Dokter Ungkap Peran MPASI Cegah Anemia pada Bayi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh berbagai faktor.

Mahmud HAMS / AFP
Seorang wanita memberi makan bayi (ilustrasi).
Rep: Desy Susilawati  Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter Spesialis Anak, Dr Lanny Christine Gultom, mengungkapkan bayi kerap mengalami anemia defisiensi besi (ADB). Namun, sebenarnya hal ini dapat dicegah melalui makanan pendamping asi (MPASI) yang baik. 

Baca Juga

Ahli Nutrisi yang saat ini menjabat sebagai Staf SMF Kesehatan Anak di RSUP Fatmawati ini menjelaskan ADB adalah rendahnya kadar hemoglobin akibat kekurangan zat besi di dalam tubuh. Anemia defisiensi besi pada bayi tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi didahului oleh dua tahapan sebelumnya.

Dua tahap itu adalah deplesi besi (berkurangnya cadangan zat besi, namun kadar hemoglobin masih normal) dan defisiensi besi dimana kadar hemoglobin sudah menurun. Bayi yang mengalami deplesi besi dan tidak ditangani dengan baik akan mengalami defisiensi besi.

"Jika kondisi defisiensi besi tidak juga di tangani segera, maka bayi akan mengalami ADB," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (18/12/2023).

Ia menjelaskan anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti suplai zat besi yang rendah (prematuritas, pemberian MPASI yang terlambat, diet vegetarian, gangguan menelan). Penyebab lainnya adalah peningkatan kebutuhan besi (usia bayi, berat badan lahir rendah, pertumbuhan cepat pada masa pubertas/pubertal growth spurt). 

Penyebab lain masalah ini adalah penurunan penyerapan besi di saluran cerna (penyakit inflammatory bowel diseases, infeksi helicobacter pylori, dan lainnya). Bisa pula karena adanya perdarahan (menstruasi yang sering dan berlebih, alergi susu sapi, dan lainnya).

Penelitian Ringoringo pada bayi berusia 0 sampai 12 bulan di Kalimantan Selatan menemukan insidens ADB sebesar 47,4 persen. Insidens ADB pada penelitian ini cenderung lebih tinggi pada bayi yang lahir dari ibu dengan anemia dibandingkan ibu tanpa anemia.

Zat besi juga merupakan salah satu zat gizi penting untuk perkembangan janin, bayi, dan anak, terutama pada perkembangan otak. Defisiensi zat besi mengakibatkan gangguan perkembangan psikomotor dan fungsi kognitif, khususnya fokus dan daya ingat.

Pada saat di dalam kandungan, bayi mendapatkan asupan zat besi dari ibunya yang dapat memenuhi kebutuhan zat besi bayi sampai 4 sampai 6 bulan pertama setelah kelahirannya. Bayi yang lahir cukup bulan dan mendapat ASI eksklusif tidak memerlukan suplementasi zat besi. 

Ketika bayi mencapai usia 4 sampai 6 bulan, cadangan zat besi mulai habis, sedangkan kebutuhan zat besi makin meningkat sehingga menyebabkan bayi lebih rentan untuk mengalami defisiensi besi. Kebutuhan zat besi pada bayi berusia 6 sampai 11 bulan, yaitu 11 mg/hari, yang 97 persen dari kebutuhan ini harus dipenuhi dari MPASI.

Ibu dapat memberikan MPASI... 

 

 

Ibu dapat memberikan MPASI rumahan ataupun MPASI fortifikasi komersial. Kelebihan MPASI rumahan adalah rasa yang beraneka-ragam dan biaya yang murah. 

Namun, MPASI rumahan memiliki risiko lebih tinggi kontaminasi mikroba selama penyiapan, penyimpanan, dan proses pemberian makan, serta kejadian tersedak jika tekstur makan yang diberikan tidak sesuai usia apabila dibandingkan MPASI fortifikasi kemasan.

Di Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mengawasi dengan ketat produk MPASI komersial termasuk MPASI fortifikasi. Kandungan nutrisi dalam MPASI fortifikasi tak hanya harus mengikuti peraturan BPOM RI, tapi juga harus sesuai dengan Codex Alimentarius yang diinisiasi oleh FAO/WHO (Food and Agriculture Organization of the United Nations/World Health Organization), serta diperkaya dengan zat gizi tertentu (besi, yodium, seng, vitamin D, dan lainnya) untuk memastikan asupan zat gizi yang adekuat sehingga anak dapat bertumbuh kembang secara optimal. 

Persyaratan kandungan nutrisi produk MPASI yang diizinkan beredar di Indonesia tercantum dalam peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kandungan air dalam produk MPASI bentuk bubuk tidak lebih dari 5 g per 100 g. Kandungan air yang rendah menyebabkan produk MPASI tidak menggunakan bahan pengawet, sehingga aman untuk dikonsumsi bayi.

Sementara itu, hambatan yang sering ditemui dalam penggunaan MPASI rumah tangga adalah kesulitan untuk menentukan kandungan nutrisi secara akurat dan daya terima anak yang mempengaruhi jumlah konsumsi karena ukuran lambung anak yang kecil. Kedua hal ini sangat menentukan kecukupan asupan zat gizi anak setiap hari. 

Sebagai gambaran, untuk memenuhi 11 mg zat besi diperlukan 3 buah hati ayam, 400 gram bayam, 3.000 gram daging dada ayam. 

Penelitian Irawan R, dkk di Indonesia menunjukkan bayi berusia 6 sampai 24 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan dan mengonsumsi MPASI rumahan mempunyai kadar hemoglobin dan zat besi yang lebih rendah, serta risiko yang lebih tinggi untuk mengalami stunted (perawakan pendek) dan wasted (gizi kurang) dibandingkan bayi yang mengonsumsi MPASI fortifikasi kemasan. Selain itu, penelitian Csoelle I, dkk juga menunjukkan bahwa pemberian MPASI fortifikasi pada bayi juga dapat mengurangi risiko anemia sebesar 43 persen. 

"Oleh karena itu, orang tua dapat menggunakan MPASI rumahan dan MPASI fortifikasi untuk mencegah ADB pada bayi," ujarnya.

MPASI fortifikasi kemasan dapat menjadi alternatif untuk digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan MPASI rumahan agar memastikan asupan zat gizi makro dan mikro yang adekuat pada bayi.

 
Berita Terpopuler