Sejauh Mana Suami Istri Boleh Saling Menyimpan Privasi dalam Islam?

Hubungan suami istri hendaknya dilandasi atas dasar kepercayaan dan kejujuran.

dok. Republika
Ilustrasi Suami Istri
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap manusia memiliki hak untuk menjaga privasinya tersendiri. Namun dalam hubungan suami istri, sejauh mana privasi dapat disimpan dari pasangannya?

Dilansir di About Islam, Kamis (5/10/2023), hubungan suami istri hendaknya dilandasi atas dasar kepercayaan, kesetiaan, dan kejujuran. Pasangan suami-istri hendaknya berupaya semaksimal mungkin menjaga rasa saling percaya. Keraguan dan kecurigaan yang tidak berdasar tidak boleh menghancurkan kehidupan keluarga dan membawanya ke pengadilan inkuisisi.

Akan tetapi, jika terdapat keraguan yang nyata terhadap perilaku moral pasangan, maka suami dan istri sama-sama berhak mengetahui lebih detail tentang pertemuan, percakapan, surat menyurat, dan hubungan satu sama lain.

"Hubungan suami-istri merupakan hubungan yang unik. Tidak ada hubungan lain yang begitu dekat dan intim. Suami dan istri tidak boleh hanya menjadi pasangan satu sama lain," kata Mantan presiden Dewan Fiqih Amerika Utara Muzammil H. Siddiqi.

Mereka harus menjadi sahabat terbaik, rekan terbaik, dan segala hal lain yang dapat memungkinkan dalam hubungan suami istri. Suami istri adalah mereka yang berbagi suka dan duka, kesuksesan dan kegagalan, kebahagiaan dan kesedihan.

"Orang terakhir yang kamu lihat sebelum kamu tidur adalah pasanganmu dan orang pertama yang kamu lihat ketika kamu bangun adalah pasanganmu. Anda berbagi kehidupan satu sama lain, setiap hari selama bertahun-tahun, dan sering kali, mereka melakukannya sampai maut memisahkan," kata dia.  

Gambaran hubungan suami istri dalam Alquran...

Baca Juga

Apakah ada hubungan yang setara dengan hubungan ini? Alquran telah memberikan gambaran terindah tentang hubungan ini dengan sebuah metafora.

Allah SWT berfirman dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 187, "Uhilla lakum lailatas-siyamir-rafasu ila nisa'ikum, hunna libasul lakum wa antum libasul lahunn(a), alimallahu annakum kuntum takhtanuna anfusakum fataba alaikum wa afa ankum, fal-ana basyiruhunna wabtagu ma kataballahu lakum, wa kulu wasyrabu hatta yatabayyana lakumul-khaitul-abyadu minal-khaitil-aswadi minal-fajr(i), summa atimmus-siyama ilal-lail(i), wa la tubasyiruhunna wa antum akifuna fil-masajid(i) tilka hududullahi fala taqrabuha, kazalika yubayyinullahu ayatihi lin-nasi laallahum yattaqun."

Yang artinya, "Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu.

Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Te-tapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa."

Begitulah hubungan antara suami dan istri. Allah menjelaskan bahwa harus ada kepercayaan penuh antara suami dan istri dalam segala hal demi kesehatan dan kebahagiaan kehidupan berumah tangga. Harus ada keterbukaan dan saling konsultasi.

"Mereka harus melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk membangun rasa saling percaya," kata dia. 

Suami-istri (ilustrasi) - (republika)

 
Berita Terpopuler