Bertahun-tahun Terima Surat Kebencian Anonim, Muslim Jerman Diselimuti Keresahan

Pada awal Agustus, sebuah surat kaleng dikirim ke jamaah masjid di distrik Osnabruck.

EPA-EFE/FRIEDEMANN VOGEL
Sholat berjamaah Jumat pertama di bulan suci Ramadhan di dalam Masjid Merkez di distrik Marxloh, Duisburg, Jerman, (24/3/2023).
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Rasa tidak aman dari hari ke hari semakin menyelimuti komunitas Muslim Jerman. Campuran rasa takut, khawatir, bahkan kemarahan menyebar setiap harinya.

Umat Muslim di negara itu telah menerima surat ancaman selama bertahun-tahun, dengan beberapa juga ditujukan kepada umat Kristen. Baru-baru ini, pada awal Agustus, sebuah surat kaleng dikirim ke jamaah masjid di distrik Osnabruck.

Menurut juru bicara polisi Matthias Bekermann, pasukan Osnabruck mencurigai pelaku tertarik untuk mencemarkan nama baik individu dari wilayah Osnabruck. Asumsinya, pemilihan penerima surat ini tidak ada hubungannya dengan afiliasi agama.

Pernyataan ini mungkin benar untuk sejumlah kasus di Osnabrück. Namun, jamaah Muslim di bagian lain Lower Saxony, di Hesse, Bavaria dan Berlin, juga telah menerima surat kebencian dalam beberapa tahun terakhir.

Jumlah total surat kaleng ini kemungkinan lebih tinggi dari yang tercatat. Menurut informasi yang diperoleh Deutsche Welle, komunitas Muslim memang melapor ke polisi, tapi terkadang lebih suka mengabaikan perhatian media.

Selain itu, perwakilan individu dari asosiasi Muslim juga mendapat surat ancaman. Beberapa di antaranya bahkan menyebutkan anggota keluarga, termasuk anak di bawah umur.

"Ancaman terhadap komunitas Muslim bukanlah hal baru. Di masa lalu, surat ancaman ini terkadang muncul. Itu adalah surat-surat yang dapat dikenali dari individu, yang beberapa di antaranya tulisan tangan. Sekarang, komunitas Muslim lebih sering mendapatkan surat kebencian," kata Ketua Dewan Islam Republik Federal Jerman, Burhan Kesici, dikutip di Qantara, Selasa (15/8/2023).

Referensi kelompok teroris ekstremis sayap kanan...

Baca Juga

Bukan cuma itu, seringkali dalam surat ini dimasukkan referensi ke kelompok teroris ekstremis sayap kanan National Socialist Underground (NSU). Langkah ini dinilai meresahkan dan juga menurunkan motivasi karena tidak ada yang bisa dilakukan untuk melawannya.

Menurut polisi, 18 surat yang diterima sejak 2018 memuat konten yang berkaitan dengan NSU. Antara tahun 2000 dan 2007, anggota kelompok ini membunuh sembilan pengusaha asal etnis dan seorang polisi wanita.

Selama bertahun-tahun, rangkaian pembunuhan tetap tidak terpecahkan, dengan para pelakunya baru terungkap pada 2011. Hingga hari ini, masih ada spekulasi tentang jaringan yang mengelilingi anggota inti kelompok tersebut.

Sekretaris Jenderal Dewan Pusat Muslim Abdassamad El Yazidi menyebut referensi atau kaitan dengan NSU inilah yang meresahkan banyak Muslim di Jerman. Ia pun meminta masyarakat Jerman secara keseluruhan agar bekerja sama melawan mereka.

"Fakta bahwa surat-surat ini merujuk pada NSU menunjukkan para pelaku menganggap ideolog yang berpikiran sama ini sebagai panutan. Mereka ingin menghidupkan kembali aksi teroris NSU yang tidak manusiawi dan mereka mengagungkannya," ujar dia.

Ketidakamanan ini lantas berada dalam konteks yang lebih besar. Kegiatan Konferensi Islam, yang diluncurkan pada akhir 2006 dan sekarang sudah berjalan kelima kalinya, umumnya tidak menarik banyak perhatian.

Pada akhir Juni 2023, setelah sekitar tiga tahun penelitian, sekelompok ahli independen mempresentasikan laporan komprehensif tentang Islamofobia di Jerman. Hasilnya, terdapat laporan ada fenomena yang meluas.

Para ahli pun mengeluarkan sekitar 20 nasihat...

Para ahli pun mengeluarkan sekitar 20 nasihat kepada pemerintah federal, termasuk membentuk dewan ahli permanen dan seorang komisaris federal untuk melawan Islamofobia. Namun sejauh ini, tidak ada yang terjadi.

“Sejauh ini, tidak satu pun dari 20 rekomendasi panel ahli ini yang ditindaklanjuti,” ujar Yazidi.

Umat Islam disebut menghadapi diskriminasi dan serangan terus-menerus dari masyarakat Jerman. Namun masih belum ada perwakilan Muslim federal, seperti yang menjadi standar komunitas agama lain selama bertahun-tahun. Padahal, ia menyebut perwakilan seperti itu yang dapat memahami inti permasalahan adalah langkah yang sangat dibutuhkan.

Lantas, haruskah petugas polisi ditempatkan di luar masjid setiap Jumat? Juru bicara polisi Bekermann di Osnabruck menolak menjelaskan secara spesifik.

Ia hanya menyebut setiap tindakan akan terus disesuaikan dengan situasi saat ini. Namun, saat ini tidak ada temuan yang melampaui tingkat ancaman abstrak.

Pendapat berbeda muncul di antara para tokoh masyarakat. Beberapa dari mereka yang tinggal di Lower Saxony mendesak perlindungan polisi yang segera dan terlihat.

Yazidi lantas menyerukan lebih banyak solidaritas dari masyarakat Jerman secara keseluruhan. Di sisi lain, komunitas Muslim berharap otoritas keamanan dapat memberikan perlindungan di tempat, jika terjadi situasi ancaman tertentu.


"Tapi apa yang benar-benar ingin kami lihat, mengingat meningkatnya rasisme anti-Muslim, adalah lebih banyak solidaritas, lebih banyak empati, lebih banyak komitmen untuk menormalkan kehidupan Muslim di Jerman dan memasukkan Muslim, komunitas mereka dan aktivitas sosial mereka ke warga negara Jerman kami," lanjut dia.

Dia juga mengungkapkan harapan kuat, bahwa lebih banyak politisi akan mulai mengunjungi jamaah masjid. Dengan cara ini sekaligus menunjukkan Muslim Jerman merupakan bagian integral dari tatanan masyarakatnya.

Untuk beberapa waktu ke depan, komunitas Muslim disebut mengambil langkah-langkah keamanan mereka sendiri. Beberapa masjid bahkan telah menunjuk petugas keamanan.

Dewan Pusat Muslim Jerman mengimbau jamaahnya berpartisipasi dalam program SOAR di seluruh Eropa, yang didanai oleh Komisi Eropa. SOAR adalah singkatan dari "Memperkuat Keamanan dan Ketahanan Situs Keagamaan dan Komunitas yang Berisiko". Di belakangnya adalah para ahli yang membantu minoritas agama di seluruh dunia untuk melindungi institusi mereka.

Mereka mulai mendekati komunitas di Prancis dan Jerman pada 2021. Tahun ini, fokusnya khusus pada pemberdayaan perempuan, yang mana kursus berikutnya dijadwalkan untuk September.

 
Berita Terpopuler