BMKG Jelaskan Fenomena Panas Menyengat dan Kapan Peralihan dari Kemarau ke Hujan

Pada November, sebagian wilayah Indonesia diprediksi mulai memasuki masa peralihan.

ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Umat Islam melaksanakan shalat istisqo atau shalat meminta hujan di lapangan Desa Undaan Kidul, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (13/10/2023). Shalat tersebut untuk meminta kepada Allah SWT agar diturunkan hujan sehingga kemarau panjang yang melanda beberapa wilayah di Indonesia segera berakhir.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro

Baca Juga

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, fenomena panas terik yang terjadi di Indonesia, khususnya yang berada di wilayah Selatan ekuator seperti Jawa hingga Nusa Tenggara, masih dapat berlangsung dalam periode Oktober ini. Penurunan suhu udara di wilayah tersebut diprediksi baru akan terjadi pada November ketika sudah memasuki musim pancaroba.

“Kondisi fenomena panas terik ini diprediksikan masih dapat berlangsung dalam periode Oktober ini, mengingat kondisi cuaca cerah dan minimnya pertumbuhan awan masih cukup mendominasi pada siang hari,” jelas Plt Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, kepada Republika, Senin (16/10/2023).

Andri mengatakan, sebagian wilayah Indonesia diprediksi baru akan mulai memasuki masa peralihan atau pancaroba pada November. Dengan kondisi itu, maka potensi hujan mulai muncul dan akan berdampak pada penurunan suhu udara di wilayah-wilayah tersebut, termasuk di wilayah Jabodetabek. 

“Pada bulan November, sebagian wilayah Indonesia diprediksi mulai memasuki masa peralihan atau pancaroba sehingga potensi hujan mulai muncul dan akan berdampak pada penurunan suhu udara di wilayah tersebut,” kata dia.

Menurut Andri, secara umum, fenomena suhu panas terik terjadi karena dipicu oleh beberapa kondisi dinamika atmosfer. Pertama, saat ini kondisi cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di Jawa hingga Nusa Tenggara, didominasi oleh kondisi cuaca yang cerah. Di wilayah tersebut juga sangat minim tingkat pertumbuhan awan terjadi, terutama pada siang hari. Tingkat kelembapan udara pun rendah. 

“Kondisi ini tentunya menyebabkan penyinaran matahari pada siang hari ke permukaan bumi tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer. Sehingga suhu pada siang hari di luar ruangan terasa sangat terik sebagai dampak dari penyinaran matahari yang intens,” jelas Andri. 

Dia menjelaskan, saat ini sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di Selatan ekuator, masih mengalami musim kemarau dan sebagian lainnya akan mulai memasuki periode peralihan musim pada periode Oktober- November. Sebab itu, kata dia, kondisi cuaca cerah masih cukup mendominasi pada siang hari.

Kondisi dinamika atmosfer berikutnya, kata dia, adalah posisi semu matahari yang masih menunjukkan pergerakan ke arah Selatan ekuator. Itu berarti, sebagian wilayah Indonesia di Selatan ekuator, termasuk wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara, mendapatkan pengaruh dampak penyinaran matahari yang relatif lebih intens dibandingkan wilayah lainnya. 

“Di mana pemanasan sinar matahari cukup optimal terjadi pada pagi menjelang siang dan pada siang hari,” jelas dia.

Namun demikian, fenomena astronomis tersebut Andri katakan tidak berdiri sendiri dalam mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis atau ekstrem di permukaan bumi. Faktor-faktor lain seperti kecepatan angin, tutupan awan, dan tingkat kelembapan udara memiliki dampak yang lebih besar juga terhadap kondisi suhu terik di suatu wilayah seperti yang terjadi saat ini di beberapa wilayah Indonesia.

In Picture: Dampak Kemarau Bagi Petani Morowali

 

 

Andri juga menerangkan, BMKG memprakirakan musim hujan 2023/2023 di Indonesia akan terjadi pada Oktober hingga Desember 2023. Di mana, berdasarkan analisis perkembangan musim hujan dasarian I Oktober 2023 dari zona musim (ZOM), sebanyak 11 persen wilayah Indonesia saat ini sudah memasuki musim hujan.

“Berdasarkan analisis perkembangan musim hujan dasarian I Oktober 2023 dari parameter jumlah ZOM, sebanyak 11 persen wilayah Indonesia sudah masuk musim hujan,” ungkap Andri. 

Dia menjelaskan, sebagian besar wilayah diprediksi akan memasuki awal musim hujan 2023/2024 pada Oktober hingga Desember 2023, dengan angka sebanyak 477 ZOM atau 68,24 persen. Andri menambahkan, jika dibandingkan dengan normal awal musim hujan, awal musim hujan 2023/2024 di sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan mundur.

“Yaitu sebanyak 446 ZOM atau 63,81 persen. Sedangkan wilayah lainnya diprakirakan sama dengan normalnya, yaitu sebanyak 56 ZOM, atau 8,01 persen dan maju terhadap normalnya, yaitu sebanyak 22 ZOM atau 3,15 persen,” kata dia.

Menurut dia, wilayah yang sedang mengalami musim hujan saat ini meliputi sebagian besar Aceh, Sumatera Utara, sebagian besar Riau, sebagian besar Sumatera Barat, Bengkulu. Lalu di sebagian kecil Kalimantan Barat, sebagian kecil Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah bagian tengah, sebagian kecil Maluku, sebagian Papua Barat dan sebagian Papua.

“Sementara itu wilayah Indonesia bagian Selatan equator seperti Wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara, awal musim hujan secara umum mulai masuk pada periode akhir Oktober–November,” terang Andri.

  

Sebelumnya, peneliti klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan, El Nino mempunyai efek terhadap musim hujan. Di mana, El Nino menunda musim hujan selama dua hingga tiga dasarian, satuan waktu dalam meteorologi dengan periode 10 hari dalam satu dasarian.

“Kami sudah melakukan berbagai kajian apakah El Nino ini punya efek dalam menunda awal musim hujan. Dan ternyata hasil kajian kami menunjukkan, El Nino menuda musim hujan,” ujar Erma kepada Republika, Rabu (11/10/2023). 

Erma menjelaskan, efek serupa juga terjadi pada La Nina, yang membuat awal musim hujan menjadi lebih maju dari yang semestinya. Maju dan mundurnya musim hujan akibat El Nino maupun La Nina tersebut, kata dia, terjadi sekitar dua hingga tiga dasarian. Sebab itu, berdasarkan hasil riset yang pihaknya lakukan di Pulau Jawa, musim hujan akan tertunda di wilayah Jawa.

“Merujuk dari hasil riset yang kami lakukan ini, musim hujan berarti akan tertunda di wailayah Jawa, kita telitinya di Pulau Jawa ya, karena ada El Nino ini. Meskipun tidak seragam. Ada di wilayah-wilayah di Selatan yang dekat pegunungan yang justru dia mengalami hujan-hujan lokal,” jelas dia.

Dia juga menerangkan, secara klimatologi normal, musim hujan memang masuk pada bulan November. Itu akan terjadi ketika tidak ada fenomena El Nino. Sebab, ketika normal, biasanya angin musim dari Utara, dari Asia, sudah masuk ke wilayah Indonesia pada dasarian ketiga November. Tapi, saat ini El Nino masih berlangsung di Indonesia.

“Potensinya pelemahan angin itu tetap ada, sehingga pada saat Desember pun anginnya masih angin musim kemarau. Jadi nanti tinggal dibuktikan saja kita di bulan November. Karena kita berdasarkan kajian dan riset,” kata Erma.

Cara melaksanakan sholat minta hujan (istisqa). - (Kurnia Fakhrini/Republika)

 
Berita Terpopuler