Resolusi PBB dan Makin Banyaknya Negara Uni Eropa yang Mendukung Gencatan Senjata di Gaza

Menurut Josep Borrell, makin banyak negara Uni Eropa dukung gencatan senjata di Gaza.

AP Photo/Efrem Lukatsky
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrell.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrell pada Kamis (14/12/2023) mengungkapkan, bahwa makin banyak negara Uni Eropa yang mendukung gencatan senjata di Jalur Gaza, meskipun ada perbedaan pendekatan di antara negara-negara anggota UE. Hal itu dikatakan Borrell saat berbicara kepada pers sebelum pertemuan Dewan Eropa di Brussels, Belgia.

Baca Juga

Menurut Borrell, para pemimpin blok tersebut akan bertemu untuk membahas situasi di Gaza dan perang di Ukraina juga masalah perluasan blok. Borrell menambahkan, bahwa para pemimpin juga harus memperhitungkan hasil pemungutan suara Majelis Umum PBB pekan lalu yang menyerukan gencatan senjata di Gaza.

“Negara-negara Arab telah mengatakan bahwa mereka tidak akan ikut serta dalam pembangunan kembali Gaza kecuali ada komitmen kuat dari komunitas internasional untuk membangun solusi dua negara. Dan kita harus fokus pada itu,” kata Borrell.

Ia mengakui negara-negara Uni Eropa memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam menyikapi masalah Gaza. Namun, melihat hasil pemungutan suara dalam Majelis Umum PBB, saat ini lebih banyak negara anggota EU yang mendukung gencatan senjata di Gaza dibandingkan sebelum-sebelumnya.

“Semakin banyak orang yang mendorong gencatan senjata, katanya.

“Kita harus fokus pada solusi politik terhadap masalah ini ... Dan saya yakin ini adalah sesuatu yang akan didiskusikan oleh para pemimpin,” tambahnya.

Diketahui pada Selasa (12/12/2023), dalam sidang di New York, Majelis Umum PBB mengesahkan resolusi berjudul "Pelindungan Warga Sipil dan Penegakan Kewajiban terhadap Hukum dan Kemanusiaan". Resolusi tersebut diadopsi setelah didukung 153 suara, sedangkan yang menolak 10 suara, dan 23 abstain.

Kesepuluh negara yang menolak, yaitu Austria, Ceska, Guatemala, Israel, Liberia, Micronesia, Nauru, Papua Nugini, Paraguay, dan Amerika Serikat. Sementara, yang abstain di antaranya Inggris, Italia, Jerman, Hongaria, dan Belanda.

Sebelumnya, AS mengusulkan agar resolusi itu juga mengutuk kelompok perlawanan Palestina, Hamas, atas serangannya pada 7 Oktober terhadap Israel, dan Austria mengusulkan klarifikasi bahwa para sandera "ditahan oleh Hamas dan kelompok lain". Kedua usulan itu ditolak Majelis Umum PBB.

Pada 8 Desember 2023, resolusi serupa diajukan di Dewan Keamanan PBB. Meski mendapat dukungan 13 dari 15 negara anggota dewan, tetapi resolusi itu gagal diadopsi karena diveto oleh AS.

Pada 27 Oktober 2023, Majelis Umum PBB juga telah menyetujui rancangan resolusi yang menyerukan "gencatan senjata kemanusiaan segera, dalam jangka panjang dan berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan".  Resolusi itu didukung 121 negara, sedangkan 14 negara, termasuk AS, menentangnya dan 44 negara abstain.

Resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat secara hukum. Namun,  memiliki muatan politis yang signifikan dan memengaruhi kesepakatan internasional di masa depan.

Karikatur Opini Republika : Boikot - (Republika/Daan Yahya)

Salah satu negara yang mendukung resolusi "Pelindungan Warga Sipil dan Penegakan Kewajiban terhadap Hukum dan Kemanusiaan" adalah China. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan pemerintahnya mendukung penuh resolusi Majelis Umum PBB yang menuntut adanya gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza, Palestina.

"China sepenuhnya mendukung resolusi itu. Kami ikut mensponsori dan memberikan suara bagi resolusi tersebut," kata Mao Ning kepada media di Beijing pada Rabu (13/12/2023).

"Kami berharap resolusi ini dapat diimplementasikan sepenuhnya, gencatan senjata diterapkan dan permusuhan segera berakhir sesegera mungkin, dan juga penghentian krisis kemanusiaan dan pemulihan perdamaian dan stabilitas di kawasan," kata Mao Ning, menambahkan.

Mao Ning mengatakan, China siap untuk terus bekerja sama dengan semua pihak dalam memainkan peran positif dan konstruktif untuk mewujudkan perdamaian antara Palestina dan Israel melalui solusi dua negara.

"Resolusi itu sesuai hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional, khususnya yang terkait dengan perlindungan warga sipil, pembebasan semua sandera segera dan tanpa syarat, serta menjamin akses kemanusiaan," kata Mao Ning.

Resolusi kedua terkait konflik Palestina dan Israel yang dihasilkan dari sidang darurat Majelis Umum PBB tersebut, kata dia, mencerminkan seruan kuat dari komunitas internasional agar gencatan senjata diberlakukan. Selain gencatan senjata, resolusi itu juga menyuarakan keprihatinan atas "bencana situasi kemanusiaan" di Jalur Gaza dan penderitaan warga sipil Palestina.

Indonesia dan 104 negara lainnya turut menjadi sponsor bersama bagi resolusi tersebut. Resolusi itu juga menekankan bahwa warga sipil Palestina dan Israel "harus dilindungi" sesuai hukum humaniter internasional. Semua pihak diminta untuk mematuhi kewajiban mereka berdasarkan hukum internasional, terutama yang berkaitan dengan perlindungan warga sipil.

 

Menurut Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, banyaknya jumlah negara yang menjadi co-sponsor resolusi Majelis Umum PBB menunjukkan semakin tingginya tekanan politis dari dunia untuk dilakukannya gencatan senjata di Gaza.  Resolusi tersebut diadopsi setelah didukung 153 negara, sedangkan 10 negara termasuk Israel dan AS menolak, sementara 23 negara termasuk Inggris menyatakan abstain.

“Inti dari resolusi (Majelis Umum PBB) adalah meminta gencatan senjata, pentingnya melindungi warga sipil, melepas seluruh sandera dan memastikan pemenuhan kewajiban hukum humaniter internasional,” kata Retno ketika menyampaikan keterangan pers secara daring dari Jenewa, Swiss, Kamis (14/12/2023).

Resolusi tersebut diajukan dengan co-sponsorship 104 negara, termasuk Indonesia dan juga seluruh negara anggota ASEAN dan negara pengamat. Secara khusus, ujar Retno, Indonesia selama pengajuan rancangan resolusi juga aktif melakukan penggalangan dukungan ke negara-negara Asia Tenggara, Karibia, dan Amerika Latin.

Bersama dengan sejumlah negara OKI antara lain Arab Saudi, Mesir, Yordania, Turki, Qatar dan Nigeria, Indonesia terus berada di garis depan untuk melakukan penggalangan dukungan bagi pengakhiran perang di Gaza.

“Tantangan yang dihadapi tidaklah mudah. Namun, kami tidak akan menyerah dan kami akan terus berupaya,” tutur Retno.

Selama kunjungan kerjanya di Jenewa, Menlu RI juga memanfaatkan waktunya untuk bertemu perwakilan sejumlah badan PBB seperti WHO, UNOCHA, dan ICRC guna mendiskusikan lebih lanjut isu Gaza.

“Mereka sangat menghargai peran aktif Indonesia dalam upaya menyelesaikan masalah di Gaza. Dan semua sepakat mengenai pentingnya gencatan senjata dan mereka juga menghargai upaya diplomatik yang dilakukan Indonesia bersama dengan beberapa menlu OKI,” tutur dia.

 

 

Dewan Keamanan PBB menggelar rapat darurat membahas resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza pada Jumat (8/12/2023). - (Tim infografis republika.co.id)

 
Berita Terpopuler