Koalisi Prabowo Ganti Nama, Dinilai Efek Perebutan Ceruk Pendukung Jokowi

Pemilih Jokowi pada Pilpres 2019 kini jadi rebutan antara koalisi Prabowo dan Ganjar.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto menghadiri Bimbingan Teknis (Bimtek) dalam rangkaian HUT ke-25 Partai Amanat Nasional (PAN), di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (28/8/2023) malam.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Nawir Arsyad Akbar

Baca Juga

Pengamat Politik dari Citra Institute, Efriza menilai pergantian nama koalisi partai politik pendukung bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto bertujuan untuk merebut pemilih Presiden Jokowi. Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) berganti nama menjadi Koalisi Indonesia Maju, serupa dengan nama kabinet pemerintahan Jokowi 2019-2024. 

"Koalisi ini jelas sekali ingin merebut ceruk pemilih Jokowi (pada pilpres sebelumnya). Bukan saja ingin melanjutkan program Jokowi, koalisi Prabowo juga ingin identik dengan menggunakan nama Koalisi Indonesia Maju seperti pemerintahan sekarang," kata Efriza ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Selasa (29/8/2023). 

Menurut Efriza, perubahan nama itu semakin menunjukkan adanya persaingan keras antara kubu Prabowo dan kubu capres PDIP Ganjar Pranowo dalam memperebutkan suara pemilih Jokowi. Padahal, menurut dia, kedekatan pemilih dengan seseorang figur tak selalu sejak dengan pilihan mereka di TPS. 

Dia menambahkan, perubahan nama koalisi ini tidak akan sepenuhnya menguntungkan Prabowo dalam upayanya memenangkan Pilpres 2024. Meski upaya Prabowo mengidentikan diri dengan Jokowi dalam beberapa waktu terakhir dapat menaikkan elektabilitasnya, tapi masyarakat belum tentu akan memilih pada hari pemungutan suara. 

"Memungkinkan masyarakat malah menganggap kubu Prabowo tidak punya tawaran dan gagasan yang baru, hanya berusaha meng-copy saja dengan berusaha mengidentikkannya. Jika hal ini yang dirasakan oleh masyarakat, bukan tak mungkin terjadi peralihan dukungan (dari Prabowo)," kata Dosen Ilmu Pemerintahan di Universitas Sutomo, Serang, Banten itu. 

Efriza menyatakan, kubu Prabowo juga harus menyadari bahwa Pemerintahan Jokowi belum selesai dan lepas dari berbagai permasalahan. Tidak tertutup kemungkinan terjadi perkembangan baru ke depan yang membuat kepuasan publik terhadap Jokowi anjlok. Hal itu akan membuat masyarakat enggan memilih capres yang mengidentikkan diri dan mengaku sebagai pelanjut Jokowi. 

Pengamat politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai langkah pergantian nama koalisi sebagai upaya Prabowo secara vulgar mereplikasi Presiden Jokowi. "Dan terkesan Prabowo sangat percaya jika Jokowi bisa mengantarkan dirinya sebagai Presiden 2024 mendatang," ujar Dedi dalam keterangannya, Selasa.

Dedi menilai, langkah Prabowo ini sebagai upaya berebut suara pendukung Jokowi dengan calon presiden dari PDIP Ganjar Pranowo. Namun demikian, dia menilai penggantian nama koalisi ini mengesankan dukungan Jokowi yang lebih memihak kepada Menteri Pertahanan tersebut.

"Situasi ini sah saja karena Prabowo tentu berebut suara dengan Ganjar yang sama-sama diendors Jokowi. Tetapi, situasi saat ini ada kesan Jokowi memihak ke Prabowo," katanya.

Dengan penggantian nama tersebut, Prabowo dinilai lebih diuntungkan dibandingkan Ganjar untuk merebut suara pendukung Jokowi. Namun demikian, tidak halnya untuk pendukung yang kontra terhadap Jokowi.

"Tetapi belum tentu menguntungkan jika dibanding Anies, karena memang hanya Prabowo dan Ganjar yang berebut pengaruh Jokowi," ujarnya.

 

 

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengumumkan nama baru koalisi yang semula Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) menjadi Koalisi Indonesia Maju. "Indonesia Maju” merupakan nama kabinet pemerintahan pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin untuk periode 2019–2024.  

Prabowo mengumumkan nama Koalisi Indonesia Maju itu setelah berembuk bersama ketua-ketua partai anggota koalisi, yaitu Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pada rangkaian peringatan HUT Ke-25 PAN di Jakarta, Senin (28/8/2023). 

"Tadi kami berembuk, para ketua umum tadi berembuk walaupun sebentar, ya Pak Zul (Zulkifli Hasan), Pak Airlangga, Gus (Muhaimin Iskandar, dan Pak Profesor (Yusril Ihza Mahendra), kami sepakat, koalisi kita, kita beri nama, Koalisi Indonesia Maju,” kata Prabowo yang disambut riuh tepuk tangan peserta acara dan para ketua umum partai. 

Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan nama itu terpilih karena Prabowo, bakal calon presiden yang diusung oleh Partai Gerindra, PKB, PAN, Golkar, dan PBB, berkeinginan melanjutkan kepemimpinan Presiden Jokowi. Bagi Prabowo, pemerintahan Presiden Jokowi, yang dia juga menjadi bagian di dalamnya, berhasil membawa Indonesia melewati berbagai macam krisis, termasuk di antaranya krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19.

Bantahan PDIP

Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Djarot Saeful Hidayat menghormati nama Koalisi Indonesia Maju yang menjadi pengusung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden (capres). Diketahui, nama serupa juga digunakan oleh pengusung Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2019.

Namun menurut Djarot, nama tersebut tak ada kaitannya dengan dukungan Jokowi kepada Prabowo. Sebab, Jokowi sebagai Presiden sudah menyampaikan bahwa dirinya bukanlah ketua umum partai politik.

"Pak Jokowi sudah sampaikan bahwa beliau itu bukan ketua umum partai, jadi beliau sebagai Presiden Republik Indonesia. Sehingga tidak mengintervensi atau ikut campur tangan terhadap kedaulatan masing-masing partai politik," ujar Djarot di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (29/8/2023).

Jokowi sebagai Presiden juga dekat dengan banyak tokoh, termasuk Prabowo yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Namun, kedekatan tersebut bukan dalam ranah dukungan untuk Pilpres 2024.

"Pak Jokowi kan dekat dengan siapa saja, ya otomatis dengan Pak Prabowo karena beliau Menhan, dekat. Dengan Pak Sandi juga dekat, dengan Pak Erick juga dekat, dengan menteri-menterinya juga dekat. Pak Jokowi dengan Ibu Mega juga sangat dekat," ujar Djarot.

"Semuanya dekat, sangat dekat seperti satu keluarga besar. Jadi ya kedekatan, begitulah pemimpin yang bisa dekat dengan siapapun juga," sambungnya.

Ke mana Jokowi berlabuh? - (Republika/berbagai sumber)

 

 
Berita Terpopuler