Jika Hakim MK Melanggar Etik, Bisakah Putusan Usia Capres Dikoreksi? Ini Kata Pakar

Pelanggaran etik dinilai harus jadi persoalan serius, jangan diremehkan.

Amin Madani/Republika
Mahkamah Konstitusi
Rep: Wahyu Suryana Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Publik menanti putusan Majelis Kehormatan MK apakah ada pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi yang mengadili perkara nomor 90 terkait syarat usia calon presiden. Jika hakim dinilai melanggar, apakah bisa putusan MK dikoreksi?

Baca Juga

Pakar hukum tata negara, Gugun El Guyanie menilai, jika ada kesalahan, putusan MK soal usia capres-cawapres harus koreksi. "Maka, logikanya putusan judicial review terkait syarat usia capres dan cawapres harus dikoreksi. Artinya, putusan perkara 90 tidak final dan binding atau kehilangan kekuatan mengikat," kata Gugun, Kamis (2/11/2023).

Kemudian, muncul tanya apa mengoreksi putusan MK yang seharusnya final and binding melanggar konstitusi? Jawabannya, menurut iya, melanggar konstitusi kalau dalam kondisi normal. Kondisi ketika hakim-hakim MK tidak melanggar etik dan prosesnya sesuai hukum acara.
 
Namun, jika dalam proses memutus perkara penuh dengan pelanggaran etik yang mencederai rasa keadilan, putusan MK harus dikoreksi. Putusan MK harus diperiksa ulang dengan komposisi majelis hakim yang tidak mendapatkan sanksi etik.
 
Gugun menekankan, pelanggaran etik harus jadi soal serius, jangan diremehkan. Sebab, peradilan bisa runtuh dan cederai keadilan kalau hakim-hakim seolah patuh norma hukum, tapi merendahkan etik. Di atas hukum ada etik, di atas konstitusi ada moralitas. 
 
Dalam konteksi ini, tidak ada pertentangan antara UU Kekuasaan Kehakiman dengan Konstitusi Pasal 24C. Menurut Gugun, keduanya harus dimaknai, direkonstruksi, dan dibaca dalam konteks menegakkan rasa keadilan, bukan hanya prosedural.
 
"Bagaimana nanti rakyat bilang ada wapres yang terpilih, dilantik sebagai wapres selama lima tahun, tapi bermasalah karena bersandar pada putusan MK yang dipenuhi kecurigaan pubik atas pelanggaran etik," ujar Gugun.
 
Dosen Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga itu melihat, putusan Majelis Kehormatan MK dan koreksi terhadap perkara 90 akan menjadi jurisprudensi baru.
 

Lalu akan jadi putusan penting di tengah kepercayaan publik kepada MK yang anjlok.
 
Gugun menekankan, Majelis Kehormatan MK harus hati-hati, menjunjung tinggi independensi dan imparsialitas, berpegang teguh ke filosofi keadilan. Kemudian, ia menambahkan, perlu mendengarkan suara rakyat yang menuntut keadilan.
 
"Jangan lupa, mintalah fatwa pada hati nurani," kata Gugun. 
 

 
Berita Terpopuler