Terdampar di Rafah dan Obrolan Malam di Balik Berdirinya Rumah Sakit Indonesia di Gaza

Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza adalah hadiah dari masyarakat Indonesia

AFP/Bashar Taleb
Kondisi Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Rabu (1/11/2023). Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza adalah hadiah dari masyarakat Indonesia untuk rakyat Palestina.
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Banyak kesaksian dari pihak Gaza dan Israel tentang keajaiban-keajaiban yang muncul saat perang berkecamuk di Gaza, Palestina pada  2008-2009. 

Baca Juga

Mulai dari kemunculan pasukan misterius bergamis putih yang membantu pejuang Gaza, bantuan burung merpati, awan berkabut, badai dan fenomena-fenomena alam lainnya yang membantu pejuang Gaza.   

Termasuk bantuan dan simpati dari dunia Internasional untuk rakyat Gaza, Palestina. Salah satu di antaranya adalah bantuan rakyat Indonesia yang dibawa Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) untuk saudara-saudara di Gaza.

Awalnya tim relawan MER-C akan memberikan bantuan obat-obatan, pangan dan bantuan medis yang diperlukan di pusat-pusat kesehatan yang ada di dalam Gaza. Maka yang berangkat adalah tiga orang dokter dan dua orang lain yang mempersiapkan keperluan logistik. 

Farid Thalib yang sekarang jadi salah satu Presidium MER-C mengenang saat perang 2008-2009 di Gaza. Rombongan relawan sudah dua pekan terpaku di perbatasan Rafah (Mesir dan Gaza, Palestina) tanpa kejelasan kabar kapan pintu perbatasan akan dibuka. Setiap hari mereka mendengar dan menyaksikan saudara-saudara mereka di Gaza menghadapi serangan Israel.

Jarak relawan MER-C berdiri dengan titik lokasi penyerangan Israel memang tidak jauh, hanya sekitar 2 km sampai 3 km saja jaraknya.

Dari jarak dekat, Farid Thalib menyaksikan sendiri dengan matanya betapa rakyat Gaza berperang sendirian di dalam sana melawan penjajah Israel. Tidak ada bantuan dan tidak ada pertolongan.

"Kami yang melihat peperangan terjadi, muncul berbagai perasaan mulai dari takut di awal-awal kedatangan, kemudian bergelora ingin ikut membantu dan membela sampai dengan kebingungan karena tidak tahu harus dan bisa berbuat apa di perbatasan yang tertutup rapat untuk para relawan," kata Farid Thalib.

Dikisahkan dalam buku Menghimpun Kebesaran Allah, Pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza yang diterbitkan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), 2023. Farid Thalib mengungkapkan, seandainya saat itu mereka bisa melemparkan batu yang ada di dalam genggaman, mereka akan melakukannya. Melempar sejadi-jadinya sejauh-jauhnya saking bergejolaknya perasaan di dalam dada menyaksikan peperangan.

Bolak-balik Rafah-Kairo dan Kairo-Rafah telah mereka lakukan entah berapa kali mencoba merayu, melobi dan meminta agar relawan-relawan medis bisa masuk ke Gaza untuk membantu. Tetapi tidak kunjung ada jalan.

Pada suatu malam, Farid Thalib mengenang perbincangan dirinya dengan almarhum Joserizal Jurnalis (pendiri MER-C) di salah satu wisma mungkin perpustakaan di Kedutaan Besar Indonesia di Kairo, Mesir.

Baca juga: Zionis Israel akan Hancur Binasa 3 Tahun Lagi? Prediksi Syekh Ahmad Yasin Kembali Viral

Mereka berdua rebahan di karpet ruangan membicarakan tentang Palestina, kekejaman Israel dan ketidakberdayaan dunia. "Kita tidak boleh diam saja pak Farid," kata Joserizal. 

"Kita tidak diam Dok, buktinya kita sudah sampai di sini berarti kita tidak diam," kata Farid Thalib sambil keduanya menatap langit-langit ruangan. "Kita harus berbuat sesuatu pak Farid," ujar Joserizal dalam kalimat dan kata yang lain. "Insya Allah kita sedang dan akan melakukan Dok," Farid Thalib menjawab sekenanya.

Kemudian Joserizal mengatakan ide yang berkecamuk dalam pikirannya, "Apakah kita bisa membangun rumah sakit untuk saudara-saudara kita di Gaza?" "Insya Allah pasti bisa kalau ada uangnya," jawab Farid Thalib.

 

 

Tapi dalam hati Farid Thalib membatin, teman berbincangnya ini sedang tidak lurus pikirannya, mungkin pikirannya sedang kacau, mungkin dia sedang mengigau atau tidak sepenuhnya sadar dengan apa yang diucapkan.

Sebab ingin membawa bantuan medis masuk ke Gaza saja susahnya sangat luar biasa dan tidak ada kejelasan ujung pangkalnya

"Eh, Joserizal malah ingin membangun rumah sakit di dalamnya, pasti sedang ngaco pikirannya," kata Farid dalam pikirannya.

Tapi Joserizal tidak sedang bermimpi apalagi dengan pikiran kacau. Di dalam benak Joserizal, di dalam bayangan Joserizal, di dalam kepala Joserizal, dia sudah sedang membangun rumah sakit yang ada di Gaza.

Joserizal tidak sedang bercita-cita. Di dalam alam idenya, di dalam kepalanya, di dalam bayangannya bangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza telah berdiri gagah.

Malam itu mereka berdua jatuh tertidur dengan pikiran yang berkecamuk di dalam kepala masing-masing. Tangan Allah sedang bekerja membangun Rumah Sakit Indonesia di Gaza di dalam alam bawah sadar seorang hamba-Nya: Joserizal Jurnalis.

Pada 27 Desember 2015, Rumah Sakit Indonesia di Gaza resmi dibuka dan beroperasi. 

Kondisi Terbaru RS Indonesia di Gaza

Pada Selasa (14/11/2023), MER-C Indonesia menyampaikan kondisi terbaru Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina. MER-C mengatakan bahwa kondisi RS Indonesia di Gaza sangat memilukan, memprihatinkan dan menyedihkan. Sebelumnya, Israel mulai melancarkan serangan brutal dan bengis ke rakyat Gaza selama satu bulan terakhir.

Ketua Presidium MER-C, Sarbini Abdul Murad mengatakan, listrik di RS Indonesia mati, masyarakat di sana lumpuh, obat-obatan habis, dan tenaga kesehatan ada yang menjadi korban serangan Israel. Bahkan, makanan sudah didapat. Kondisi masyarakat di Gaza Utara termasuk RS Indonesia di sana sangat kesusahan dan memilukan.

"Saya sudah buat surat ke Presiden Indonesia (Joko Widodo) ketika bertemu Joe Biden (Presiden Amerika Serikat) untuk menyampaikan kepada Joe Biden agar menekan Israel untuk melakukan gencatan senjata," kata Sarbini saat dihubungi Republika, Selasa (14/11/2023).

MER-C berharap AS bisa menekan Israel agar melakukan gencatan senjata. Supaya bisa dilakukan distribusi makanan dan bantuan ke titik-titik yang kritis dan membutuhkan bantuan di Gaza, Palestina. Sebab, tanpa ada gencatan senjata maka distribusi bantuan kemanusiaan tidak bisa maksimal di Gaza.

Sarbini mengatakan, Gaza Utara adalah daerah pertempuran paling besar. Masyarakat Gaza di Utara kekurangan bantuan dan makanan, termasuk RS Indonesia di Gaza. Kalau di Gaza Selatan tercukupi, tapi di Gaza Utara tidak tercukupi atau sangat kekurangan.

"Sopir-sopir yang mendistribusikan bantuan ke Gaza Utara itu ketakutan karena Israel tidak melakukan gencatan senjata," ujar Sarbini.

Sarbini mengatakan, sopir-sopir ini atau orang-orang yang menyalurkan makanan ini mengkhawatirkan keselamatan mereka kalau tidak ada gencatan senjata.

Baca juga: Mengapa Malaikat Jibril Disebut Ruh Kudus dalam Alquran?

 

MER-C mengajak ke masyarakat Indonesia mendukung RS Indonesia di Gaza. RS Indonesia butuh dukungan dana, doa dan bantu melawan buzzer-buzzer yang membela Israel. Masyarakat Indonesia juga diharapkan ikut aksi-aksi dan demonstrasi membela Palestina, sehingga punya keterikatan batin dengan Palestina.

Sarbini mengatakan, mari terus menyuarakan di media sosial dan di mana-mana, supaya publik tahu bahwa warga Indonesia bersama warga Gaza. Sehingga warga Indonesia tidak melupakan warga Gaza.

 

"Karena penderitaan mereka (warga Gaza, Palestina) juga bagian dari kita, itu yang perlu disampaikan kepada publik, Palestina adalah kita, kita adalah Palestina," kata Sarbini. 

Sebulan Genosida di Gaza - (Republika)

 
Berita Terpopuler