BRIN Sebut Hujan Hasil Modifikasi Cuaca Efektif Turunkan Polutan

Hujan paling efektif meluruhkan indeks kualitas udara menjadi lebih baik.

Republika/Putra M. Akbar
Pengendara motor melewati genangan air di Jalan Raya Tanjung Barat, Jakarta, Kamis (27/4/2023). Buruknya kualitas drainase membuat jalan tersebut kerap digenangi air saat hujan deras turun sehingga membuat arus lalu lintas tersendat.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan hujan yang terjadi melalui operasi teknologi modifikasi cuaca efektif menurunkan indeks polutan yang mencemari udara di Jabodetabek. Akan tetapi, ini tidak bisa terjadi tiap hari.

Baca Juga

"Hujan paling efektif meluruhkan indeks kualitas udara menjadi lebih baik, tapi ini tidak bisa terjadi setiap hari," kata Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca BRIN Budi Harsoyo dalam sebuah dialog tentang polusi udara yang dipantau di Jakarta, Sabtu (23/9/2023).

Selama pelaksana operasi teknologi modifikasi cuaca yang berlangsung pada 24 Agustus sampai 10 September 2023, hujan-hujan yang banyak terjadi ada di wilayah Bogor. Kondisi itu normal karena Bogor adalah daerah dengan topografi tinggi, sehingga awan potensial yang terbentuk di daerah Bogor hampir setiap hari ada karena terbentuk oleh proses orografis.  

Proses orografis adalah proses pembentukan awan yang terjadi karena bertemu dengan topografi tinggi, sehingga terjadi pengangkatan masa udara dan di situ terbentuk awan konvektif atau awan kumulus.  

Ketika musim kemarau, awan yang terbentuk memiliki kandungan uap air sedikit. Kondisi itu bisa dilihat dari profil kelembapan udara di lapisan atas yang sangat kering, sehingga kalau menjadi hujan, maka hujannya hanya dengan intensitas ringan dan durasi pendek.

Kejadian hujan yang cukup besar sempat terjadi tanggal 20 Agustus 2023 di wilayah Bogor sampai ke Depok. Kemudian, hujan deras juga terjadi pada tanggal 27 Agustus 2023 sampai ke wilayah Jakarta Selatan dan meluas hingga Bandara Soekarno-Hatta.

Distribusi hujan terkonsentrasi di Kota Bogor karena hampir setiap hari di sana ada awan kumulus yang terbentuk karena proses orografis. 

Hasil hujan paling signifikan terjadi pada....

 

Hasil hujan paling signifikan terjadi pada tanggal 27 Agustus 2023 mencapai 64,2 milimeter dan tanggal 8 September 2023 mencapai 45,6 milimeter. Pada 27 Agustus 2023, hujan intensitas tinggi di Bogor bahkan sampai ke Jakarta berhasil menurunkan konsentrasi PM2,5.

Data stasiun pemantauan indeks kualitas udara di Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, menunjukkan sebelum hujan turun konsentrasi PM2,5 mencapai 97 mikrogram per meter kubik. Setelah hujan deras selama 1,5 jam, konsentrasi PM2,5 berubah ke angka 20 mikrogram per meter kubik. 

Hujan deras yang terjadi juga menurunkan konsentrasi polutan PM2,5 di Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat, dari sebelumnya 87 mikrogram per meter kubik menjadi 12 mikrogram per meter kubik.

Sedangkan, wilayah Jakarta, Bekasi, dan sekitarnya indeks kualitas udara tidak terlalu membaik karena hujan yang turun saat itu intensitas ringan.

Pada 8 September 2023, curah hujan cukup tinggi juga terjadi di Bogor, namun Jakarta tidak kebagian hujan. Hujan saat itu juga menurunkan konsentrasi PM2,5 terutama di wilayah Bogor.

Budi mengungkapkan meski teknologi modifikasi cuaca bisa menurunkan hujan yang berdampak terhadap perbaikan indeks kualitas udara, namun teknologi itu sebaiknya tidak dijadikan upaya permanen.

Menurutnya, akar masalah polusi udara di Jabodetabek harus dicarikan akar masalahnya agar kejadian serupa tidak rutin terulang setiap tahun.

 

"Kenapa teknologi itu dimanfaatkan? Karena paling tidak adalah upaya yang paling bisa dengan cepat membuat indeks kualitas udara menjadi lebih baik," pungkas Budi.

 
Berita Terpopuler