Kereta Cepat Jakarta-Bandung Segera Beroperasi, Bagaimana Nasib Argo Parahyangan?

Jika KA Argo Parahyangan ditiadakan, maka bisa merugikan PT KAI

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Calon penumpang berjalan menuju rangkaian KA Argo Parahyangan di Stasiun Bandung, Kota Bandung, Jumat (9/12/2022). Kementerian Perhubungan menyatakan, hingga saat ini tidak ada rencana untuk menghentikan layanan Kereta Api (KA) Argo Parahyangan rute Jakarta-Bandung saat Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) beroperasi pada pertengahan tahun 2023 mendatang. Republika/Abdan Syakura
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Api Indonesia (Persero) memastikan operasional KA Argo Parahyangan yang melayani rute Jakarta-Bandung tetap melayani penumpang saat Kereta Cepat Jakarta-Bandung telah beroperasi. Warga Jakarta yang ingin bepergian ke Bandung justru semakin memiliki alternatif beragam untuk memilih transportasi umum. 

“Sampai saat ini, KA Argo Parahyangan masih tetap 10 perjalanan di hari kerja dan 11 perjalanan di akhir pekan,” kata Manajer Humas PT KAI Daerah Operasional II Bandung Mahendro Trang Bawono kepada Republika.co.id, Kamis (14/9/2023). 

Jauh sebelumnya, sempat beredar kabar seiring beroperasinya Kereta Cepat Jakarta-Bandung, KA Argo Parahyangan yang selamai ini melayani penumpang untuk relasi Stasiun Gambir-Stasiun Bandung pun akan ditiadakan. 

Mahendro menuturkan, sejauh ini pihaknya juga belum menerima terkait perubahan operasional. Oleh karena itu, masyarakat tetap dapat menggunakan KA Argo Parahyangan untuk melakukan perjalanan Jakarta-Bandung PP meski nantinya kereta cepat beroperasi. 

“Apabila ada perubahan, akan kami infokan lebih lanjut,” ujarnya. 

Namun, memang kendati KA Argo Parahyangan masih tetap beroperasi, terdapat kenaikan harga tiket kereta dari semula Rp 150 ribu menjadi Rp 250 untuk kelas eksekutif. Sementara, tiket kelas ekonomi sebesar Rp 150 ribu.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, KA Argo Parahyangan harus dipertahankan. Lagi pula, kata dia, antara KA Argo Parahyangan dan Kereta Cepat dikelola oleh perusahaan yang berbeda. 

KA Argo Parahyangan sepenuhnya dimiliki oleh PT KAI, sementara kereta cepat dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang terdiri atas sejumlah BUMN dan perusahaan China. 

“Kalau KA Argo Parahyangan ditiadakan itu bisa merugikan PT KAI,” ujarnya. 

Sebelumnya, Senator Jawa Tengah Abdul Kholik mengatakan, seiring dengan uji coba kereta Jakarta-Bandung, pihak KAI diminta untuk segera menfungsikan KA Argo Parahyangan untuk melayani jalur Jakarta, Bandung, hingga Purwokerto. Jalur ini sangat penting mengatasi ketimpangan jalur kereta eksekutif yang melintasi kawasan Jawa Barat bagian timur dan Jawa Tengah bagian selatan.

''Selama ini jalur tersebut tidak dilayani oleh kereta eksekutif dan bisnis. Yang ada hanya kereta ekonomi Serayu yang jumlah perjalannya sangat terbatas. Dengan adanya kereta eksekutif dan bisnis saya yakin akan sangat mendukung potensi wilaya tersebut, terutama pariwisata, yakni di Pangandaran, Pantai Cilacap, dan Baturaden di Purwokerto," kata Abdul Kholik di Jakarta, Sabtu sore (24/6/2023).

Menurut Kholik adanya jalur kereta tersebut maka ekonomi masyarakat di sana akan semakin berkembang dan menjadi cara untuk mengatasi kemiskinan. Selama ini daerah tersebut tersebut wilayan kantong-kantong kemiskinan ekstrim di kawasan Jawa Selatan.

''Kita berharap KAI akan segera merespons usulan yang sudah sangat ditunggu realisasinya oleh masyarakat. Dalam waktu kami akan berkirim surat ke KAI untuk menyampaikan permohonan resmi,'' ujarnya.

Untuk tarif, harga dari Kereta Cepat Jakarta Bandung dinilai tidak berbeda jauh dengan Argo Parahyangan. Meski terlihat jelas bahwa KCJB ditujukan untuk kalangan menengah ke atas.

Usulan tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebesar...

Baca Juga

 

Usulan tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebesar Rp 250 ribu - Rp 300 ribu per orang dinilai wajar. Pasalnya, sejak awal perencanaan, keberadaan Kereta Cepat memang dinilai untuk menyasar kalangan menengah atas.

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno, mengatakan, tarif Kereta Cepat semestinya memang tidak boleh murah agar tidak menganggu moda transportasi lainnya yang sudah lebih dulu ada, seperti kereta eksekutif.

“Masih wajar itu memang tidak boleh murah karena untuk kalangan kelas atas. Subsidi juga tidak perlu, transportasi kereta api di Indonesia sudah banyak subsidi,” kata Djoko kepada Republika.co.id, Kamis (14/9/2023).

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pengelola telah menyusun sejumlah skema tarif untuk Kereta Cepat. Yakni tarif (bundling) Kereta Cepat sekaligus kereta feeder dan LRT sebesar Rp 300 ribu per penumpang.

Kemudian Rp 250 ribu per penumpang untuk kelas premium ekonomi tanpa feeder dan LRT. Kategori lainnya yakni tarif dinamis (dynamic pricing) untuk kelas utama dan kelas bisnis.

Djoko menuturkan, harga tiket Rp 250 ribu per penumpang itu bisa dijadikan tarif dasar. Sementara tarif Rp 300 ribu bisa menjadi harga bundling dengan memperhitungkan biaya  transportasi menuju Stasiun Halim di Jakarta maupun menuju Stasiun Padalarang di Bandung.

“Naik kereta feeder dari Stasiun Kereta Api Bandung ke Stasiun Kereta Cepat Padalarang kemudian dari Stasiun Kereta Cepat Halim ke stasiun LRT Dukuh Atas (atau sebaliknya) ya lebih kurang memang bisa Rp 50 ribu,” ujarnya.

Selain itu, ia pun mengingatkan, harga tiket KA Argo Parahyangan relasi Stasiun Gambir-Stasiun Bandung saat ini pun telah dihargai Rp 250 ribu. Oleh karena itu, sebaiknya baik Kereta Cepat maupun KA Argo Parahyangan tetap pada segmen pasar masing-masing agar tidak terjadi persaingan.

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Nailul Huda, mengatakan, sejak awal Kereta Cepat memang sudah ditujukan untuk kalangan menengah bahkan kelas atas. Otomatis dengan tiket yang dianggap mahal oleh kalangan menengah ke bawah, Kereta Cepat tentu bukan menjadi pilihan.

“Menengah ke bawah ya memilih transportasi lain lebih murah seperti travel, bis, atau kereta eksekutif. Kalau kalangan menengah atas mungkin cenderung mementingkan waktu untuk sampai ke Bandung,” ujarnya.

Oleh sebab itu, ia menilai, dampak ekonomi dari keberadaan KCJB terhadap kebutuhan daerah kemungkinan masih terbatas. Sebab, sangat jauh dari permintaan pasar.

“Ini disebabkan oleh perencanaan Kereta Cepat Jakarta Bandung yang sangat buruk,” ujarnya.

 
Berita Terpopuler