Kisah Kehidupan Saad Judallah, Ibu para Syuhada Palestina

Saad Judallah selalu menganjurkan kepada para pejuang untuk senantiasa berdoa.

EPA-EFE/YAHYA ARHAB
Warga Yaman mengibarkan bendera Palestina dan menunjukan Al quran saat unjuk rasa anti-Israel di Sanaa, Yaman, (4/7/2023)
Rep: Fuji E Permana Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saad Judallah lahir pada 1956 di desa Sanburah di kota Nablas, Palestina. Saad Judallah berasal dari sebuah keluarga yang dikenal sangat gigih menjalankan perintah agama.

Saad Judallah dididik dengan cara islami. Pendidikan semacam itulah yang sangat mepengaruhi pola pikir dan kehidupan Saad Judallah di masa depannya.

Saad Judallah menyelesaikan pendidikan SMA di jurusan IPA. Kemudian mendapatkan gelar Diploma pada jurusan akuntansi. Saad Judallah terkenal di lingkungan keluarganya sebagai seorang yang sangat cerdas dan pandai.

Saad Judallah menikah dengan Sayyid Mahmud Khalil pada 1978. Saad Judallah dianggap sebagai seorang wanita shalehah yang pasti mampu menjadi ibu rumah tangga yang baik.

Saad Judallah bersama dengan suaminya, pada awalnya merasakan sebuah kehidupan yang sangat keras. Ia bersama dengan suaminya bersusah payah untuk dapat mempunyai rumah sendiri agar tidak selamanya menyewa rumah dengan orang lain dan agar anak-anaknya bisa hidup lebih layak dari sebelumnya.

Saad Judallah dikaruniai lima orang putra yang diberi nama dengan Muhammad, Ahmad, Abdullah, Anas, dan Yasir. Dia berusaha mendidik anak-anaknya itu dengan pendidikan yang baik, dan menjadikan mereka anak-anak yang senantiasa mencintai masjid.

Saad Judallah selalu menanamkan kepada anak-anaknya mental-mental kewibawaan, kemuliaan, dan cinta Tanah Air. Anak-anak tersebut akhirnya tumbuh menjadi anak-anak yang baik.

Baca Juga

Ibu para syuhada...

Ibu para Syuhada

Anak Saad Judallah yang bernama Ahmad merupakan seorang pejuang yang mati disiksa oleh musuh-musuhnya, sebab ia merupakan pejuang yang sangat pemberani. Saad tidak pernah lupa menyediakan makanan kepada para pejuang. Ia bersama dengan anaknya (Ahmad) senantiasa mengirimkan makanan itu kepada para pejuang.

Saad Judallah selalu menganjurkan kepada para pejuang untuk senantiasa berdoa kepada Allah agar cita-cita mereka mengusir penjajahan zionis Israel dikabulkan oleh-Nya. Saad Judallah tidak pernah merasa tenang sebelum melihat pejuang-pejuang itu kembali dengan selamat dari medan laga.

Oleh karena itulah, Saad Judallah dijuluki sebagai ibu para syuhada. Anak Saad Judallah yang bernama Ahmad merupakan anak kesayangannya. Ia mendidik Ahmad dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Ahmad senantiasa berkata kepada ibunya bahwa hidupanya tidak akan lama lagi. Ibunya merestui perjuangan anaknya itu.

Saad Judallah malah mengatakan kepadanya bahwa "Aku telah memasrahkan kamu kepada Allah.” Saad Judallah selalu mengatakan kepada anaknya agar tidak mati dalam keadaan yang tidak terhormat.

Saad Judallah berkata, "Aku tidak ingin mendengar kematian kamu di tengah-tengah maut atau tembakan yang sepele. Aku ingin mendengar kamu mati di saat berjuang menghadapi para penjajah (zionis Yahudi Israel)."

Perkataan ibunya tersebut...

Perkataan ibunya tersebut memberikan semangat yang luar biasa pada diri Ahmad. Ahmad merupakan seorang pejuang yang berani dan cerdik. Ia berhasil membunuh dua orang zionis di dalam gedung Alul dan Abu Shalihah yang berada di tengah kota Nablas pada 30 September 2002.

Disamping membunuh dua orang tentara zionis tersebut, Ahmad juga bisa membunuh orang-orang yang membantu tentara zionis waktu itu. Ia bahkan pernah membunuh tujuh orang zionis, dan berhasil pula melukai puluhan zionis-zionis lainnya.

Saad Judallah berkata setelah kematian anaknya itu, "Ahmad sekarang dalam keadaan bahagia sekali di akhirat, sehingga ia tidak sempat mengunjungiku dalam mimpi.”

Saad Judallah tidak mengetahui perpisahannya dengan Ahmad tidaklah lama. Setelah sekitar tiga bulan lamanya, Saad Judallah bersama dengan anaknya yang bernama Abdullah dan seorang syahid yang bernama al Oasami (teman Ahmad), berusaha ingin mengetahui kekuatan penjajah yang sedang berada di pintu masuk kota Nablas bagian barat, sekelompok penjajah melepaskan tembakan ke arah mereka. Saad Judallah wafat dalam kejadian itu, sedang anaknya terluka dan tertangkap oleh penjajah yakni zionis Yahudi Israel.

Syaikh Mahir al Kharas selalu mengenang jasa Saad Judallah, kepahlawan dan berbagai macam pengorbanan lainnya terhadap Tanah Air Palestina. Ia menjulukinya sebagai bintang kejora rakyat Palestina dan titisan para pejuang-pejuang sahabat Nabi dari kalangan wanita semisal Nasibah binti Ka'ab al Mazniah.

Dikisahkan dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah yang ditulis Syaikh Muhammad Sa'id Mursi dan diterjemahkan Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan serta diterbitkan ulang Pustaka Al-Kautsar, 2007.

 
Berita Terpopuler