Kekuasan yang Kini Tengah Diperebutkan, Bagaimana Pandangan Alquran?   

Alquran memandang kekuasaan adalah anugerah

Antara
Ilustrasi sumpah jabatan. Alquran memandang kekuasaan adalah anugerah
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Belakangan ini, kekuasaan seolah-olah menjadi hal yang mutlak harus didapatkan tak terkecuali di tengah-tengah. 

Baca Juga

 

Banyak orang berlomba-lomba untuk menduduki sebuah jabatan, dengan harapan dapat memanfaatkan kekuasaan yang dia miliki.

 

Meski demikian, apa sebenarnya kekuasaan itu? Hal ini adalah pertanyaan yang banyak orang mencoba menjawab, termasuk dalam perspektif agama Islam.

 

Dalam Islam, terlepas dari bagaimana orang lain mendefinisikannya, disampaikan bahwa kekuasaan adalah anugerah dari Allah SWT. Karena itu, setiap anugerah membawa tanggung jawab spiritual. Dalam Alquran surat Ali Imran ayat 26 disebutkan: 

 

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

 

“Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”    Cendekiawan Luqman Nieto, dalam artikelnya di About Islam yang dikutip Jumat (27/10/2023), menyebut Allah SWT telah membagikan karunia-Nya kepada umat manusia. 

 

Kekayaan, keindahan, kecerdasan, ilmu pengetahuan dan kekuasaan semuanya merupakan cerminan sifat-sifat-Nya. Pada ayat berikutnya, atau QS Ali Imran ayat 27, disebutkan Allah SWT berfirman: 

 

تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ ۖ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ ۖ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

 

“Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)".

 

"Karunia biologis kita, seperti kesehatan, kekuatan, kekuasaan, atau kecerdasan, berasal dari Sang Pencipta kita, begitu pula aspek sosiologis kehidupan. Kita tidak memilih negara kelahiran kita, keluarga tempat kita dilahirkan, atau status sosial kita," ujar dia.

Baca juga: Perbedaan Mencolok Antara Miskin dan Kaya dalam Jalani Hisab Amal Kelak di Akhirat

 

Dia menyebut kekuasaan atau kedaulatan di dunia merupakan perpaduan antara anugerah biologis dan sosiologis, yang Allah SWT anugerahkan kepada setiap kita. Oleh karena itu, kekuasaan adalah anugerah dari Tuhan dan anugerah itu adalah amanah, tanggung jawab.

 

Menurut filsuf Perancis Michel Foucault, kekuasaan bukanlah suatu bentuk pemaksaan atau struktur tertentu, meskipun mungkin mengandung unsur-unsur tersebut.

 

"Kekuasaan adalah wacana dan pengetahuan. Wacana yang membentuk keadaan di mana kekuasaan muncul. Kekuasaan sangat erat kaitannya dengan keadaan," lanjut Nieto. 

 

 

Bertentangan dengan Foucault, umat Islam meyakini hal sebaliknya, bahwa keadaan batin menentukan keadaan kita. Berdasarkan QS Ar Rad ayat 11, disampaikan bahwa sesungguhnya Allah SWT tidak mengubah keadaan sesuatu kaum hingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. 

Jika dalam surat Ali Imran ayat 26 menyatakan bahwa Allah SWT memberikan kedaulatan kepada siapa yang Dia kehendaki dan mengambilnya dari siapa yang Dia kehendaki. Maka, berdasarkan QS Ar Rad ayat 11 memperjelas bahwa Allah SWT mengatur keadaan di mana seseorang memperoleh kekuasaan dan sebaliknya.

"Tapi, jika kondisi kita merupakan cerminan dari 'apa yang ada pada diri kita', untuk mengubah keadaan yang menyebabkan orang lain berkuasa atas kita, maka sebaiknya kita ubah dulu apa yang ada pada diri kita," ujar pria yang menyelesaikan hafalan Alquran pada usia 18 tahun, di Majorca Spanyol ini.

Masing-masing dari manusia disebut mempunyai kekuasaan tertentu terhadap yang lain, bahkan di antara makhluk hidup. 

Baca juga: Alquran Bolehkan Nepotisme dari Kisah Nabi Musa Tunjuk Nabi Harun Asisten? Ini Kata Pakar

Bahkan, setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan kekuasaan itu dengan adil sesuai dengan perintah Allah SWT. Hal ini berlaku mulai dari sultan hingga pengemis. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: 

عن ابن عمر رضي الله عنهما ، قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: كلكم رَاعٍ، وكلكم مسؤول عن رَعِيَّتِهِ: الإمام رَاعٍ ومسؤول عن رَعِيَّتِهِ، والرجل رَاعٍ في أهله ومسؤول عن رَعِيَّتِهِ، والمرأة رَاعِيَةٌ في بيت زوجها ومسؤولة عن رَعِيَّتِهَا، والخادم رَاعٍ في مال سيده ومسؤول عن رَعِيَّتِهِ، فكلكم رَاعٍ ومسؤول عن رَعِيَّتِهِ 

"Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya." (HR Bukhari)

Terakhir, Nieto menyebut tanggung jawab utama seorang umat, yang pertama dan terutama, adalah tetap berada di sisi Allah SWT. Bertindak benar dan penuh kepedulian serta kasih sayang terhadap sesama, berhati-hati dalam menyalahgunakan kekuasaan, adalah tindakan spiritual yang akan mendekatkan kita kepada-Nya, jika Dia menghendakinya.

Sumber: aboutislam

 

 
Berita Terpopuler