Indonesia Dukung Reformasi Dewan Keamanan PBB

Seruan reformasi Dewan Keamanan PBB telah diembuskan oleh sejumlah negara.

UNTV/VOA
Menlu Retno saat berbicara di Sidang Majelis Umum PBB di Kota New York.
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menyuarakan dukungan terhadap gagasan reformasi Dewan Keamanan PBB. Hal itu disampaikannya saat berpartisipasi dalam pertemuan tingkat menteri persiapan Summit of the Future (SoTF) yang digelar di sela-sela High Level Week Sidang Majelis Umum PBB ke-78 di New York, Amerika Serikat (AS), Kamis (21/9/2023).

SoTF merupakan konferensi tingkat tinggi (KTT) yang diagendakan digelar tahun depan. Tujuannya, memperkuat kerja sama multilateral serta mendorong tercapainya konsensus global untuk mengatasi tantangan saat ini dan masa depan. “Pertemuan SoTF harus dapat memberikan hasil yang nyata dan konkret. Untuk itu, reformasi arsitektur multilateral saat ini sangat penting untuk dilakukan,” ungkap Menlu Retno dalam pertemuan tingkat menteri persiapan SoTF yang turut dihadiri para menteri negara anggota PBB, seperti dikutip dalam keterangan yang dirilis Kementerian Luar Negeri.

Retno mengatakan, terdapat dua isu utama yang harus ada dalam KTT SoTF. Pertama, memastikan perdamaian untuk semua. Menurutnya perdamaian hanya dapat diraih apabila ada infrastruktur perdamaian yang kuat.”Infrastruktur perdamaian tersebut antara lain dengan: mematuhi Piagam PBB dan hukum internasional secara konsisten; berkomitmen terhadap penyelesaian konflik secara damai; kerja sama multilateral yang kuat; kerja sama kawasan yang inklusif; reformasi Dewan Keamanan PBB agar lebih transparan, demokratis, dan efektif; serta menjaga perdamaian melalui penguatan operasi pemeliharaan perdamaian,” ucap Retno.

Sementara isu kedua yang dinilai harus ada dalam KTT SoTF adalah memastikan tercapainya kesejahteraan bagi semua. Terkait hal itu, Retno menekankan, dunia membutuhkan sistem perdagangan multilateral yang terbuka, adil, dan tidak diskriminatif. Sistem tersebut harus mendukung hak untuk membangun negara-negara berkembang serta mendengar suara dan kepentingan mereka.

Menlu mengatakan, Pact of the Future harus dapat memastikan terciptanya perdamaian dan kesejahteraan bagi semua. Selain itu, pakta tersebut juga harus memastikan arsitektur multilateral yang lebih baik. “Upaya bersama ini harus dilandaskan pada prinsip kolaborasi, solidaritas, dan win-win solution,” ujar Retno.

Seruan Reformasi Dewan Keamanan PBB...

Baca Juga

Seruan reformasi Dewan Keamanan PBB telah diembuskan oleh sejumlah negara. Peran badan tersebut dinilai tak lagi mencerminkan kebutuhan perkembangan dinamika geopolitik global beserta tantangannya. Sebab struktur Dewan Keamanan PBB saat ini masih sama ketika dibentuk pada 1946, yaitu terdiri dari lima anggota tetap mencakup negara pemenang Perang Dunia II yakni AS, Rusia, Prancis, Inggris, dan Cina. Kelima negara tersebut memiliki hak veto.

Dewan Keamanan PBB juga memiliki 10 anggota tidak tetap. Kursi ke-10 anggota tersebut diisi bergilir oleh negara anggota PBB. Masa keanggotaan mereka hanya dua tahun.

Gagasan tentang reformasi Dewan Keamanan PBB telah disambut positif oleh AS dan Rusia. Mereka mendukung gagasan tersebut. Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, Presiden AS Joe Biden mengatakan, Washington akan terus mendorong reformasi Dewan Keamanan. Dia menilai hal itu penting dilakukan di tengah “kemacetan” yang sedang berlangsung yang mencegah badan tersebut melaksanakan tugas utamanya.

Rusia juga sudah menyuarakan persetujuan atas ide reformasi Dewan Keamanan PBB. “Dewan Keamanan PBB memang perlu dirombak guna meningkatkan efektivitas badan internasional yang sangat penting ini secara maksimal. Tentu saja, untuk melakukan hal tersebut, diperlukan konsensus seluruh peserta,” kata Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov saat dimintai komentar tentang rencana Presiden AS Joe Biden mengusulkan penambahan anggota tetap di Dewan Keamanan PBB, Senin (18/9/2023), dilaporkan kantor berita Rusia, TASS.

Menurut Peskov, Dewan Keamanan PBB memang memerlukan inklusivitas yang lebih besar dari sudut pandang negara yang baru-baru ini mengambil peran tambahan. Sehingga memberi mereka pengaruh serta dampak lebih besar terhadap keamanan dan perekonomian global. “Pembicaraan (perombakan Dewan Keamanan PBB) ini perlu dimulai dan kami telah mengatakannya berulang kali,” ujar Peskov seraya menambahkan bahwa proses tersebut kemungkinan akan pelik dan memakan waktu cukup panjang.

Baru-baru ini Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Dewan Keamanan PBB tidak lagi berfungsi menjamin keamanan global. Menurutnya, saat ini badan tersebut telah berubah menjadi arena konfrontasi strategis antara lima anggota tetapnya, yakni AS, Inggris, Prancis, Cina, dan Rusia.

"Dewan Keamanan tidak lagi menjadi penjamin keamanan internasional dan menjadi medan pertempuran di mana strategi politik lima negara saling bertabrakan," kata Erdogan dalam pidatonya di sidang Majelis Umum PBB, Selasa (19/9/2023), dikutip Anadolu Agency.

Erdogan kemudian menyatakan slogan yang kerap diulanginya ketika mengampanyekan reformasi Dewan Keamanan PBB, yakni “Dunia lebih besar dari lima”. Slogan itu merujuk pada sifat tidak representatif dari lima anggota tetap Dewan Keamanan yang mempunyai hak veto.

“Kita harus segera merestrukturisasi lembaga-lembaga di bawah atap PBB yang bertanggung jawab menjamin perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan dunia. Kita harus membangun arsitektur tata kelola global yang mampu mewakili seluruh asal usul, kepercayaan, dan budaya di dunia,” kata Erdogan.

 
Berita Terpopuler