pada Rabu (27/12/2023), menurut pusat penelitian, perekonomian Israel diperkirakan merosot sebesar 2 persen pada kuartal akhir 2023 ini.

Baca Juga

Hal ini disebabkan Israel mengalami krisis tenaga kerja akibat dari perang terhadap warga Palestina. Terhitung ratusan ribu pekerja Israel terpaksa mengungsi akibat perang dengan Hamas atau diberdayakan sebagai tentara cadangan.

Menurut laporan lembaga non-partisan di Israel, Taub Center for Social Policy Studies, jumlah ini pun menambah sekitar 20 persen angkatan kerja Israel hilang dari pasar tenaga kerja pada Oktober atau naik 3 persen sebelum pertempuran dimulai.

Tak hanya itu, perang juga mengakibatkan lonjakan pengangguran mencapai sekitar 900 ribu orang. Baik pekerja yang diminta ikut berperang, tinggal di rumah untuk mengasuh anak-anak karena sekolah ditutup, dievakuasi karena berada dekat perbatasan Lebanon dan Gaza, maupun tidak dapat bekerja karena kerusakan rumah maupun industri setempat.

Meskipun, beberapa sekolah telah dibuka kembali dan sebagian pekerja Israel bisa bekerja dari jarak jauh. Namun dampak ekonomi akibat perang sangat besar, terutama hingga saat ini belum akan berakhir.

Analis ekonomi pun menilai proyeksi pertumbuhan Israel tahun depan bisa lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yakni hanya dapat tumbuh sebesar 0,5 persen. Meski demikian, Bank of Israel memberikan proyeksi paling optimis sebesar 2 persen, dengan alasan pemulihan Israel yang lebih cepat dari perkiraan dari perang sebelumnya dan dari pandemi Covid-19.

"Berbagai proyeksi yang kami lihat berasal dari beberapa asumsi berbeda mengenai berapa lama dan seberapa intens pertempuran akan berlangsung," kata Wakil presiden penelitian di Israel Democracy Institute, Karnit Flug dan Mantan gubernur Bank Dunia Israel tersebut.

Menurut Taub Center juga, ratusan ribu pekerja di Israel berbondong-bondong mengajukan tunjangan pengangguran sejak perang dimulai pada 7 Oktober. Tercatat, hingga Ahad lalu, 191.666 orang di Israel telah mengajukan tunjangan pengangguran dan sebagian besar mengatakan mereka mengalami cuti paksa yang tidak dibayar.

Kekurangan pekerja terparah di pariwisata ...

 

Selain itu, sekitar 360 ribu tentara cadangan ditugaskan untuk bertugas pada Oktober. Namun, Taub Center memperkirakan jumlah sebenarnya pasukan cadangan yang dipanggil untuk bertugas kali ini adalah antara 200 ribu dan 300 ribu, dimana 139.000 di antaranya ditarik dari pasar tenaga kerja.

Akibatnya, banyak warga Israel yang tiba-tiba harus ikut berperang, sehingga banyak pengusaha yang berada dalam kesulitan. Meskipun pemerintah Israel telah memberikan sejumlah bantuan keuangan kepada banyak individu dan perusahaan yang terkena dampak, bantuan tambahan yang dijanjikan tidak kunjung tiba. Beberapa tentara cadangan adalah wiraswasta dan mengatakan bisnis mereka akan bangkrut sementara mereka menunggu.

Mengutip data dari Biro Pusat Statistik Israel, Taub Center mengatakan hingga seperlima pekerja di bisnis skala menengah dan besar sedang menjalani tugas cadangan pada Oktober. Perusahaan-perusahaan tersebut –yang didefinisikan memiliki setidaknya 100 pekerja mempekerjakan lebih dari separuh angkatan kerja Israel.

Kekurangan tenaga kerja sangat parah khususnya terjadi di sektor pariwisata, konstruksi dan pertanian. Dua industri terakhir sangat bergantung pada pekerja Palestina, yang sebagian besar dilarang memasuki Israel sejak 7 Oktober. Karena tidak ada orang yang memetik buah-buahan dan sayur-sayuran, banyak warga Israel yang harus bekerja di pertanian.

 

 
Berita Terpopuler