Mengenang Tentara Gurkha Mogok Berperang karena Dengar Adzan pada 10 November 1945

Sebagian tentara Gurkha mogok berperang ketika mendengar adzan di Surabaya

Google.com
Pasukan Gurkha melakukan sweeping dalam pertempuran 19 Movember 1945 di Surabaya.
Red: Muhammad Subarkah

Oleh: Muhammad Subarkah, jurnalis Republika

‘’Kita bersaudara. Indonesia-Pakistan bersaudara!’’ begitulah pernyataan berbagai pejabat Pakistan ketika menerima kunjungan delegasi Indonesia. Menurut mereka, jasa Indonesia sangat besar terhadap negaranya, terutama ketika India-Pakistan terlibat dalam konflik pada dekade 60-an.

Sosok Presiden Sukarno sangat terkenal di sana dan menghormatinya atau mendapat tempat khusus. Dia layaknya menjadi salah satu pemimpin penting di Asia yang juga menjadi Bapak Bangsa Pakistan: Muhammad Ali Jinnah.

‘’Merdeka…!’’ pekik perjuangan ini di Pakistan ternyata cukup dikenal. Ketua Parlemen Pakistan kerap menyatakannya ketika membuka percakapan dalam pertemuan dengan delegasi Indonesia. Mereka tampaknya juga tahu bahwa kata ‘merdeka’ itu serapan dari bahasa asal India (Sansekerta), yakni ‘maharddhi’ yang arti harfiahnya adalah kemakmuran, kesempurnaan besar, keunggulan, kesucian.

Tak hanya itu  kisah heroik angkatan perang Indonesia yang berani bertindak sebagai pihak pemisah ketika Pakistan dan India terlibat konflik. Keberanian para penggawa armada TNI angkatan laut ketika mencegah aksi penyerangan armada laut India terhadap armada kapal perang Pakistan mereka kenang sampai sekarang.

Namun, di antara sekian banyak tokoh Pakistan yang punya hubungan khusus dengan Indonesia setelah Ali Jinnah, adalah mendiang Presiden Muhammad Zia ul Haq. Bahkan, presiden yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat ini punya hubungan emosional langsung dengan peristiwa pertempuran besar di Surabaya, pada 10 November 1945. Zia Ul Haq pada saat itu datang bersama pasukan sekutu dan menjabat sebagai salah satu komandan Gurkha yang bertugas di Surabaya.

Lanjutkan membaca pada halaman berikutnya..

                                            

 

 

 

   

 

 

 

 

 

Kenangan Presiden Zia ul Haq

Namun, ada yang abadi dalam mengenang pasukan Gurkha yang dahulu bertempur di Surabaya pada 10 Novermver 1945. Mereka ternyata sempat mogok bertempur karena mendengar suara adzan dan takbir!

Dan, sang komandannya yang pernah mengalami pertempuran langsung di Surabaya pada 10 November 1945 itu adalah mantan presiden Pakistan Zia ul Haq. Semasa hidup, dia selalu terkenang dengan kota yang terkenal dengan makanan rawon dan rujak cingurnya itu.

Bahkan, pada tahun 80-an, semasa Zia ul Haq menjabat sebagai presiden dan melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia, dia secara khusus meminta kepada Presiden Suharto agar bisa berkunjung ke Surabaya. Alasannya, ia ingin melihat kembali kota itu.

Tentu saja, sebagai sesama mantan komandan tempur Suharto pun mengizinkannya. Dikabarkan saat Suharto menginyakan keinginannya, wajah Zia ul Haq menjadi semringah alias berseri-seri. Ini membutikan kenangan pertempuran besar antara tentara sekutu (Inggris dan Austalia yang di dalamnya ada legiun Gurkha) begitu dalam membekas dalam hatinya.

Memang Zia ul Haq saat itu hanya seorang tentara dan tidak tahu tetek bengek politik. Dia juga tak paham bahwa kedatangan bala tentaranya bersama pasukan Inggris yang saat itu sekutu, diboncengi tentara Nica (Belanda) sebenarnya ingin menjajah kembali Indonesia.

Lanjutkan membaca pada halaman berikutnya..

 

 

Bagi kalangan rakyat yang sempat terlibat dalam peristiwa pertempuran itu, mereka juga melihat peran tentara Gurkha. Namun, mereka juga melihat keanehan ketika banyak di antara mereka yang mogok tak mau perang. Bahkan, beberapa orang malah melakukan disersi.

Mengapa demikian? Jawabnya karena tentara Gurkha, yang salah satunya komandannya adalah Zia ul Haq tersebut terkejut ketika tiba di Surabaya, dengan melihat banyaknya masjid dan meluasnya suara adzan ketika tiba waktu shalat.

Mereka tiba-tiba sadar karena pihak yang mereka perangi adalah saudaranya sendiri, sesama Muslim. Maka mereka pun mogok tak mau bertempur.

Para legiun Gurkha itu pun kian kaget ketika ada seruan dari radio yang dikumandangkan Bung Tomo serta teriakan para pejuang di tengah pertempuran Surabaya adalah: 'Allahu Akbar!'. 

Maka praktis secara diam-diam, sebagian tentara sekutu mengalami ‘demoralisasi’. Apalagi, tentara Gurkha pun pada saat itu aktif mengerjakan shalat berjamaah di berbagai masjid bersama warga lokal. Nah, kenangan itulah yang dirasakan Zia ul Haq ketika menjadi komandan pasukan Gurkha di Surabaya. Dan memori ini lestari hingga dia menjabat sebagai presiden Pakistan.

Pekik 'Allahu Akbar' yang terdengar di tengah pertempuran memang menjadi pertanda bahwa pertempuran itu merupakan ajang perang kaum santri. Mereka bergerak setelah Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari menyatakan perlawanan kepada penjajah adalah kewajiban setiap Muslim: Cinta tanah air adalah sebagian dari iman! 

 

 

Lanjutkan membaca pada halaman berikutnya..

Seruan pendiri NU ini tentu saja membakar semangat para santri yang datang dari berbagai pesantren yang tersebar, tak hanya dari seputaran Surabaya dan Jawa Timur, tapi hingga meluas di berbagai pesantren yang ada di Jawa Tengah dan Cirebon. Para santri itu datang untuk bertempur dengan naik kereta api ke Surabaya.

''Dua orang saudara kakek kami gugur dalam pertempuran di Surabaya. Mereka datang ke sana dengan naik kereta api dan tertembak ketika hendak masuk kota Surabaya dari arah Sidoarjo,'' begitu kata salah satu pengasuh pondok pesantren Somalagu, di Desa Sumber Adi, Kebumen Jawa Tengah, beberapa waktu silam.

Dia mengatakan, mereka datang dan ikut bertempur melawan bala tentara Sekutu yang diboncengi Nica dengan semangat berjihad. Jadi masuk akal bila pasukan Gurkha yang salah satunya dikomandani Zia Ul Haq menjadi malas bertempur. Mereka tahu tak ingin tangannya berlumuran darah karena memerangi sesama Muslim.

 

 

Lanjutkan membaca pada halaman berikutnya..

 Legiun Gurkha legenda tentara dunia

Dalam percaturan militer di dunia, ada salah satu garnisun yang sangat disegani. Mereka adalah tentara legiun ‘Gurkha’. Legiun ini menjadi legendaris karena banyak terlibat dalam pertempuran besar dunia. Pihak Kerajaan Inggris memanfaatkan kemampuan tempur mereka yang luar biasa, dengan melibatkannya ketika sekutu membombardir Surabaya pada 10 Oktober 1945.

Baca Juga

Keahlian tempur mereka didapatkan secara alami karena berasal dari suku yang terbiasa berperang.

Kebanggaan terhadap korps ini sangatlah besar. Sosok pasukan ini begitu diagungkan di Pakistan. Bahkan, kegemilangannya selalu ditarik hingga peristiwa kekalahan pasukan Iskandar Zulkarnain, pada masa awal Masehi saat menyerbu wilayah anak benua Asia, yakni India yang kemudian terpecah menjadi tiga negara, yaitu Pakistan, India, dan Bangladesh.

Sosok prajurit tempur itu juga terlihat secara jelas bila kemudian mengacu pada figur Zia ul Haq. Postur tubuhnya yang tegap dan tinggi jelas menjadi hal yang mencolok dan menegaskan bahwa dia adalah prajurit pilihan.

Sosok seperti ini pun akan mudah terlihat bila melihat pada figur sebagian sosok petugas keamanan dan tentara di Pakistan pada masa kini. Tinggi badan mereka menjulang, rata-rata sektar 190 cm.

Kemampuan tempur mereka ditempa oleh alam yang keras.

"Mereka bisa bertempur dengan baik berhari-hari meski hanya berbekal sepotong roti tawar dan beberapa liter air putih,’’ begitu kisah seorang petinggi militer Pakistan, beberapa waktu silam ketika menerima kunjungan wartawan dari Indonesia.

 

 

 

   

 

 

 

 

 
Berita Terpopuler