Organisasi Zionis Pernah Ledakkan Kapal Berisi Imigran Yahudi, Ini Sejarahnya

Usai peristiwa ledakan tersebut, tudingan malah diarahkan kepada warga Palestina.

city-journal.org
Pengungsi Palestina menyusul Perang Arab-Israel 1948
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Imigrasi Zionis, Haganah, mengatur pengeboman terhadap sebuah kapal yang di dalamnya mengangkut 1.800 imigran Yahudi. Hingga menyebabkan kematian dan cedera pada sebagian besar imigran Yahudi.

Itu terjadi sebelum Nakba tahun 1947, tepatnya pada masa Mandat Inggris Atas Palestina, yakni ketika pemerintah Inggris sedang melegalkan proses imigrasi orang-orang Yahudi yang melarikan diri dari Eropa ke Palestina.

Peledakan terhadap kapal tersebut, yang diatur Haganah, bertujuan menekan Inggris agar mengizinkan imigran Yahudi masuk ke wilayah Palestina. Ini jauh dari ketentuan "Buku Putih" yang dikeluarkan pada 1939, yang beberapa di antaranya berpihak pada Palestina.

Rencana itu diawali konflik antara pemerintah Inggris dan Organisasi Imigrasi Zionis (Haganah). Saat itu, Inggris mengeluarkan keputusan membatasi imigrasi orang Yahudi dari Eropa ke Palestina, dan mencegah masuknya imigran ilegal ke Palestina lewat perjalanan yang diadakan oleh pihak rahasia atau secara sembunyi-sembunyi.

Kemudian organisasi zionis Haganah mengorganisir pengeboman kapal Prancis bernama SS Patria, sebagai cara untuk bisa memasuki Palestina. Kapal tersebut membawa sekitar 1.800 imigran Yahudi yang masuk secara sembunyi-sembunyi dari Eropa.

Setibanya di Pelabuhan Haifa, kapal itu hendak dideportasi ke Mauritius karena sekitar 1.800 imigran Yahudi tidak punya izin masuk alias ilegal. Sehingga dilarang masuk ke Palestina.

Organisasi Zionis Haganah menentang proses deportasi ini. Maka, untuk memenuhi tuntutan mereka dengan caranya sendiri, Haganah mengatur agar bom terpasang di dalam kapal. Tujuannya untuk melumpuhkan pergerakan kapal dan mencegahnya meninggalkan Haifa, serta memungkinkan para imigran untuk tetap tinggal di Palestina.

Baca Juga

Tepat pukul 09.00...

Sesudah melewati rangkaian pengaturan untuk peledakan tersebut, maka tepat pukul 09.00 25 November 1940, terdengar ledakan keras di pelabuhan Haifa. Ternyata kapal SS Patria yang membawa sekitar 1.800 imigran Yahudi meledak.

Bom yang dipasang Haganah meledakkan seluruh rangka baja di salah satu sisi kapal yang berbobot 11.885 ton. Akibatnya kapal tenggelam dalam waktu kurang dari 16 menit. Sejumlah orang Yahudi yang berada di kapal Prancis itu terjebak di dalam gudang dan 267 orang di antaranya tenggelam, sedangkan 172 lainnya luka-luka.

Para pelaut Palestina yang berada di pelabuhan tersebut karena motif kemanusiaannya, berusaha membantu sejumlah imigran Yahudi yang selamat dari ledakan tersebut.

Setelah itu, orang-orang Yahudi bisa masuk ke wilayah Palestina, setelah rencana zionis Haganah berhasil dengan memakan korban dari kalangannya sendiri, demi memperkuat kehadiran Yahudi di Palestina. Tujuan akhirnya ialah mendirikan negara pendudukan.

Kemudian, Inggris mengizinkan mereka tinggal di Palestina selama beberapa waktu karena alasan kemanusiaan. Usai peristiwa ledakan tersebut, tudingan malah diarahkan kepada warga Palestina.

Ada tudingan miring yang menyebut warga Palestina menargetkan orang-orang Yahudi dengan melakukan peledakan terhadap kapal yang membawa mereka, untuk mencegah kehadiran kalangan Yahudi di Palestina.

Namun sampai sekarang tidak ada yang mampu membuktikan Palestina menargetkan orang-orang Yahudi. Sehingga alasan sebenarnya di balik pengeboman kapal Prancis SS Patria menjadi misteri yang belum terpecahkan selama beberapa tahun.

Pada Desember 1945...

Pada Desember 1945, pada peringatan tenggelamnya kapal tersebut, wakil pemimpin redaksi surat kabar Yahudi Young Labour menerbitkan sebuah artikel berjudul "Di hari yang pahit dan sembrono, ada tangan jahat yang menenggelamkan kapal".

Pada saat itu, mereka yang bertanggung jawab atas operasi peledakan kapal itu belum diketahui. Artikel tersebut menimbulkan kontroversi besar di antara para pemimpin organisasi zionis Haganah dan manajemen surat kabar. Ini sekaligus menyebabkan perpecahan internal yang berlanjut selama bertahun-tahun.

Tujuan Haganah adalah mencoba menyiarkan pengeboman kapal tersebut sebagai simbol perlawanan Zionis terhadap keputusan Mandat Inggris yang mencegah ekspansi Zionis di wilayah Palestina, meskipun peran langsung Haganah di dalamnya tidak diungkapkan kepada publik.

Misteri pengeboman kapal Perancis SS Patria di pelabuhan Haifa berlanjut hingga 1957, yaitu setelah Nakba dan berdirinya pendudukan Israel. Tepatnya setelah agen Yahudi bernama Monia Mardor, yang menanam bom di kapal, mengungkap rincian apa yang terjadi di hari itu. Dalam sebuah buku ia membeberkan pengalamannya dalam organisasi Zionis.

Kini, keuntungan demografis di Israel dan wilayah pendudukan Palestina mempunyai konsekuensi geopolitik dan ekonomi. Di antara populasi Israel yang berjumlah 9,5 juta orang, orang Arab pedalaman yang sebagian besar beragama Islam, berjumlah sekitar 21 persen dari total populasi. Sedangkan orang Yahudi berjumlah sekitar 74 persen.

Namun jika menambahkan populasi penduduk di Tepi Barat dan Jalur Gaza, maka mayoritas Yahudi turun menjadi hampir setengahnya. Ini adalah dilema yang dihadapi Israel karena tidak bisa memiliki mayoritas Yahudi yang kohesif. Karena itu, dalam konteks ini, angka kelahiran selalu menjadi hal yang penting, dan para pemimpin Israel dan Palestina selalu berupaya untuk menyelidiki dan meneliti angka tersebut.

Mantan pemimpin Palestina Yasser Arafat menggambarkan rahim wanita Palestina sebagai senjata paling ampuh rakyat Palestina. Proyeksi demografi menunjukkan bahwa jumlah warga Palestina yang tinggal di antara Sungai Yordan dan Laut Mediterania pada akhirnya akan melebihi jumlah warga Yahudi. Di sisi lain, Benjamin Netanyahu, perdana menteri Israel yang paling lama menjabat, mengungkapkan ketakutannya yang besar akan hal ini.

 
Berita Terpopuler