Genap Sebulan Perang Berlangsung, Netanyahu Akui Hamas Musuh yang Sangat Tangguh

Netanyahu mengakui Hamas musuh yang tangguh dan tidak akan memberi pengampunan.

AP Photo/Abir Sultan
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dwina Agustin, Amri Amrullah, Mabruroh

Baca Juga

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengakui, Hamas sebagai musuh yang tangguh yang harus dilawan oleh angkatan bersenjatanya. Hari ini tepat sebulan perang Israel-Hamas dan Netanyahu menegaskan tidak akan mengambil keputusan gencatan senjata meski 10 ribu warga Palestina telah dilaporkan tewas akibat agresi militer Zionis.

“Ini (Hamas) adalah musuh yang sangat tangguh, tetapi kita tidak bisa membiarkan mereka memiliki kekebalan,” kata Netanyahu dalam keterangan resminya di Tel Aviv, Selasa (7/11/2023) dikutip Aljazirah.

Meski demikian, Netanyahu mempertimbangkan 'jeda taktis' untuk mempersilakan bantuan kemanusiaan masuk Gaza. Jeda kemanusiaan itu pun akan dikontrol secara ketat oleh IDF.

“Tidak akan ada gencatan senjata, gencatan senjata umum, di Gaza tanpa pembebasan sandera kami. Selama jeda taktis, satu jam di sini, satu jam di sana–kita sudah pernah mengalaminya sebelumnya,” ujar Netanyahu.

Israel saat ini berada di bawah tekanan internasional yang semakin besar untuk menghentikan pengeboman terhadap Gaza. Presiden AS Joe Biden pun telah menekan Netanyahu untuk menyetujui jeda kemanusiaan yang mengizinkan bantuan masuk ke Gaza.

Menurut Kementerian Kesehatan di daerah kantong yang dikelola Hamas, setidaknya 10.022 warga Palestina, termasuk lebih dari 4.100 anak-anak, telah terbunuh di Gaza selama perang yang berlangsung selama sebulan tersebut. Netanyahu menyatakan, hilangnya nyawa warga sipil adalah sebuah “tragedi”, tetapi membantah laporan jumlah korban terbunuh tersebut.

Netanyahu mengatakan, bahwa jumlah tersebut termasuk beberapa ribu pejuang Palestina. Dia juga menuduh Hamas menggunakan penduduk Gaza sebagai tameng manusia.

Ketika ditanya dalam sebuah wawancara dengan ABC pada Senin (6/11/2023), siapa yang harus memerintah Gaza setelah perang, Netanyahu menjawab, ketika konflik selesai, Israel akan memegang keamanan secara keseluruhan di Gaza untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. 

"Karena kita telah melihat apa yang terjadi jika kita tidak mempunyai tanggung jawab keamanan tersebut," kata Netanyahu.

Menurut Netanyahu, saat Israel tidak memegang keamanan di Gaza, justru itu yang membuat meletusnya teror oleh Hamas dalam skala yang tidak dapat dibayangkan. Penyataan ini jelas-jelas membantah permintaan sekutu terdekatnya, AS.

Diketahui, Joe Biden sudah pernah memperingatkan, pendudukan di Gaza akan menjadi 'kesalahan besar' Israel. Meskipun Biden sangat mendukung perang Netanyahu melawan Hamas, kedua pemimpin memiliki perbedaan taktik. Mereka tidak sepaham dalam upaya untuk mencegah jatuhnya korban sipil dan perlunya jeda dalam pertempuran untuk memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan.

 

 

Juru bicara Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, Abu Obeida, mengumumkan serangkaian operasi signifikan di beberapa poros di Gaza melawan pasukan Israel. Ia mengumumkan pada Ahad (5/11/2023) bahwa para pejuang kelompok tersebut telah menghancurkan 27 kendaraan militer Israel di Gaza.

Dalam sebuah pernyataan yang dikutip Al Mayadeen, Abu Obeida mengungkapkan bahwa para pejuang Al-Qassam membombardir pasukan penjajah di sejumlah titik di Gaza dengan puluhan peluru mortir, dan terlibat dalam konfrontasi langsung dengan pasukan Israel. Sejak Senin (6/11/2023), pejuang Hamas menghancurkan total empat kendaraan lapis baja Israel dengan menggunakan RPG anti-tank Al-Yassin 105 di kamp al-Shati, dekat pantai Kota Gaza, dan Hay al-Syekh Radwan, yang terletak di antara al-Shati dan kamp pengungsi Jabalia.

Dalam sebuah pernyataan terpisah, Brigade Al-Qassam mengumumkan penghitungan terbesar mereka, dengan mengatakan bahwa mereka menghancurkan enam tank Merkava penjajah di daerah yang sama. Sejauh ini, pihak Zionis telah mengakui bahwa 348 tentaranya telah terbunuh sejak Operasi Banjir Al-Aqsha diluncurkan pada 7 Oktober lalu.

 

Baru-baru ini, juru bicara militer Israel mengonfirmasi bahwa seorang tentara tewas di Jalur Gaza, sementara laporan media Israel mengungkapkan bahwa seorang Sersan Satu yang bertugas di bawah Brigade Penerjun Payung ke-202 mengalami luka kritis di medan perang yang sama pada Ahad (5/11/2023). Bersamaan dengan itu, jumlah martir di Jalur Gaza telah meningkat menjadi total 10.022 warga Palestina termasuk 4.104 anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza.

Hal ini terjadi setelah pasukan penjajah Israel dengan sengaja memutus layanan internet dan komunikasi di Jalur Gaza pada Ahad. Jumlah korban syahid dan tingkat kehancuran yang terjadi di Jalur Gaza menjadi lebih jelas pada Senin ketika laporan mengindikasikan bahwa setidaknya 200 orang menjadi martir selama serangan sepanjang malam.

Negara-negara yang memilih bermusuhan dengan Israel. - (Tim Infografis Republika.co.id)

 

Raja Yordania Abdullah II pada Senin (6/11/2023) memperingatkan Israel untuk tidak memperluas perangnya di Gaza. Dilaporkan Anadolu, Raja Abdullah menyampaikan komentarnya itu di ibu kota Belgia, Brussels, selama pertemuannya dengan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.

Raja Abdullah mengatakan bahwa semua orang menanggung akibatnya karena tidak ada solusi politik terhadap konflik Palestina-Israel. Dia juga menyerukan upaya untuk segera melakukan gencatan senjata di Gaza dan melindungi warga sipil.

Sang raja juga menyoroti isu penyerangan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki. Ia memperingatkan bahwa tindakan semacam itu dapat memicu situasi di sana.

Berbicara terpisah, Perdana Menteri Bisher al Khasawneh mengatakan Yordania akan membuka "semua opsi" dalam menanggapi apa yang disebut sebagai kegagalan Israel membedakan antara target militer dan sipil dalam pengeboman dan invasi yang semakin intensif ke Jalur Gaza. Ia tidak menjelaskan lebih lanjut langkah apa yang akan diambil Yordania.

Hal ini disampaikan beberapa hari setelah Yordania memanggil pulang duta besarnya dari Israel sebagai bentuk protes atas serangan Israel ke Gaza. Pekan lalu Yordania juga mengumumkan duta besar Israel, yang meninggalkan Amman tidak lama setelah serangan Hamas, tidak akan diizinkan untuk kembali. Secara efektif iadita besar Israel itu dinyatakan sebagai persona non grata (orang yang tak diinginkan).

"Semua pilihan ada di atas meja untuk Yordania dalam menghadapi agresi Israel ke Gaza dan dampaknya," kata Khasawneh kepada media pemerintah, Senin (6/11/2023).

Yordania menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1994. Khasawneh mengatakan pengepungan Israel pada Gaza yang padat penduduk bukanlah pembelaan diri seperti yang selama ini mereka klaim. 

"Serangan brutal Israel tidak membedakan antara target sipil dan militer dan meluas ke daerah-daerah yang aman dan ke ambulans," katanya.

Ratu Yordania, Rania pada Ahad (5/11/2023) juga ikut mendesak seruan kolektif untuk gencatan senjata di Gaza. Menurutnya, mereka yang menentang gencatan senjata sama artinya dengan mendukung dan membenarkan kematian ribuan warga sipil.

Dalam wawancara mendalam dengan Becky Anderson dari CNN, Ratu Rania menanggapi penolakan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken terhadap gencatan senjata saat berada di Amman. Setelah bertemu dengan para pemimpin Arab pada hari Sabtu pekan lalu, Blinken mengatakan gencatan senjata di Gaza hanya akan memungkinkan lebih banyak serangan Hamas.

“Harus ada seruan kolektif untuk gencatan senjata dan saya tahu beberapa orang yang menentang gencatan senjata berpendapat bahwa itu akan membantu Hamas. Namun, dalam argumen itu mereka secara inheren menolak kematian, dan pada kenyataannya mendukung dan membenarkan kematian ribuan warga sipil. Itu hanya tercela secara moral, picik dan tidak sepenuhnya rasional,” kata Ratu Rania dilansir dari Arab News, Senin (6/11/2023).

“Jika (Israel) berhasil melenyapkan semua Hamas, akar penyebab konflik ini adalah pendudukan ilegalnya, pelanggaran hak asasi manusia rutin, permukiman ilegal, mengabaikan resolusi PBB dan hukum internasional. Jika kami tidak mengatasi akar penyebabnya, Anda dapat membunuh kombatan tetapi Anda tidak dapat membunuh penyebabnya,” tambah Ratu Rania.

 

Karikatur Opini Republika : Amerika Bela Israel - (Daan Yahya/Republika)

 
Berita Terpopuler