Tidak Semua Pria Minangkabau 'Dibeli' Saat Menikah, Tradisinya Berasal dari Sini

Adat membeli mempelai pria sudah mulai ditinggalkan, kerap jadi masalah di pernikahan

ANTARA/Iggoy el Fitra
Pasangan pengantin menggunakan pakaian adat Minangkabau.
Rep: Febrian Fachri  Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Media sosial dikejutkan oleh kematian seorang calon mempelai perempuan yang diduga bunuh diri pada Senin (13/11/2023). Informasi yang berseliweran di sosial media menyebutkan korban nekat bunuh diri gara-gara uang jemputan calon pengantin pria senilai Rp 500 juta.

Baca Juga

Sekretaris Umum Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatra Barat, Jasman Rizal Dt. Bandaro Bendang, angkat bicara setelah banyak warganet menghujat adat ‘beli’ atau uang penjemput mempelai laki-laki untuk prosesi pernikahan. Jasman, menegaskan adat ‘beli’ mempelai laki-laki bukanlah adat dan budaya Minangkabau secara keseluruhan. 

Menurut Jasman, itu adalah kebiasan atau tradisi di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman (setelah pemekaran). Di wilayah itu, ada tradisi ketika laki-laki menikah, perempuan akan menyerahkan 'uang japuik' kepada keluarga laki-laki yang akan meninggalkan rumah.

“Itu (budaya ‘beli’ mempelai laki-laki) bukan adat Minangkabau. Tapi suatu kebiasaan dulu di salah satu kabupaten di Sumatra Barat, namanya Uang Japuik. Itu hanya ada di Pariaman. Jadi bukan Minangkabau secara keseluruhan,” kata Jasman, kepada Republika.co.id, Sabtu (17/11/2023).

Jasman mengungkapkan, tradisi ‘beli’ mempelai pria itu sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat setempat. Pasalnya, tradisi ini kerap mendapatkan pertentangan dan kerap menjadi masalah dalam persiapan pernikahan.

Jasman menerangkan di zaman modern ini sudah banyak masyarakat Pariaman terutama generasi muda menentang kebiasan uang japuik tersebut. Meskipun demikian, masih ada sesekali dilakukan. Itu pun dapat dicarikan solusi dan alternatif. 

Misalnya, katanya, agar tidak memberatkan pihak keluarga mempelai wanita, uang japuik dibuat patungan antara kedua keluarga. Ada juga justru keluarga pria diam-diam di belakang membiayai seluruhnya ke keluarga wanita untuk kemudian dijadikan uang japuik saat prosesi adat agar pernikahan mereka tetap berjalan.

“Sudah mulai ditinggalkan. Hanya sebagian kecil di Pariaman yang masih melakukan tradisi itu. Dan itu sebenarnya bisa dibicarakan baik-baik antara kedua keluarga atau antara kedua calon mempelai,” ujar Jasman.

Terkait kasus bunuh diri....

 

Terkait kasus Shintia bunuh diri yang menghebohkan masyarakat terutama di dunia maya, Jasman mengimbau agar menyerahkan sepenuhnya penyelidikan kepada pihak kepolisian. Menurut Jasman, belum tentu uang japuik seperti yang dihebohkan netizen sebagai faktor pendorong Shintia nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. 

“Dan saya masih meragukan apa iya gara-gara itu terjadi bunuh diri. Serahkan penanganan kepada polisi. Jangan menduga-duga dulu,” kata Jasman menambahkan.

Sebelumnya dilaporkan, seorang wanita muda bernama Shintia Indah Permatasari (25 tahun) ditemukan tewas di salah satu penginapan di Kota Padang pada Senin (13/11/2023). Shintia tewas tergantung dengan mukena yang diikat di lemari. Shintia merupakan warga Kota Pariaman. Padahal, ia rencananya akan melangsung pernikahan dengan seorang personel kepolisian pada 14 Januari 2024. 

Keberadaan Shintia di Padang diketahui sedang melakukan pengurus surat-surat pernikahannya. Menurut PS Kapolsek Padang Barat, AKP Yudarman Tanjung, korban memesan kamar penginapan hanya seorang diri. Ia menginap di Padang untuk urusan persiapan pernikahannya. 

 “Menginap memang sendiri, setelah konfirmasi ke pihak penginapan. Memang korban sering menginap bersama keluarganya sebelumnya di penginapan ini. Sudah sering. Ini penginapan syariah. Waktu kejadian menginap sendiri,” ujar Yudarman, Sabtu (18/11/2023). 

Yudarman menjelaskan kasus ini didugaan bunuh diri terungkap awalnya laporan dari pihak penginapan. Ketika itu, kamar penginapan terkunci dari dalam. Setelah dicek pihak kepolisian ternyata kamar terkunci dari dalam.

Setelah pintu kamar dibuka paksa lanjut Yudarman, kamar terlihat dalam keadaan rapi. Barang-barang berharga korban tidak ada yang berceceran. 

 

Setelah olah TKP, baru korban kemudian diturunkan dari lemari yang diduga dipakai bunuh diri. Di lemari itu ada sedikit muncul untuk bisa menggantung. Setelah diperiksa, diidentifikasi dan pengecekan pihak kepolisian menyatakan tubuh Shintia tidak ditemukan adanya unsur kerasan atau penganiayaan dari benda tumpul. 

 
Berita Terpopuler