Ujian Berat Semasa Utsman Bin Affan Menjabat Khalifah, Meletusnya Pemberontakan

Utsman bin Affan adalah sosok khalifah yang berintegritas.

tangkapan layar wikipedia
(ilustrasi) Utsman bin Affan. Utsman bin Affan adalah sosok khalifah yang berintegritas
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pada masa Utsman bin Affan meletus pemberontakan bersenjata dari berbagai tempat sehingga mengganggu dan mengancam stabilitas kehidupan negara. Romawi mengingkari perjanjian dengan Islam yang mereka sepakati sebelumnya, pun dengan beberapa wilayah di Persia.

Baca Juga

Dikutip dari buku Utsman bin Affan karya Abdul Syukur Al Azizi, disebutkan bahwa fenomena pembangkangan ini sudah diawali sejak terbunuhnya Khalifah Umar bin Khattab. Tragedi memilukan itu menjadi kesempatan bagi kebangkitan gerakan-gerakan pembangkangan mereka.

Meletuslah pemberontakan di Azerbaijan dan Armenia, disusul bangsa Romawi yang melakukan serangan terhadap Iskandariah dan Palestina dengan kekuatan angkatan laut mereka. Semakin lama api pemberontakan semakin bergejolak membakar negeri-negeri yang letaknya jauh dari pusat pemerintahan.

Semua pemberontakan ini tidak dipicu oleh penduduk pribumi di wilayah-wilayah tersebut, karena mereka merasa sangat gembira dengan datangnya Islam. Islam datang memberikan kemerdekaan terhadap mereka setelah sekian tahun dibelenggu penindasan dan kesewenang-wenangan bangsa Romawi dan Persia.

Pemberontakan in justru dipicu oleh para pembesar dan kaum bangsawan di wilayah itu. Sebab, mereka kembali memiliki kekuatan sehingga berhasil mempengaruhi dan mendapatkan dukungan rakyat.

Kelompok-kelompok kecil inilah yang melakukan provokasi terhadap penduduk pribumi untuk berpaling dengan alasan kekuasaan Islam telah runtuh yang yang dibuktikan dengan terbunuhnya Khalifah Umar. Dengan terbunuhnya Umar, negara Islam dalam situasi yang rapuh dan tak terkendali.

Para pemberontak yang memfitnah itu gelap mata dan buntu pemikiran. Sebab itu, mereka menganggap bahwa khalifah pengganti Umar, yakni Utsman, hanyalah laki-laki tua renta yang berusia 70 tahun. 

Baca juga: Upaya Para Nabi Palsu Membuat Alquran Tandingan, Ada Ayat Gajah dan Bulu

Selain itu, mereka berpikir khalifah baru ini tak pernah terdengar kisah kepahlawanannya, seperti Khalid ibn Walid, Ali ibn Abi Thalib, dan Saad ibn Abi Waqqash.

Bagi mereka, nama Utsman tak pernah terdengar dan tersohor hingga keluar Madinah. Padahal, sang Khalifah bukan tak terkenal, tetapi memilih menghindari kemasyhuran lantaran sifat malu dan kerendahan hati yang sangat besar dalam jiwanya.

Dari sinilah, Utsman tak membuang-buang waktu sedikitpun untuk berpikir terlalu lama. Dia bahkan tak bertanya kepada siapapun tentang apa yang harus dia lakukan. 

Hati dan jiwanya diliputi keimanan untuk menentukan dan memilih jalan yang akan dia tempuh. Utsman segera mengeluarkan perintah untuk meredakan api pemberontakan dan menindak orang-orang murtad.

Dia memerintahkan agar perluasan wilayah terus...

Dia memerintahkan agar perluasan wilayah terus dilakukan lebih jauh, hingga melampaui negeri-negeri yang mengalami pemberontakan. Hingga tak satupun negeri-negeri itu yang terpikir untuk melakukan pemberontakan lagi. Dia memilih langsung para panglima perangnya untuk memimpin pasukan dalam melaksanakan misi penting ini.

Ketika melihat perkembangan seni berperang dalam meraih kemenangan yang memerlukan armada angkatan laut yang besar, dia tak ragu untuk merealisasikannya meski tahu Khalifah Umar dahulu menolak rencana yang penuh risiko tersebut di sepanjang hidupnya.

Khalifah Utsman mulai menindak para pemberontak bersenjata yang merongrong agama dan negara. Dia memulai dari Azerbaijan dan Armenia, dua negeri yang penduduknya mengingkari perjanjian yang telah mereka tanda tangani.

Utsman mengirimkan pasukan di bawah kepemimpinan Walid ibn Uqbah. Pasukan ini berhasil meredam gejolak di dua negeri tersebut sehingga kembali mereda dan mau menandatangani perjanjian, dengan syarat seperti yang pernah mereka sepakati bersama Hudzaifah ibn Yaman RA. 

Sekembalinya Walid bersama pasukannya di Kufah, sampailah berita bahwa pasukan Romawi membuat kekacauan di Syam. Berita ini datang seiring perintah sang Khalifah kepada Walid agar mempersiapkan pasukan dengan kekuatan 10 ribu prajurit. Dia memerintahkan Walid agar menunjuk seorang panglima perang yang dermawan.

Walid memenuhi perintah khalifah dan memilih 10 ribu prajurit dan mengangkat seorang panglima yang pemberani dan dermawan, yakni Hubaib bin Maslamah Al-Fahri.

Kemudian, Hubaib berangkat dengan pasukannya, mengemban misi menghadapi kekuatan pasukan Romawi dan Turki yang berjumlah 80 ribu prajurit.

Lalu dua pasukan pun bertemu, dan akhirnya pasukan Romawi dan Turki mengalami kekalahan. Lalu, Hubaib melanjutkan perjalanannya dengan penuh keberanian hingga melintasi negeri Romawi. 

Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar

Dia robohkan benteng demi benteng yang berdiri kokoh. Pun membuka pintu-pintu Islam dan kemerdekaan di hadapan masyarakat yang sudah lama menunggu kemerdekaan. Satu daerah bernama Rayyi juga termasuk wilayah yang melakukan pemberontakan dan mengingkari perjanjian. 

Maka, pasukan kaum Muslimin segera bergerak di bawah komando Abu Musa Al Asy'ari untuk mengembalikan mereka ke jalan kebenaran dan mendesak mereka untuk kembali pada perjanjian yang telah disepakati bersama Hudzaifah ibn Yaman. 

Khalifah yang sedang berada di Madinah, mengarahkan pandangannya ke Kota Iskandariah karena terdengar kabar Angkatan Laut Romawi telah masuk dan menyerang kota tersebut. Mereka membawa pasukan kavaleri dan infanteri dalam kekuatan yang luar biasa besar.

Untuk merespons situasi itu...

Untuk merespons situasi itu, Khalifah memberikan perintah kepada 'Amr ibn Al 'Ash, yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Mesir, untuk segera membawa pasukannya menuju Iskandariah. 

Di kota inilah, pihak pembangkang menemui bencana yang memporakporandakan mereka. 'Amr ibn Al Ash berhasil merobohkan kekuatan pasukan Romawi sampai ke akar-akarnya. 

Pada waktu bersamaan, Muawiyah berhasil menaklukkan Qinnasrin, sedangkan Utsman bin Abi Al 'Ash sukses meredakan pemberontakan yang terjadi di Istakhar dan mengembalikan daerah-daerah di sekitarnya pada kemerdekaan yang baru.

Adapun wilayah Afrika Utara, Khalifah Utsman mengirimkan pasukan dalam kekuatan yang sangat besar di bawah komando 'Abdullah in Sa'ad ibn Abi Sarh. 

Baca juga: Sosok Perempuan Hebat di Balik Tumbangnya Tiran dan Singgasana Firaun

Dalam pasukan ini, dia mengutus pula Abdullah ibn Umar dan 'Abdullah ibn Zubair. Pasukan ini disambut pasukan Barbar yang dipimpin langsung oleh raja mereka dengan kekuatan yang sangat besar pula.

Sebagian sejarawan memperkirakan pasukan ini berkekuatan 200 ribu tentara. Tentu saja ini menjadi pertempuran yang sangat dahsyat. Dalam pertempuran ini, pasukan kaum Muslimin menemui ujian berat ketika Abdullah ibn Zubair gugur meraih syahid.

 

Kematiannya dilalui dengan penuh keberanian dan sikap kesatria yang tiada bandingannya. Hingga akhirnya, kemenangan ditakdirkan berada di pihak kaum Muslimin yang pulang dengan membawa tawanan perang dan harta rampasan.  

 
Berita Terpopuler