Kisah Pria Yahudi Mualaf Usai Belajar Gamelan di Indonesia

Aron tinggal selama lebih dari dua tahun di Indonesia.

EPA-EFE/NARENDRA SHRESTHA
Ilustrasi.
Rep: Andrian Saputra Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebut saja namanya Aron (bukan nama sebenarnya). Ia adalah berasal dari keluarga Yahudi yang menjadi mualaf atau memeluk Islam setelah dirinya menjadi pelajar di Indonesia.

Seperti dilansir About Islam pada Selasa (12/12/2023) Aron mengungkapkan bahwa dirinya dibesarkan di New York City. Aron adalah orang Yahudi.

Nenek moyangnya berasal dari wilayah Eropa Timur, tepatnya dari Polandia. Keluarganya meninggalkan negara itu saat Kekaisaran Rusia yang antisemit menguasai sebagian Polandia pasca 1795. Aron mengisahkan setelah nenek moyangnya melakukan perjalanan jauh, mereka pun sampai dan menetap di New York.

Baca Juga

“Keluarga saya tidak pernah menjadi orang Yahudi ortodoks. Meskipun demikian, Yudaisme memang memainkan peran penting dalam kehidupan kami dan merupakan penanda penting identitas kami. Kami mengikuti ritual dan perayaan tradisional sambil berinteraksi dengan masyarakat di sekitar kami,” kata Aron.

Sejak usia dini, Aron telah memiliki bakat terhadap dunia musik. Pada usia remaja ia lebih menggeluti musik eksperimental.

Ia pun sangat tertarik dengan musik tradisional dan berbagai akar musik dari berbagai belahan dunia. Ia kerap mengolah komposisi suara dari berbagai alat musik.

Suatu hari, temannya bercerita kepada Aron tentang Indonesia. Aron disarankan untuk belajar etnomusikologi di Indonesia yang memang terkenal memiliki beragam alat musik tradisional.

Aron pun akhirnya bertekad...

Aron pun akhirnya bertekad untuk pergi ke Indonesia dan mendaftar ke institut seni yang memiliki program bidang etnomusikologi. Meski begitu, selama di Indonesia, Aron memilih menyembunyikan identitasnya sebagai seorang Yahudi.

“Saya menyembunyikan identitas yahudi saya. Ketika saya tiba di Indonesia dan mendaftar di institut tersebut, saya tidak memberitahu siapa pun bahwa saya adalah seorang Yahudi. Di Indonesia, biasanya Anda harus menyatakan agama Anda. Saya saja menyatakan saya beragama Buddha. Itu adalah pilihan termudah saat itu,” kata Aron.

Aron merasa khawatir orang-orang akan memusuhinya bila mengetahui ia adalah seorang Yahudi. Oleh karena itu, ia pun memilih mengaku sebagai penganut agama Buddha. Aron mengatakan orang Indonesia pun menerimanya sebagai orang Buddha dan tidak banyak mempertanyakan hal-hal yang membuatnya tak nyaman.

Aron tinggal selama lebih dari dua tahun di Indonesia. Selama kurun waktu tersebut, Aron banyak mengikuti proyek musik. Tapi, selain itu, ia juga suka menghadiri diskusi keagamaan. Aron lebih berkonsentrasi pada dunia musiknya dan semakin jauh dari tradisi agama Yahudi.

Di Indonesia Aron pun mulai mengenal Islam. Awalnya ia melihat Islam sebagai agama lokal yang bukan untuknya.

Bahkan ia melihat orang-orang Islam yang taat lebih banyak menghabiskan waktu untuk beribadah. Hingga suatu hari, Aron mengikuti pertunjukan gamelan tradisional.

Saat itu, ada seorang lelaki tua yang duduk di sebelahnya. Lelaki itu pun mengajak Aron berbincang.

Ini terjadi saat pertengahan tahun...

 

Ini terjadi saat pertengahan tahun kedua Aron berada di Indonesia, hingga Aron pun sudah cukup mahir menggunakan bahasa Indonesia untuk berbincang dengan lelaki tua itu. Orang tua itu menjelaskan kepada Aron bagaimana hubungan gamelan dengan agama Islam.

“Dia menjelaskan kepada saya hubungan antara gamelan dan Islam. Dia bercerita tentang ansambel gamelan kerajaan kuno yang hanya untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Gamelan Sekaten berukuran lebih besar dari gamelan lainnya dan hanya digunakan setahun sekali. Orang tua itu melanjutkan permainan gamelan ini dimaksudkan melambangkan puji-pujian yang tiada henti kepada Nabi Muhammad SAW. Kisah ini membuat saya terkesan karena saya tidak pernah memikirkan aspek spiritual dari musik. Penjelasannya memberikan dampak jangka panjang pada saya,” katanya.

Aron terus menggubah musik eksperimental. Dan rekaman gamelannya menjadi bagian penting di dalamnya.

Aron mulai membaca lebih banyak tentang aspek spiritual Islam dan khususnya yang disebut mistisisme Islam di Indonesia. Hingga itu menyentuh hatinya dan mempengaruhinya.

“Saya memahami Islam adalah agama yang hidup dan penuh dengan spiritualitas yang saya inginkan dalam hidup saya. Saya selama ini melihat Islam sebagai agama yang kering dan ketat yang hanya berfokus pada aspek dan aturan lahiriah. Membaca tentang Islam di Indonesia, saya mengetahui persepsi saya jauh dari kenyataan. Dan semakin banyak saya membaca, semakin saya tertarik. Saya juga membaca tentang Islam di tempat lain di dunia. Dan saya terpesona dengan kekayaannya,” katanya.

Perjalanan spiritualnya dengan jalan menekuni gamelan membaut Aron mendapat hidayah. Ia pun akhirnya mantap memutuskan untuk memeluk Islam.

“Saya tertarik untuk memeluk Islam dan menjadi Muslim. Tapi saya mengkhawatirkan keluarga. Apa yang akan mereka katakan? Seorang Yahudi menjadi Muslim? Saya tidak ingin kehilangan. Akhirnya saya mengikuti kata hati. Saya mengucapkan syahadat di sebuah pusat komunitas Muslim kecil di New York City. Saya mulai berdoa. Dan saya bergabung dengan lingkaran dzikir. Mengingat Allah secara ritmis sungguh luar biasa. Ibarat musik spiritual yang menyejukkan hati dan menenangkan pikiran,” katanya.

Aron masih merahasiakan...

 

Aron masih merahasiakan diri pada keluarganya bahwa ia telah masuk Islam. Lebih-lebih, Aron tak tinggal dengan keluarganya yang membuatnya semakin mudah menyembunyikan identitasnya sebagai Muslim. Tapi, pada akhirnya keluarga Aron mencurigainya lantaran Aron kerap menghindari berbagai perayaan keagamaan dan pertemuan rutin komunitas Yahudi.

“Ketika saya memberi tahu mereka, mereka hanya diam untuk waktu yang terasa seperti selamanya. Lalu ibuku bertanya apakah aku bahagia. Dan saya berkata:"Ya!" Namun, ayah saya mengajukan permintaan: 'Bisakah kamu menunggu hingga semuanya diumumkan ke publik? Maksud saya, saat ini orang mempunyai opini buruk tentang Muslim. Dan saya tidak ingin teman-teman kita berpikir negatif tentang kamu atau kami,'" kata Aron.

Aron pun mengikuti saran ayahnya untuk sementara waktu menahan diri untuk mempublikasikan kepada orang-orang bahwa dirinya telah masuk Islam. “Aku menuruti permintaan ayahku. Dan saya masih melakukannya. Kami hanya tidak berbicara tentang agama. Saya hanya sesekali bergabung dengan pertemuan komunitas Yahudi. Kalau tidak, aku tidak akan menonjolkan diri. Ini telah bekerja dengan baik bagi kita semua. Saya masih bisa melihat dan mengunjungi keluarga saya. Alhamdulillah,” katanya.

 
Berita Terpopuler