Ironi Siswa SDN Cidokom 2 Bogor, Belajar tanpa Meja dan Kursi

Sejak tahun ajaran 2023/2024, siswa kelas 4B SDN Cidokom terpaksa belajar di mushola.

Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah siswa belajar beralaskan lantai di SDN Cidokom 02, Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (6/10/2023). Sebanyak 34 siswa kelas 4 SDN Cidokom 02 belajar beralaskan lantai tanpa meja dan kursi di ruangan Mushola sekolahnya. Sudah selama 2 tahun kegiatan belajar mengajar diselenggarakan seperti itu karena terkendala kurangnya fasilitas ruangan kelas pada sekolah tersebut.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Shabrina Zakaria

Baca Juga

“Do Re Mi Fa Sol La Si Do,” suara 34 siswa Kelas 4B SDN Cidokom 2, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor terdengar dari dalam mushola.

 

Puluhan pelajar dari berbagai kampung di Desa Cidokom ini dengan semangat mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) mata pelajaran Kesenian. Usai menyanyikan tangga nada, para siswa kemudian menyalin apa yang ditulis sang guru di papan tulis, ke buku tulisnya masing-masing.

Satu per satu para siswa mengeluarkan buku dan alat tulis dari tasnya. Kemudian mengatur posisinya masing-masing, lantaran mereka harus menulis tanpa alas meja. Sejak awal tahun ajaran 2023/2024, siswa kelas 4B terpaksa harus belajar di mushola. Jumlah murid sekelas yang paling sedikit di sekolah tersebut, membuat mereka mau tidak mau berbesar hati untuk menempati mushola menjadi ruang belajar.

Mushola seluas sekitar 4 x 6 meter itu disulap oleh para guru sejak dua tahun lalu, menjadi ruang kelas alakadarnya. Tiang pembatas mushola masih bertengger melintang di atas ruangan. Tanpa meja dan kursi, para siswa belajar lesehan di lantai tanpa alas.

Alhasil, para siswa yang malang itu harus mengatur posisi sedemikian rupa agar bisa menulis di lantai dengan nyaman. Mengganjal buku dengan kaki, setengah tengkurap, hingga memanfaatkan tembok yang catnya sudah mulai memudar.

Terlebih, atap dari mushola ini masih terbuat dari asbes, yang membuat hawa kelas terasa lebih panas di musim kemarau. Guru-guru yang baik hati pun menempatkan satu unit kipas angin di dalam ruang belajar dadakan tersebut.

Tak hanya meja dan kursi yang masih nihil, buku-buku paket yang akan digunakan para siswa untuk belajar hanya diletakkan di beberapa kardus. Sebab, mushola itu juga belum memiliki lemari untuk menyimpan dan menata buku. 

Firkah (9 tahun), salah seorang di antaranya, memimpikan ruang kelas yang besar seperti dahulu lagi. Mushola yang sempit dan panas ini, membuatnya merasa tak nyaman belajar sambil berdesak-desakan.

Menulis di lantai pun membuat punggung kecilnya merasa pegal. Apakah ia harus menunduk, bersandar di tembok, atau sesekali melipat kakinya agar bisa menulis dengan mudah.

“Lebih suka belajar di meja. Kalau di bawah nggak enak, pegal. Nulisnya susah,” kata Firkah ketika ditemui Republika di sela-sela kegiatan belajarnya, Senin (9/10/2023).

 

 

Lain halnya dengan Andisa (9), ia justru senang belajar beralaskan lantai. Sebab, ia dan siswi lainnya bisa mengobrol berdekatan tanpa harus menghampiri meja satu sama lain.

Namun, ia tak memungkiri mushola yang sempit dan beratapkan asbes itu membuat suasana belajar menjadi kurang nyaman. Andisa pun mengharapkan ruang kelas seperti saat dulu masih di bangku kelas 3.

“Panas, enakan belajar di kelas yang besar,” tutur siswi berkerudung ini.

Wali Kelas 4B SDN Cidokom 2, Mohamad Andriyana, hanya bisa berpasrah kelas yang diajarnya kali ini harus menempati mushola itu. Pada tahun ajaran sebelumnya, mushola tersebut digunakan oleh kelas 5 yang jumlah muridnya juga sedikit.

Ironi ini harus berulang setiap tahunnya, karena SDN Cidokom 2 kekurangan kelas beserta mebelairnya. Di satu sekolah dengan jumlah siswa 494 orang ini, hanya ada delapan ruang kelas. Sedangkan jumlah kelas atau rombongan belajar ada 12 kelas.

Tak hanya kelas 4B yang harus memanfaatkan mushola, ada juga kelas 6 yang harus belajar di ruang laboratorium. Meski demikian, laboratorium itu tidak sesempit mushola yang suka rela digunakan oleh kelas 4B. 

Meski dirinya tidak mengalami kesulitan yang berarti, Andri merasa sedih melihat siswa siswinya harus belajar dengan kondisi kurang nyaman. Duduk berdesakan di lantai, menulis tanpa alas, hingga kegerahan karena atap asbes. 

Tak hanya saat KBM, kondisi ini juga harus dilalui ia dan murid kesayangannya saat masuk waktu ulangan. Hal itu pun memicu komplain dari para orangtua murid.

“Itu manusiawi ya. Saya yakin orangtua ingin yang terbaik buat anaknya. Termasuk kondisi belajar, fasilitas anak,” ucapnya.

 

Tak berjarak jauh dari mushola tersebut, terdapat bangunan dengan tiga kelas yang tampak belum selesai dibangun. Tiga ruang kelas itu sudah digunakan untuk KBM, namun di bagian atasnya sudah terbentuk dak beton.

Disebutkan Andri, bangunan itu seharusnya dibangun menjadi dua lantai. Sehingga jumlah kelas yang dibutuhkan SDN Cidokom 2 bisa mencukupi. Hanya saja, kelanjutan dari pembangunan itu tak kunjung datang. 

Pihak SDN 2 Cidokom sendiri, sudah mengajukan dan mengusahakan kebutuhan ruang kelas hingga mebelair seperti meja, kursi, lemari, dan lainnya. Mulai mengikuti musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat desa, kecamatan, hingga menyerahkan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.

“Harapan saya agar cepat dibangun lanjutan lantai 2, agar tahun ini dilanjut kembali. Kemudian berikut mebelairnya, jadi satu paket. Kalau ada ruangan tidak ada mebelair, akan bingung juga. Jadi idealnya bangunan ada, mebelairnya ada,” harapnya.

 

 

 
Berita Terpopuler