Angka Kasus Bunuh Diri Meningkat, Stigma Terhadap Penyintas Kesehatan Mental Harus Dihapus

Stigma penyintas kesehatan mental harus dihapus untuk mencegah kasus bunuh diri.

Pixabay
Ilustrasi Kesehatan Mental
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Wilda Fizriyani 

Menangani stigma negatif terhadap orang yang mengalami stres disebut dapat menyetop fenomena peningkatan bunuh diri di tengah masyarakat Indonesia. Dengan hilangnya stigma-stigma negatif tersebut, maka para penyintas kesehatan mental tidak akan malu-malu lagi untuk berkonsultasi dengan dokter yang ahli di bidangnya.

“Satu, orang stres itu biasa. Jadi, stres itu jangan dianggap sebagai kutukan Tuhan, sebagai sebuah kesalahan, dan sebagainya,” ucap pengamat sosial dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati kepada Republika, Jumat (15/12/2023). 

Dia menjelaskan, tubuh manusia terdiri dari jiwa dan raga. Selain raga, jiwa juga bisa mengalami gangguan tidak sehat. Selayaknya penyakit fisik, penyakit jiwa juga bisa diobati sehingga tidak mengganggu produktivitas seseorang. Devie menilai, dengan memahami hal itu, maka orang-orang dengan kesehatan mental yang terganggu dapat menemui ahlinya.

“Kalau itu sudah terbangun, maka orang nggak akan malu untuk ke dokter untuk ketemu ahlinya. Sehingga dia bisa lebih cepat ditangani,” ungkap Devie.

Sayangnya, kata dia, pemahaman itu belum terbangun di negeri ini. Justru yang terjadi sebaliknya, ada aksi-aksi yang membuat orang semakin menarik diri lainnya seperti salah satunya pemasungan terhadap orang sakit jiwa. Stigma-stigma negatif itu dia sebut berbahaya. 

“Pemahaman ini yang belum ada di negeri ini, sayangnya. Jadi akhirnya banyak pasung dan sebagainya aksi-aksi yang justru membuat orang semakin menarik diri,” jelas dia.

Berbicara terpisah, dosen Psikologi dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Hudaniah mengungkapkan bagaimana mendeteksi orang yang memiliki keinginan bunuh diri. "Sebenarnya dibilang mudah (untuk mendeteksi), tentu tidak ya," kata Hudaniah saat dikonfirmasi Republika.

Manusia pada dasarnya sangat pintar membentuk impresi. Artinya, mereka mampu mengelola bagaimana dia tampil di hadapan orang lain. Sebab itu, dibutuhkan kepekaan untuk mengidentifikasi seseorang yang memiliki keinginan bunuh diri.

Salah satu yang dapat dideteksi adalah perubahan perilaku seseorang yang biasanya sedih menjadi sangat penggembira dan begitu juga sebaliknya. Perubahan yang terjadi pada seseorang tentu harus diperhatikan dengan baik. Namun karena kesibukan, manusia seringkali tidak sadar adanya perubahan pada seseorang.

"Mungkin bisa saja kita biasa komunikasi lewat media sosial sehingga perubahan ekspresi secara langsung tidak teridentifikasi. Atau kalau kita mungkin si A sedang ini aja. Itu kadang berpikir seperti itu. Kita ini sering jadi nggak peka," ungkapnya.

Di sisi lain, Hudaniah tidak menampik kemampuan baik seseorang dalam mengelola impresi akan sangat menyulitkan masyarakat untuk mendeteksi adanya masalah. Terlebih jika tidak memiliki kedekatan yang intens. Meskipun sulit, kesadaran dan kepekaan masyarakat terhadap lingkungan sekitar itu penting dilakukan dalam kasus tersebut.

Adapun, mengenai cara khusus menghilangkan keinginan bunuh diri, Hudaniah menyarankan, mereka untuk mendatangi layanan psikologi. Ada banyak layanan yang biayanya terjangkau sehingga siapapun dapat menerima manfaatnya. Dengan cara ini diharapkan masalah emosi yang dirasakan mereka dapat teratasi. 

Hal yang pasti, kata dia, penyelesaian masalah bunuh diri membutuhkan banyak pihak. Selain keluarga dan teman, sekolah, kampus, pemerintah dan lembaga sosial juga memiliki peranan penting. Lembaga sosial misalnya dapat membuka layanan hotline sehingga mereka dapat membagikan keluhannya.

 

Cara Masyarakat Mencegah Aksi Bunuh Diri - (Republika.co.id)

 

Berdasarkan Data Bunuh Diri di Indonesia 2018-2023 Data Statistik Pusat Informasi Kriminal Nasional Kepolisian Republik Indonesia (Pusiknas Polri), angka kasus bunuh diri terus meningkat di berbagai daerah di Indonesia. Disinyalir, angka tersebut masih belum menunjukkan data riil di lapangan.

Secara total, angka bunuh diri yang tercatat di kepolisian sejak 2018 hingga Jumat (15/12/2023) mencapai 3.618 kasus. Di mana, jumlah kasus tiga terbanyak tercatat di Polda Jawa Tengah dengan 1.557 kasus, Polda Jawa Timur dengan 688 kasus, dan Polda Bali dengan 512 kasus.

Belakangan fenomena bunuh diri mahasiswa kembali terjadi. Padahal, pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meminta seluruh kampus di Indonesia untuk menghadirkan kampus yang sehat, aman, dan nyaman dalam menyikapi maraknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh mahasiswa. Dengan begitu, diharapkan mahasiswa dapat berkuliah dengan sehat jasmani, rohani, psikologi, finansial, dan sosial.

“Saya sangat prihatin dengan mahasiswa bunuh diri. Kampus itu harus kita hadirkan kampus yang SAN, yaitu sehat, aman, nyaman. Sehat jasmani, sehat rohani, sehat psikologi, sehat emosional, sehat finansial, sehat sosial, itu penting,” ujar Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam belum lama ini.

Nizam mengatakan, untuk mencapai hal tersebut sebenarnya tidak mahal. Di mana, ketika di kampus semua orang yang ada di dalamnya ketika bertemu saling sapa, ramah, dan saling peduli satu sama lain. Perilaku tersebut dia harapkan dapat diterapkan di seluruh kampus di Indonesia agar tak ada lagi kasus bunuh diri yang dilakukan oleh mahasiswa.

“Itu tidak mahal apabila dilakukan. Seperti sehat psikologi, kalau di kampus itu suasananya saling sapa, saling ramah, saling peduli. Peduli itu salah satunya yang penting. Itu yang kita arahkan untuk kampus, semua kampus di Indonesia,” kata dia.

Di samping itu, dia juga mengingatkan, Kemendikbudristek telah mempunyai peraturan untuk pencegahan kekerasan seksual dan perundungan di perguruan tinggi. Kedua peraturan tersebut Nizam katakan dapat membuat kampus menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi semua yang terlibat di dalamnya.

Concern kita kesehatan psikologi itu penting, yang saat ini banyak terjadi bunuh diri dilakukan masyarakat. Hidup secara seimbang penting, hidup tidak lebih tinggi dari penghasilan penting, hidup sederhana, pola hidup yang sehat, olahraga dan sebagainya itu penting. Itu yang harus disadari kita semua, bukan hanya mahasiswa saja,” ujar Nizam.

 

 
Berita Terpopuler