Zat Adiktif Rokok Pengaruhi Tingkat Kecerdasan, Ahli: Gimana Mau Bersaing Jika IQ Jongkok?

Angka perokok pada anak mencapai 9,3 persen atau 3,2 juta orang.

Prayogi/Republika
Kampanye berhenti merokok (Ilustrasi). Kementerian Kesehatan berupaya menurunkan prevalensi perokok berusia 10 sampai 18 tahun.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anda perokok? Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Hasbullah Thabrany menyebutkan zat adiktif pada rokok berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan seseorang.
 
"Kalau mabuk zat adiktif mana bisa kita memproduksi generasi yang baik?" katanya dalam acara pernyataan sikap mendukung pengaturan pengamanan zat adiktif di Jakarta, Rabu (6/12/2023).
 
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2021 mengungkapkan angka perokok pada anak mencapai 9,3 persen atau 3,2 juta orang. Hasbullah mengungkapkan kebiasaan tersebut dapat memengaruhi tingkat kecerdasan (IQ) pada seseorang.
 
Tingkat kecerdasan, lanjut Hasbullah, memengaruhi daya nalar seseorang terhadap segala sesuatu. Ia menyebutkan kurangnya daya nalar perokok salah satunya terjadi pada perokok yang menggunakan uang belanja keluarga untuk membeli rokok, bukan untuk membeli makanan yang bergizi.
 
"IQ rata-rata orang Indonesia sekitar 87-90. IQ rata-rata orang Singapura, China, Taiwan, Hong Kong di atas 100. Bagaimana bisa bersaing kalau IQ jongkok? Daripada membeli rokok mending dibelikan telur atau susu yang membuat otak orang menjadi cerdas," ujarnya.
 
Bukti lainnya, lanjut Hasbullah, dapat ditemukan dalam berbagai ajang olahraga tingkat mancanegara yang diikuti Indonesia. Menurutnya, prestasi suatu negara dalam ajang olahraga internasional mencerminkan kecerdasan, fisik, dan kesehatan negara tersebut.
 
Hasubllah menilai perilaku merokok merupakan perilaku yang umumnya dilakukan oleh orang yang sedang berada dalam kecemasan.
 
"Nanti yang ada bukan Indonesia Emas, tapi malah Indonesia Cemas," ucapnya.

Baca Juga

Untuk itu, Hasbullah mendorong kepada pemerintah untuk segera menetapkan pengaturan pengamanan zat adiktif dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksana Undang-Undang Kesehatan (RPP Kesehatan). Tujuannya agar generasi muda tidak dimabuk zat adiktif.
 
Terkait hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah memastikan aturan soal pembatasan tembakau dan produk turunannya tidak hilang dalam RPP Kesehatan.
 
"Masih ada, kalau hilang, hilang dong PP (109/12 tentang Pengamanan Zat Adiktif)," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi (28/11/2023).
 
Nadia mengungkapkan saat ini proses penyusunan RPP Kesehatan tengah berlangsung pada tahap harmonisasi dengan kementerian lain yang terkait. Ia berharap proses penyusunannya dapat diselesaikan pada Desember ini.

 
Berita Terpopuler