Soal Memo Jaksa Agung, Jampidsus: Laporan Korupsi Peserta Pemilu Kerap Jadi Kriminalisasi

Kejagung memastikan kasus yang sudah ditangani bakal terus diusut.

Dok Puspen Kejagung
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung), Febrie Adriansyah.
Rep: Bambang Noroyono Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan memorandum dan instruksi Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin, soal penghentian sementara pengusutan kasus dugaan korupsi yang melibatkan para peserta Pemilu 2024. Kejagung beralasan penundaan ini demi menghindari praktik-praktik kriminalisasi dari lawan politik.

Baca Juga

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, menerangkan penundaan pengusutan dugaan kasus-kasus korupsi yang menyasar para peserta pemilu tersebut hanya berlaku untuk pelaporan baru. Adapun dalam pengusutan kasus korupsi yang sudah lama, tetap akan dilanjutkan proses hukumnya.

Febrie memastikan, pemeriksaan terhadap para peserta pemilu sebagai saksi-saksi menyangkut penyelidikan, maupun penyidikan kasus korupsi yang lama, masih dapat dilakukan. “Kalau dia (peserta pemilu) diperiksa sebagai saksi-saksi (kasus) yang lama, itu masih bisa kita lakukan,” ujar Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejagung, di Jakarta, Selasa (22/8/2023).

Namun, Febrie mengatakan, timnya di Jampidsus masih menyusun perihal teknis pelaksanaan memorandum Jaksa Agung tersebut, agar dapat dilaksanakan. Febrie mengatakan, memorandum Jaksa Agung tersebut sebetulnya untuk menghindari proses penegakan hukum, sebagai alat pertempuran politik para peserta pemilu.

Menurut Febrie, selama ini, kejaksaan mencermati pemanfaatan pelaporan-pelaporan kasus korupsi sebagai sarana untuk ‘menumbangkan’ lawan-lawan politik. Febrie menambahkan, hal itu marak terjadi saban pesta demokrasi lima tahunan sekali.

“Kita melihat, bahwa ini (pelaporan-pelaporan kasus korupsi peserta pemilu) sering sekali digunakan untuk kriminalisasi dari lawannya yang membikin pengaduan (laporan),” kata Febrie.

Jika pelaporan-pelaporan kasus korupsi peserta pemilu yang bermotif politik tersebut diproses hukum, kata Febrie, dikhawatirkan akan menjadi modal kampanye hitam, atau black campaign dari pihak pelapor. “Kalau dia (terlapor) kita lakukan pemeriksaan, pasti mengakibatkan gangguan kampanye negatif. Padahal, itu (pelaporannya) belum tentu juga terbukti,” kata Febrie.

Karena itu, Febrie mengatakan, memorandum Jaksa Agung tersebut harus dilihat sebagai jalan tengah untuk menghindari menjadikan penegakan hukum sebagai alat politik untuk kampanye hitam. “Jadi laporannya tetap dapat kita terima, tetapi prosesnya, kita putuskan untuk ditunda sampai semuanya (pemilu) selesai,” kata Febrie.

Setelah hajatan politik tuntas....

Setelah hajatan politik tuntas, Febrie memastikan, akan tetap melanjutkan kepastian hukum atas pelaporan dugaan korupsi yang menyasar para peserta pemilu tersebut. Kasubdit Penyidik Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jampidsus Haryoko Ari Prabowo menerangkan, timnya sampai saat ini masih melakukan inventarisir para peserta Pemilu 2024 yang sudah melaporkan, atau dilaporkan terkait dugaan korupsi.

Prabowo mengatakan, kerawanan terjadinya pemanfaatan laporan korupsi untuk black campaign menjelang pemilu, kerap masif di daerah-daerah. Sementara di level nasional di Jampidsus-Kejagung, sampai saat ini belum ada menerima pelaporan-pelaporan dari pihak-pihak tertentu terkait dengan dugaan korupsi para peserta pemilu.

“Sebenarnya, tujuannya itu (memorandum) untuk lebih ke daerah-daerah. Makanya, kita sekarang sedang melakukan inventarisir, dan menyusun teknisnya seperti apa,” kata Prabowo.

Sedangkan untuk penanganan perkara-perkara korupsi yang sudah berjalan di Jampidsus, Prabowo memastikan, tetap akan berlanjut pengusutannya. Meskipun, kata Prabowo, jika mengharuskan memeriksa para peserta Pemilu 2024. “Kalau yang di kita (Jampidsus), itu semuanya jalan. Kan itu kasus-kasus lama. Selama dia (peserta pemilu) kita butuhkan (untuk diperiksa), kita tetap lakukan pemeriksaan-pemeriksaan,” ujar dia.

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menerbitkan instruksi dan memorandum agar pengaduan, pelaporan, dan proses hukum pengungkapan kasus-kasus korupsi yang melibatkan para peserta Pemilu 2024 ditunda penanganan hukumnya sampai pesta demokrasi serempak tahun mendatang tuntas digelar. Instruksi tersebut ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), dan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), serta kejaksaan di seluruh Indonesia.

Burhanuddin dalam instruksi dan memorandum tersebut mengatakan penundaan sementara pelaporan, dan penanganan kasus-kasus korupsi yang melibatkan para peserta pemilu itu, untuk menghindari black campaign, atau kampanye hitam. Jaksa Agung tak ingin, proses penegakan hukum yang dilakukan Korps Kejaksaan menjadi sarana penggiringan opini yang buruk, dan menjadi alat politik bagi pihak-pihak tertentu.

“Oleh karenanya, kepada seluruh jajaran insan Adhyaksa, khususnya jajaran Tindak Pidana Khusus (Pidsus), dan jajaran intelijen di seluruh penjuru Tanah Air, agar (1) penanganan laporan pengaduan dugaan tindak piana korupsi yang melibatkan Calon Presiden, Calon Wakil Presiden, Calon Anggota Legislatif, serta Calon Kepala Daerah perlu dilakukan secara cermat dan sangat hati-hati,” kata Jaksa Agung dalam instruksi yang diterbitkan, pada Ahad (20/8/2023).

 

 
Berita Terpopuler