Jika Bunda Maryam Disebut Nabi, Apakah Benar Ada Penerima Wahyu dari Kalangan Perempuan?

Sebagian ulama berpendapat adanya nabi dari kalangan perempuan

Pixabay
Ilustrasi Muslimah. Sebagian ulama berpendapat adanya nabi dari kalangan perempuan
Red: Nashih Nashrullah

Oleh : Prof KH Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Paruh kedua abad 4 H/ 10 M, Abu Bakar Muhammad bin Mawhab al-Tujibi al-Qabri (406H/1015M) seorang ulama besar di Andalusia, Spanyol, pernah mengeluarkan pernyataan kontroversial: perempuan boleh menjadi seorang nabi. Bahkan, tak segan ia menunjuk sejumlah perempuan sebagai nabiyyah.

Baca Juga

Adalah Maryam, satu dari sekian nabiyyah yang ia sebutkan. Pendapat al-Tujibi ini mendapat respons ulama kala itu. Reaksi keras muncul dari Abu Muhammad Abdullah bin Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah bin Ja’far al- Ashili (392H/1001M).

Menurut dia, Maryam bukanlah seorang nabi, melainkan hanya sebagai shiddiqah, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Maidah[5]:75.

Kontroversi ini berkembang luas di Kordoba. Akhirnya, diredam oleh al-Mansur bin Abi Amir yang secara de facto adalah penguasa Andulusia di bawah kendali Bani Umayyah. Namun, ia tetap membiarkan ada nya kalangan yang mendukung ke nabian Maryam.

Tidak lama kemudian, muncul seorang pemuda cerdas, Abu Mu hammad Ali bin Ahmad bin Hazm al-Andalusy (456 H/ 1064 M), yang juga mengakui adanya nabi perempuan, sebagaimana bisa dili hat di dalam karya besarnya, “al-Fahslu fi al-Milal wa al-Ahwai wa an-Nihal”, Juz V dalam sebuah topik khusus, ‘Kenabian Perempuan’ (Nubuwwah al-Mar’ah).

Kontroversi tentang kenabian perempuan di kalangan ulama da pat dikelompokkan ke dalam tiga bagian. Pertama, kelompok ulama yang menolak kemungkinan adanya nabi perempuan. Pendapat ini didukung oleh mayoritas ulama.

Argumentasi mereka, yaitu surat Yusuf [12]:109 dan dengan redaksi yang mirip di dalam an-Nahl [16]:43. Dinyatakan:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui."

Namun, opsi pandangan ini bisa disanggah. Kata ar-rijal di dalam Alquran tidak selamanya berarti laki-laki secara biologis. Kata ar-rijal bisa juga berarti gender maskulin (QS al-Baqarah [2]:282), orang tanpa membedakan laki-laki atau perempuan (QS al-A’raf [7]:46), nabi atau rasul (QS al-Anbiya’ [21]:7), tokoh yang memiliki sejumlah kapasitas (QS Yaasin [36]:20), dan budak (QS az-Zumar [39]:29).

Opsi kedua menganggap adanya kemungkinan nabi perempuan. Pen dapat inilah yang didukung Ibn Hazm, dengan penjelasan bahwa nubuwwah berasal dari kata inba’, berarti ‘berita atau informasi’.

Baca juga: Ini Peperangan yang Dimenangkan Romawi Sebagaimana Dikabarkan Alquran Surat Ar Rum

Nabi adalah orang yang memperoleh informasi dari Tuhan. Informasi ini dibedakan ke dalam beberapa tingkatan, antara lain informasi berupa wahyu kepada para nabi, ilham kepada para wali, taklim kepada para awam, dan tabi’ah berupa informasi kepada segenap makhluk, termasuk binatang, sebagaimana hal nya lebah (QS an-Nahl [16]: 68).

Ibn Hazm membedakan antara kenabian (nubuwwah/prophecy), keraguan (dhann), ilusi (ta waahum/illution), (kahana/di vination), dan astrologi.

Wahyu yang turun kepada se seorang biasanya mempunyai cara atau proses. Pertama, wahyu melalui perantara malaikat Jibril dan yang kedua wahyu yang turun langsung kepada seseorang tanpa wasilah.

Wahyu yang turun kepada perempuan menurut Ibn Hazmn, antara lain Maryam diberi tahu akan lahirnya seorang bernama Isa dari rahimnya (QS Maryam [19]:17- 19, al-Maaidah [5]:75, dan Yusuf [12]:46).

Selain Maryam, putra Imran juga dikemukakan ibunda Isa, serta Asia, putra Muzahim yang juga menjadi istri Firaun diindikasikan pula sebagai nabi, mengingat intensifnya pemberitaan Alquran tentang figur ideal perempuan tersebut.

Istri Nabi Ibrahim diberi tahu melalui Jibril bahwa dirinya akan memperoleh anak (QS Hud [11]:71-73). Ibu Nabi Musa yang diperintahkan oleh Allah agar mele takkan anaknya di sungai dan diberi tahu bahwa anaknya nantinya akan menjadi nabi (QS al-Qashash [28]:7 dan QS Thaha [20]:38).

Penampakan

Ibn Arabi (638H/1240) mem punyai pengalaman rohani yang memandang perempuan lebih ber potensi untuk melakukan penampakan (tajalli/experience of teophany). Hal ini bisa kita lihat di dalam artikel-artikel terdahulu tentang pendapat Ibnu Arabi soal potensi khusus yang dimiliki kaum perempuan.

Sebagaimana para sufi lainnya, Ibnu Arabi memberikan penilaian khusus untuk perempuan sebagai pemilik jenis kelamin utama. Ia pernah mengatakan di depan para muridnya yang mayoritas laki-laki.

“Jika kalian ingin memperoleh kedekatan khusus kepada Allah SWT, kalian terlebih dahulu harus menjadi perempuan.” Kepasrahan total dan kesabaran paripurna yang dimiliki perempuan membuatnya mulia di mata-Nya.

Para filsuf, termasuk Fakhr ad- Din ar-Razi (606 H/ 1209 M), meng anggap perempuan tidak akan pernah menjadi nabi. Meskipun ada teks yang secara tegas menyatakan adanya pewahyuan terhadap perempuan.

Baca juga: Tempat Terendah di Bumi Lokasi Kekalahan Romawi dan Kebenaran Alquran yang Diakui Barat

Apa yang terjadi terhadap istri Nabi Musa, hal yang sama juga terjadi terhadap lebah madu, yang secara eksplisit juga menerima wahyu, wa auha Rabbuka ila annahl (QS an-Nahl [16]:68).

Menurut Ibn Hazm, yang dimak sud dengan kedua ayat tersebut ialah kerasulan laki-laki, tidak bisa dihubungkan dengan kenabian perempuan. Bagi Ibn Hazm, lain nabi lain rasul. Ibn Hazm mengakui tidak ada rasul perempuan, tetapi ia juga mengakui adanya nabi perempuan. Ibnu Hazm menganggap Maryam sebagai nabiyyah meskipun ia bukan sebagai Rasul.

 

Bagi kita, apakah Maryam itu Nabiyyah atau bukan tidaklah men jadi persoalan penting. Yang paling penting buat kita ialah Mar yam telah menjalankan misi spiritualnya yang teramat penting. Ia telah mengandung dan me lahirkan anak yang terkenal dengan Nabi Isa.      

 
Berita Terpopuler